JAKARTA – Partai Gerindra dan Golkar seakan bersaing menjadi parpol yang paling banyak mendaftarkan mantan terpidana korupsi sebagai calon anggota legislatif (caleg). Di level DPRD provinsi dan kabupaten/kota, dua parpol tersebut menyumbang caleg eks terpidana korupsi terbanyak. Masing-masing 27 caleg. Berdasar Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, mereka jelas tidak memenuhi syarat menjadi wakil rakyat.
Temuan Bawaslu dan jajarannya menunjukkan, hampir semua parpol mendaftarkan caleg berstatus mantan terpidana korupsi. Bahkan, bila dua caleg DPR asal Partai Golkar dimasukkan dalam daftar, partai berlambang beringin itu untuk sementara memiliki caleg eks koruptor paling banyak, yakni 29 caleg.
Di bawah Gerindra dan Golkar, partai-partai lawas mendominasi pencalonan mantan koruptor (lihat grafis). Hanya satu partai yang hingga saat ini tidak didapati calegnya berlatar belakang terpidana korupsi, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menuturkan, nama-nama tersebut merupakan temuan awal saat pendaftaran bakal calon legislatif ke masing-masing KPU provinsi dan kabupaten/Kota. ’’Kan ada di SKCK. Di situ ada keterangan pernah terpidana. Bisa dicek di situ,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin (27/7).
Memang, prosesnya akan lebih merepotkan karena harus melihat dokumennya satu persatu. ’’Saat ini nama-nama tersebut masih dalam proses verifikasi,’’ terangnya. Saat ini pun, dia memperkirakan jumlahnya sudah berkurang karena berbagai sebab. Tidak lagi 199 orang. Hanya saja, jumlah pastinya belum bisa disampaikan karena verifikasi masih berlangsung.
Apakah nama-nama tersebut sudah pernah disampaikan ke KPU, Fritz tidak langsung mengiyakan atau membantah. Dia hanya menyebut, KPU memiliki mekanisme sendiri untuk memantau caleg eks koruptor. ’’Kami akan menyampaikan ini ke KPU, karena ini kan kerjaan KPU dan Bawaslu,’’ lanjutnya. Saat penelitian kelengkapan berkas, dokumen-dokumen yang ada diteliti bersama panwaslu atau bawaslu setempat.
Sementara itu, KPU berpegang pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif. ’’Sepanjang belum ada putusan MA (Mahkamah Agung), akan kami kembalikan kepada parpol,’’ terang Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. Parpol diminta mengganti caleg yang didapati sebagai mantan terpidana korupsi.
KPU juga masih menunggu data resmi dari MA terkait siapa saja yang pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi. Tentu saja, yang perkaranya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Data-data itu akan dicocokkan dengan daftar caleg yang dimiliki KPU, sehingga langsung ketahuan siapa saja eks koruptor yang nyaleg.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, partainya mempunyai komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi. Partai yang diketuai Prabowo Subianto itu juga mendukung penuh penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Bahkan, kata dia, partainya paling bagus dalam audit laporan keuangan partai. "Komitmen kami tidak perlu diragukan lagi," ucap dia. Gerindra juga mendukung PKPU yang melarang bekas koruptor sebagai caleg.
Terkait dengan adanya calon anggota DPRD dari Gerindra yang merupakan eks napi korupsi, Riza mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pengecekan dan penelitian terhadap data yang disampaikan Bawaslu. Apakah data itu sesuai dengan fakta di lapangan. "Kami masih melakukan pendataan," paparnya.
Jika mereka terbukti sebagai bekas napi korupsi, mereka tidak boleh mencalonkan. DPP Partai Gerindra sudah mengimbau kepada pengurus di daerah agar secepatnya mengganti nama-nama caleg yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Masih ada waktu untuk menggantinya dengan calon lain.
Yang pasti, lanjut wakil ketua Komisi II DPR RI itu, partainya menjaring sosok-sosok terbaik sebagai caleg. Tidak hanya populer saja, tapi juga mempunyai kemampuan dan track record yang bagus. Mereka harus berkomitmen menjadi wakil rakyat yang baik dan tidak melakukan korupsi.
Wakil Ketua Bakumham DPP Partai Golkar Muslim Jaya Butar Butar mengatakan, Peraturan KPU tentang pencalonan yang melarang napi korupsi untuk nyaleg sudah sangat jelas. "Semua caleg dan partai harus mematuhinya," ucap dia saat ditemui usai diskusi di kantor Formappi kemarin. Namun, setiap orang mempunyai hak untuk mendaftarkan diri sebagai caleg. Tapi, jika nama mereka ditolak karena pernah terjerat kasus korupsi, mereka pun harus menerimnya.
Muslim mengatakan, selain caleg yang harus patuh kepada PKPU, KPU harus taat jika nantinya MA menerima uji materi terkait larangan napi korupsi itu. Tentu, caleg yang berstatus mantan napi tetap bisa nyaleg. Kalau gugatan itu ditolak MA, semua pihak wajib mengikutinya.
