fotoahmadsaefurohman/ekspres |
Di depan majelis hakim yang dipimpin Antonius Widijantono itu, para saksi mengakui adanya ijon proyek di lingkungan Pemkab Kebumen. Yakni dengan memberikan comitmen fee. Fee yang mereka berikan 10-11 persen dari nilai anggaran. Tujuan pemberian ini agar proyek dari provinsi atau pusat turun ke Kebumen atau mereka sebut dengan dana rintisan atau lebih dikenal dengan istilah nyengget. Praktek fee ini, diakui para saksi sudah berlangsung setidaknya tahun 2004 atau sebelum Mohammad Yahya Fuad menjabat Bupati.
Ainun, misalnya. Dia mengaku memberikan fee 300 juta. Uang itu ia serahkan kepada Hojin Ansori. Uang itu tidak diserahkan langsung kepada Hojin melainkan ditransfer melalui rekening milik Direktur CV Arta Sarana Teknik, Wagino, yang terafiliasi perusahaan Mohammad Yahya Fuad. Selain jumlah tersebut, Ainun juga mengaku menyerahkan fee sebesar Rp 250 juta kepada staf Hojin, Siti Mukaromah. "Dana Rp 450 juta itu untuk rintisan proyek ke pusat," katanya sembari mengatakan akhirnya mendapat proyek dimaksud berupa 3 proyek peningkatan jalan .
Pengakuan serupa juga diungkapkan Farid Maruf dan Muhson. Farid menyerahkan uang 300 juta kepada Hojin Ansori. Demikian juga Muhson yang pengusaha asal Solo. Dia menyerahkan uang Rp 300 juta langsung kepada Hojin di rumah terdakwa, Jl Cincin Kota 19 Karangsari Kebumen. Ketiganya mengaku menyerahkan uang itu pada rentang 3-13 Februari atau sebelum Mohammad Yahya Fuad dilantik sebagai Bupati Kebumen periode 2016-2021 pada 17 Februari 2016. Terungkap pula, tidak ada aliran uang kepada Mohammad Yahya Fuad.
Sementara, Siti Mukaromah membenarkan adanya penerimaan uang dari para kontraktor di Kebumen untuk Hojin Ansori. Selain dari Ainun, Muhson dan Farid Maruf, ada juga fee dari Arif Ainudin melalui seseorang bernama Warsono senilai Rp 1 miliar.
JPU Joko Hermawan dan Ahmad Burhanudin lantas mengejar mengapa mereka mau memberikan fee kepada Hojin Ansori. Saksi mengaku hal itu sudah lazim terjadi di Kebumen.
Sudah begitu, mereka juga mendengar ada informasi bahwa Hojin merupakan Timses Bupati dan dipercaya mengelola proyek bersumber DAK sehingga mereka percaya saja. Selain Hojin, para saksi juga mengakui ada timses Bupati lain yang mengumpulkan proyek. Seperti Barli Halim untuk APBD dan Muji Hartono alias Ebung untuk Bantuan Provinsi (Banprov).
Di saat yang sama, JPU mencecar bagaimana cara mereka memenangkan lelang. Juga adanya keterlibatan perusahaan milik Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad yakni PT Tradha dalam proses lelang ini.
Saksi mengakui, mereka memenangi lelang dengan cara meminjam perusahaan lain. Namun, untuk perusahaan mereka sendiri melakukan penawaran paling rendah. Terkait dilibatkannya PT Tradha, mereka mengatakan karena perusahaan milik Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad itu memiliki AMP paling banyak di Kebumen.
JPU Joko Hermawan dan Ahmad Burhanudin dalam dakwaannya menyampaikan, Hojin didakwa mengumpulkan fee dari sejumlah rekanan di Kebumen senilai Rp 6,16 miliar. Dana tersebut diperoleh dari Ainun (Rp 550 juta), Farid Maruf dan Muhson masing-masing Rp 300 juta, Arif Ainudin Rp1,08 miliar, Abdul Karnai Rp 150 juta serta dari PT Sarana Multi Usaha Rp 650 juta.
Uang itu lantas disetorkan kepada Agus Marwanto yang kemudian memasukkannya ke rekening PT Tradha Grup senilai Rp 2,3 miliar. Sedangkan Rp 400 juta kepada Arif Rahman Hakim yang diketahui adik kandung Mohammad Yahya Fuad. Uang-uang ini sebagai pengganti dana rintisan proyek ke pusat.
Joko Hermawan mengatakan, saat penyerahan uang-uang itu memang sebelum Yahya Fuad dilantik sebagai Bupati Kebumen. Namun saat itu, sudah diketahui bahwa Yahya Fuad memenangkan Pilkada Kebumen. Dalam perkara ini, JPU meyakini Mohammad Yahya Fuad mengetahui bahkan membagikan proyek-proyek tersebut kepada timsesnya.
Fee dari pengusaha itu untuk menggantikan dana rintisan yang sudah telanjur dikeluarkan Mohammad Yahya Fuad. Dalam pelaksanaan lelang, PT Tradha yang juga milik Bupati juga dilibatkan. (cah)