IMAM/EKSPRES |
Dalam kondisi normal, Bukit Perkuwuhan (Pulau) yang berada di tengah tepi waduk biasanya tidak tampak. Namun saat kemarau seperti saat ini, bukit yang awalnya merupakan makam itu tampak gagah menjulang. Keringnya waduk juga dipengarui oleh keringnya dua sumber mata air yang mengisi waduk tersebut yakni sungai Sampang dan Kedungringin.
Sekedar mengingatkan Waduk Sempor sendiri dibangun pada tahun 1978. Ini merujuk pada data Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Laju sedimentasi di Waduk Sempor mencapai sekitar 160.000 m3 setiap tahun. Daya tampung Waduk Sempor semakin menurun seiring laju sedimentasi yang cukup tinggi, padahal kebutuhan air bagi masyarakat semakin meningkat.
Selain untuk pengairan dan wisata, Waduk Sempor juga digunakan sebagai sarana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), pengendali banjir, penyedia air minum dan perikanan. Di awal pembuatanya Waduk Sempor mampu menampung air 52 juta meter kubik. Namun pada pengukuran terakhir yakni tahun 1998 volume maksimal air waduk tinggal 38,363 juta meter kubik. volume sedimen antara 1994-1998 mencapai 1,488 juta meter kubik.
Keringnya waduk, juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Beberapa wisatawan sengaja datang untuk melihat kondisi waduk yang hanya tinggal menampung 30 persen air saja. Selain untuk perkebunan, kondisi waduk kering juga memicu munculnya taman krokot. Yakni sejenis tumbuhan liar yang termpar saat waduk sedang surut. “Bagian waduk yang kering kerap menjadi tempat bagi para wisatawan mengadakan kegiatan,” tutur anggota Pokdarwis Mukti Marandesa Desa/Kecamatan Sempor Taufik, Jumat (3/8/2018).
Dijelaskanya beberapa waktu lalu, juga terdapat pelajar-pelajar yang melaksanakan kemah di sekitar area waduk yang mengering. Pasalnya terdapat area yang luas kering dan rata. Lokasi tersebut menjadi favorit mengingat hanya dapat digunakan saat musim kemarau saja. “Meski secara fungsi waduk untuk pengairan berkurang, namun wisata tetap dapat berjalan,” ucapnya. (mam)