Dia menegaskan, pengurus partai di daerah sudah diimbau untuk mengganti caleg yang bermasalah. Golkar juga tidak akan mengajukan gugatan ke Bawaslu terkait penolakan sejumlah caleg DPRD oleh KPU. Hal itu menjadi komitmen Golkar sebagai partai bersih. (byu/lum/agm)
Temuan Bawaslu dan jajarannya menunjukkan, hampir semua parpol mendaftarkan caleg berstatus mantan terpidana korupsi. Bahkan, bila dua caleg DPR asal Partai Golkar dimasukkan dalam daftar, partai berlambang beringin itu untuk sementara memiliki caleg eks koruptor paling banyak, yakni 29 caleg.
Di bawah Gerindra dan Golkar, partai-partai lawas mendominasi pencalonan mantan koruptor (lihat grafis). Hanya satu partai yang hingga saat ini tidak didapati calegnya berlatar belakang terpidana korupsi, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menuturkan, nama-nama tersebut merupakan temuan awal saat pendaftaran bakal calon legislatif ke masing-masing KPU provinsi dan kabupaten/Kota. ’’Kan ada di SKCK. Di situ ada keterangan pernah terpidana. Bisa dicek di situ,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin (27/7).
Memang, prosesnya akan lebih merepotkan karena harus melihat dokumennya satu persatu. ’’Saat ini nama-nama tersebut masih dalam proses verifikasi,’’ terangnya. Saat ini pun, dia memperkirakan jumlahnya sudah berkurang karena berbagai sebab. Tidak lagi 199 orang. Hanya saja, jumlah pastinya belum bisa disampaikan karena verifikasi masih berlangsung.
Apakah nama-nama tersebut sudah pernah disampaikan ke KPU, Fritz tidak langsung mengiyakan atau membantah. Dia hanya menyebut, KPU memiliki mekanisme sendiri untuk memantau caleg eks koruptor. ’’Kami akan menyampaikan ini ke KPU, karena ini kan kerjaan KPU dan Bawaslu,’’ lanjutnya. Saat penelitian kelengkapan berkas, dokumen-dokumen yang ada diteliti bersama panwaslu atau bawaslu setempat.
Sementara itu, KPU berpegang pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif. ’’Sepanjang belum ada putusan MA (Mahkamah Agung), akan kami kembalikan kepada parpol,’’ terang Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. Parpol diminta mengganti caleg yang didapati sebagai mantan terpidana korupsi.
KPU juga masih menunggu data resmi dari MA terkait siapa saja yang pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi. Tentu saja, yang perkaranya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Data-data itu akan dicocokkan dengan daftar caleg yang dimiliki KPU, sehingga langsung ketahuan siapa saja eks koruptor yang nyaleg.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, partainya mempunyai komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi. Partai yang diketuai Prabowo Subianto itu juga mendukung penuh penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Bahkan, kata dia, partainya paling bagus dalam audit laporan keuangan partai. "Komitmen kami tidak perlu diragukan lagi," ucap dia. Gerindra juga mendukung PKPU yang melarang bekas koruptor sebagai caleg.
Terkait dengan adanya calon anggota DPRD dari Gerindra yang merupakan eks napi korupsi, Riza mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pengecekan dan penelitian terhadap data yang disampaikan Bawaslu. Apakah data itu sesuai dengan fakta di lapangan. "Kami masih melakukan pendataan," paparnya.
Jika mereka terbukti sebagai bekas napi korupsi, mereka tidak boleh mencalonkan. DPP Partai Gerindra sudah mengimbau kepada pengurus di daerah agar secepatnya mengganti nama-nama caleg yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Masih ada waktu untuk menggantinya dengan calon lain.
Yang pasti, lanjut wakil ketua Komisi II DPR RI itu, partainya menjaring sosok-sosok terbaik sebagai caleg. Tidak hanya populer saja, tapi juga mempunyai kemampuan dan track record yang bagus. Mereka harus berkomitmen menjadi wakil rakyat yang baik dan tidak melakukan korupsi.
Wakil Ketua Bakumham DPP Partai Golkar Muslim Jaya Butar Butar mengatakan, Peraturan KPU tentang pencalonan yang melarang napi korupsi untuk nyaleg sudah sangat jelas. "Semua caleg dan partai harus mematuhinya," ucap dia saat ditemui usai diskusi di kantor Formappi kemarin. Namun, setiap orang mempunyai hak untuk mendaftarkan diri sebagai caleg. Tapi, jika nama mereka ditolak karena pernah terjerat kasus korupsi, mereka pun harus menerimnya.
Muslim mengatakan, selain caleg yang harus patuh kepada PKPU, KPU harus taat jika nantinya MA menerima uji materi terkait larangan napi korupsi itu. Tentu, caleg yang berstatus mantan napi tetap bisa nyaleg. Kalau gugatan itu ditolak MA, semua pihak wajib mengikutinya.
Dia menegaskan, pengurus partai di daerah sudah diimbau untuk mengganti caleg yang bermasalah. Golkar juga tidak akan mengajukan gugatan ke Bawaslu terkait penolakan sejumlah caleg DPRD oleh KPU. Hal itu menjadi komitmen Golkar sebagai partai bersih. (byu/lum/agm)