JAKARTA – Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang dua tahun dibentuk dianggap tidak efektif oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Hasil penelitian yang dilakukan ORI menunjukan penindakan oleh Satgas Saber Pungli menemui banyak kendala dan cenderung tumpang tindih dengan instansi lain.
Kemarin (20/7/2018), hasil penelitian yang dilakukan di 29 unit pemberantasan pungli (UPP) propinsi, 16 UPP kota, dan 19 UPP kabupaten itu disampaikan kepada Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli Komjen Putut Eko Bayu Seno. Hasil penelitian berupa delapan rekomendasi juga didiskusikan bersama Komisioner ORI Prof Adrianus Meliala dan anggota tim lain.
Adrianus menuturkan ditengarai niat baik pemerintah untuk menghapus pungli yang direalisasikan menjadi satgas itu tidak gampang. Setidaknya ada tiga kendala, yakni soal kelembagaan, infrastruktur termasuk anggaran, dan kewenangan satgas.
”Disamping lembaga ini ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kewenangan sama. dimana indikasi tumpang tindih ada. Tidak usah jauh-jauh ke arah Polri, jaksa dan KPK. Sebetulnya dengan ombudsman sendiri sudah tumpang tindih,” ujar dia.
Satgas Saber Pungli dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Selain itu ada pula Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Sedangkan saran yang diberikan ORI diantaranya perlu ada SOP yang lebih jelas terkait tugas satgas sehingga tidak tumpang tindih. Selain itu perlu membuat data base terpusat agar fungsi kontrol dan pengawas lebih mudah. Perlu pula UPP memaksimalkan cara penyampaian laporan masyarakat.
Sementara itu, Komjen Putut menuturkan memang mereka juga mengalami kendala anggaran. Misalnya bila ada operasi tangkap tangan pejabat di tingkat kabupaten atau kota. Bila dijerat dengan pasal korupsi maka sidang harus dilakukan di pengadilan tipikor yang ada di ibukota propinsi.
”Sehingga itu baik dari kepolisian maupun kejaksaan akan mengalami kesulitan membawa saksi, tersangka dari kabupaten itu ke kota propinsi untuk sidang. Itu tidak hanya sekali. Tapi beberapa kali sidang. Biayanya berapa? Siapa yang menanggung biaya,” ujar dia.
Putut menuturkan dalam dua tahun terakhir ini satgas pusat UPP Saber Pungli kementerian lembaga dan daerah telah melaksanakan operasi tangkap tangan 2.921 kali. Jumlah tersangka 5.159 orang. Sedangkan barang bukti yang diamnkan 320.383.280.582. ”Yang paling besar di Kalimantan Timur dengan barang bukti sekitar Rp 300 miliar. Sudah sampai pengadilan. Sudah sidang dan sudah vonis,” kata dia. (jun)
Kemarin (20/7/2018), hasil penelitian yang dilakukan di 29 unit pemberantasan pungli (UPP) propinsi, 16 UPP kota, dan 19 UPP kabupaten itu disampaikan kepada Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli Komjen Putut Eko Bayu Seno. Hasil penelitian berupa delapan rekomendasi juga didiskusikan bersama Komisioner ORI Prof Adrianus Meliala dan anggota tim lain.
Adrianus menuturkan ditengarai niat baik pemerintah untuk menghapus pungli yang direalisasikan menjadi satgas itu tidak gampang. Setidaknya ada tiga kendala, yakni soal kelembagaan, infrastruktur termasuk anggaran, dan kewenangan satgas.
”Disamping lembaga ini ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kewenangan sama. dimana indikasi tumpang tindih ada. Tidak usah jauh-jauh ke arah Polri, jaksa dan KPK. Sebetulnya dengan ombudsman sendiri sudah tumpang tindih,” ujar dia.
Satgas Saber Pungli dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Selain itu ada pula Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Sedangkan saran yang diberikan ORI diantaranya perlu ada SOP yang lebih jelas terkait tugas satgas sehingga tidak tumpang tindih. Selain itu perlu membuat data base terpusat agar fungsi kontrol dan pengawas lebih mudah. Perlu pula UPP memaksimalkan cara penyampaian laporan masyarakat.
Sementara itu, Komjen Putut menuturkan memang mereka juga mengalami kendala anggaran. Misalnya bila ada operasi tangkap tangan pejabat di tingkat kabupaten atau kota. Bila dijerat dengan pasal korupsi maka sidang harus dilakukan di pengadilan tipikor yang ada di ibukota propinsi.
”Sehingga itu baik dari kepolisian maupun kejaksaan akan mengalami kesulitan membawa saksi, tersangka dari kabupaten itu ke kota propinsi untuk sidang. Itu tidak hanya sekali. Tapi beberapa kali sidang. Biayanya berapa? Siapa yang menanggung biaya,” ujar dia.
Putut menuturkan dalam dua tahun terakhir ini satgas pusat UPP Saber Pungli kementerian lembaga dan daerah telah melaksanakan operasi tangkap tangan 2.921 kali. Jumlah tersangka 5.159 orang. Sedangkan barang bukti yang diamnkan 320.383.280.582. ”Yang paling besar di Kalimantan Timur dengan barang bukti sekitar Rp 300 miliar. Sudah sampai pengadilan. Sudah sidang dan sudah vonis,” kata dia. (jun)