PURBALINGGA- Upaya para tenaga honorer guru tidak tetap (GTT) di Purbalingga memperjuangkan nasib, tetap membara. Mereka tetap mengancam akan melakukan mogok massal, paling tidak bulan depan, selama sebulan penuh.
Aksi itu akan dilakukan ketika ada instruksi dari pengurus pusat karena tidak ada respon atas aspirasi para GTT. Terlebih pemerintah tetap membuka pengadaan CPNS formasi umum tanpa mengakomodir semua GTT.
Ketua Forum Honorer Pendidik dan Tenaga Pendidikan (FHPTK) Kabupaten Purbalingga Abas Rosyadi mengatakan, aksi mogok dilakukan tetap murni sebagai bentuk protes karena aspirasi mereka tidak didengarkan oleh pemerintah. Setidaknya, dengan melakukan aksi mogok, pemerintah bisa merasakan bagaimana keberadaan guru honorer di sekolah- sekolah.
“Bisa dibayangkan, saat ini saja ada sekolah yang hanya memiliki dua orang guru PNS. Sisanya semua GTT honorer. Jika ada yang pensiun dan tanpa adanya honorer mau apa sekolah. Lalu saat kami mogok, apa pembelajaran akan terlaksana, tentunya akan terganggu,” paparnya, Kamis (27/9/2018).
Lebih lanjut dikatakan, pihaknya telah mengkomunikasikan rencana tersebut kepada Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pubalingga. Dinas tidak bisa berbuat banyak, karena ini aksi menyeluruh dan nasional.
“Dindikbud Purbalingga tidak bisa melarang. Disatu sisi jika dilarang maka akan melanggar UU menyampaikan pendapat di depan umum. Kalau mengizinkan juga salah, jadi berjalan apa adanya saja, tetap melakukan aksi mogok,” tambahnya.
Plt Dindikbud Kabupaten Purbalingga Subeno mengakui telah mengetahui rencana tersebut. Dirinya juga membenarkan adanya komunikasi dari mereka. Pihaknya secara tidak langsung tidak melarang.
“Jika itu menjadi plihan, mungkin pilihan terakhir. Kalau ada yang semacam itu sifatnya tidak lokal kami masih bisa memahami,” tutur Subeno, kemarin.
Meski begitu, diri tetap mengimbau jika guru tetap nekat akan melakukan mogok masal, diharapkan jangan sampai melupakan tanggungjawabnya. Bisa saja, agar tidak melupakan tanggungjawabnya, siswa diberikan tugas di kelas atau sejenisnya.
“Kami juga tetap meminta meereka bertanggungjawab, jika tidak berangkat harus izin kepala sekolah sebagai pimpinannya. Termasuk izin ketika hanya mengajar dengan memberikan tugas,” ujarnya. (amr)
Aksi itu akan dilakukan ketika ada instruksi dari pengurus pusat karena tidak ada respon atas aspirasi para GTT. Terlebih pemerintah tetap membuka pengadaan CPNS formasi umum tanpa mengakomodir semua GTT.
Ketua Forum Honorer Pendidik dan Tenaga Pendidikan (FHPTK) Kabupaten Purbalingga Abas Rosyadi mengatakan, aksi mogok dilakukan tetap murni sebagai bentuk protes karena aspirasi mereka tidak didengarkan oleh pemerintah. Setidaknya, dengan melakukan aksi mogok, pemerintah bisa merasakan bagaimana keberadaan guru honorer di sekolah- sekolah.
“Bisa dibayangkan, saat ini saja ada sekolah yang hanya memiliki dua orang guru PNS. Sisanya semua GTT honorer. Jika ada yang pensiun dan tanpa adanya honorer mau apa sekolah. Lalu saat kami mogok, apa pembelajaran akan terlaksana, tentunya akan terganggu,” paparnya, Kamis (27/9/2018).
Lebih lanjut dikatakan, pihaknya telah mengkomunikasikan rencana tersebut kepada Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pubalingga. Dinas tidak bisa berbuat banyak, karena ini aksi menyeluruh dan nasional.
“Dindikbud Purbalingga tidak bisa melarang. Disatu sisi jika dilarang maka akan melanggar UU menyampaikan pendapat di depan umum. Kalau mengizinkan juga salah, jadi berjalan apa adanya saja, tetap melakukan aksi mogok,” tambahnya.
Plt Dindikbud Kabupaten Purbalingga Subeno mengakui telah mengetahui rencana tersebut. Dirinya juga membenarkan adanya komunikasi dari mereka. Pihaknya secara tidak langsung tidak melarang.
“Jika itu menjadi plihan, mungkin pilihan terakhir. Kalau ada yang semacam itu sifatnya tidak lokal kami masih bisa memahami,” tutur Subeno, kemarin.
Meski begitu, diri tetap mengimbau jika guru tetap nekat akan melakukan mogok masal, diharapkan jangan sampai melupakan tanggungjawabnya. Bisa saja, agar tidak melupakan tanggungjawabnya, siswa diberikan tugas di kelas atau sejenisnya.
“Kami juga tetap meminta meereka bertanggungjawab, jika tidak berangkat harus izin kepala sekolah sebagai pimpinannya. Termasuk izin ketika hanya mengajar dengan memberikan tugas,” ujarnya. (amr)