Yang harus dicatat, kata Yahya Fuad, itu terjadi sebelum dia menjabat sebagai Bupati. "Fakta di persidangan mengungkapkan tidak serupiahpun saya menerima uang fee," kata Yahya usai persidangan. Selebihnya, fee tersebut dikumpulkan oleh pihak-pihak lain seperti tersebut dalam surat dakwaan.
Yahya menyatakan akan memperjuangkan keyakinannya itu pada persidangan-persidangan lanjutan. Di saat yang sama, Yahya berjanji akan memberikan keterangan dan informasi yang dibutuhkan terkait perkaranya tersebut. Termasuk, adanya aliran uang bagi pemerintah pusat yang sempat disinggung JPU KPK.
Dalam surat dakwaan, JPU memang menyebutkan Hojin Ansori menyerahkan uang Rp 1, 05 miliar dan Rp 600 juta kepada seseorang di Hotel Gumaya, Semarang. Namun saat disinggung siapa pejabat pusat yang dimaksud, Yahya enggan menyebut. Hanya, dia mengamini, orang dimaksud adalah DPR RI. "Sementara cukup itu. Nanti bisa dicermati di persidangan," ujarnya.
Di bagian lain, Yahya meminta doa dari masyarakat Kabupaten Kebumen. Diakuinya, perkara yang dihadapinya kali ini sebagai sebuah ujian berat. Apapun yang dia lakukan, ujarnya, dilakukan untuk pembangunan di Kabupaten Kebumen. Seperti misalnya soal dana rintisan untuk proyek dari pusat agar turun ke Kebumen. "Intinya semua untuk pembangunan Kebumen," ujar Yahya dengan suara bergetar.
Yahya Fuad yang terlihat tegar di persidangan itu memang kemudian terlihat tak dapat menyembunyikan rasa gundahnya usai sidang. Apalagi, saat bertemu dengan sejumlah unsur dari Kebumen yang sengaja datang ke persidangan untuk memberikan dukungan. Selain istri, Lilis Nuryani, kemarin terlihat sejumlah tokoh Muhammadiyah Kabupaten Kebumen, kerabat dan Ketua DPC PKB Kebumen, Zaeni Miftah.
Seperti diketahui, Yahya Fuad menjadi terdakwa KPK karena perkara gratifikasi. Dia iancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) HPidana
Dan kedua, pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (cah)