HD Sriyanto SH MH MM |
"Apa yang terjadi pada RF (pelaku red) bukan sekedar kesalahan administrasi. Ini juga bukan delik aduan melainkan pidana murni. Sehingga seharusnya ditangani penyidik. Dalam hal ini penyidik harus segera mengambil tindakan, baik penyelidikan maupun penyidikan," tegas Sriyanto, kemarin (30/7/2018).
Langkah hukum ini, ujar Sriyanto mutlak harus dilakukan. Apalagi, kasus ini mendapat perhatian sangat luas dari masyarakat dalam beberapa hari terakhir. Khususnya sejak muncul di media. Belum lagi apa yang dilakukan RF yang diduga sudah melakukan hubungan intim dengan siswa serta disertai ancaman akan menyebarluaskan foto telanjang korban.
Dipastikan, kasus ini berdampak sangat luas. Tak hanya korban, para orang tua atau wali murid pun ikut was-was. Celakanya, seiring dengan itu, Sriyanto belum melihat ada upaya serius dari jajaran kepolisian. Yang terdengar saat ini penyidik baru mau mencari informasi. Bagi Sriyanto, itu sudah sangat terlambat.
Dalam kasus semacam ini, kata Sriyanto, seharusnya penyidik tidak hanya menggunakan pendekatan dogmatis selama ini yang terkesan menunggu laporan baru bertindak. Aparat hukum, masih kata Sriyanto, semestinya juga mempertimbangkan faktor sosiologis dan psikologis.
"Dari media jelas kita apa yang dilakukan RF sudah sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pendidik. Dan saat ini RF sudah mendapat sanksi sosial dari masyarakat dengan dibully (perundungan) di media sosial."
"Proses hukum akan menjadi kesempatan RF membuktikan dia bersalah atau tidak. Dan bagi masyarakat, (langkah dari aparat penegak hukum) akan menjamin kepastian hukum. Bisa kita bayangkan betapa resahnya orang tua melihat perkembangan kasus ini yang terus bergulir di media namun tanpa kepastian hukum," sesal pria yang juga advokat senior di Kabupaten Kebumen tersebut.
Tanpa mendahului proses hukum yang dilakukan, Sriyanto mengatakan, hukuman berat menunggu RF bila terbukti bersalah. Dia dapat dijerat dengan pasal 83 UU no 14 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Ditambah dengan statusnya sebagai pendidik apalagi ASN, RF seharusnya mendapat ancaman hukuman tambahan sepertiga dari ancaman maksimal. "Kalau ancaman hukuman maksimal 15 tahun, pada kasus ini RF bisa diancam 20 tahun karena dia seorang pendidik. Pada banyak kasus lain yang pelakunya bukan pendidik, hukuman minimal saja 5 tahun kok," ujarnya.
Sekali lagi Sriyanto menegaskan pentingnya upaya aparat hukum menangani persoalan ini. Tindakan pihak sekolah yang "hanya" melaporkan kasus ini kepada Balai Pengendali Pendidikan Menengah Dan Khusus (BP2MK) Wilayah IV Magelang dinilainya cukup. Bahkan, kasus ini bukan lagi sekedar kewenangan Gubernur untuk memberi sanksi. Sebab, kasus ini sudah masuk pidana murni.
Seperti diberitakan, publik Kebumen dalam beberapa hari terakhir digemparkan dugaan kasus pelecehan seksual dan tindakan cabul yang dilakukan oleh salah satu Guru SMA Negeri 1 Pejagoan (Smanja) berinisal RF.
Terungkap, kasus tersebut, telah terjadi sejak tahun 2005. Kala itu RF memperdaya para siswi dengan foto telanjang yang didapat saat siswa ganti baju pada pelajaran renang. Informasinya, dengan ancaman akan menyebar foto RF pun berhasil mengajak hubungan badan hingga lima kali. Kuat dugaan, sudah banyak siswa yang menjadi korban kelakuan RF.
Buntut kejadian ini, RF dituntut mundur dari sekolah tempat dia mengajar. Pihak sekolah juga melaporkan kejadian tersebut kepada Magelang. Kasus ini juga mendapat perhatian dari Plt Bupati Kebumen Yazid Mahfudz yang meminta Gubernur memberikan sanksi kepada RF. Sementara, Kasatreskrim Polres Kebumen AKP Aji Darmawan menyatakan pihaknya tengah menangani kasus tersebut. (cah)