Agung Widhianto/istimewa |
"Sejauh pengamatan saya, penanganan kasus korupsi oleh KPK di Kebumen sejak 2016 hingga sekarang belum memenuhi harapan masyarakat karena ada keadilan yang dipersepsikan masyakarat belum kunjung terjadi," kata lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang kini menempuh studi S2 di Universitas Umea Swedia tersebut, Jumat (7/9/2018).
Alih-alih memproses seluruh pihak yang terlibat, KPK malah terlihat ragu bahkan terkesan tersandera oleh pihak-pihak tertentu. Secara politik, kata Agung, KPK memiliki posisi dan daya tawar yang lemah terhadap sejumlah pihak yang memiliki pengaruh untuk mendesain arah dan proses penanganan kasus korupsi di Kebumen.
Baca juga:
(Terkait Perkara Korupsi, Kebumen Bisa Saja Bernasib Seperti Malang)
"Konkretnya, KPK terus saja berputar-putar dalam kasus yang sama dan di level yang sama. Semestinya KPK lebih "berani" mengusut kasus korupsi tersebut hingga ke level provinsi dan level nasional dengan menyeret seluruh elite yang terlibat ke pengadilan," ujar Agung yang memang mengikuti dari awal penanganan perkara korupsi KPK di Kebumen itu.
Yang lebih disayangkan, lanjut Agung, dalam pelaku yang sudah diproses pun KPK dinilai tak maksimal. Indikasinya dari vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Tipikoryang seluruhnya kurang dari lima tahun.
"KPK sebenarnya tidak serius memberikan sanksi hukum maksimal atas nama stabilitas pembangunan di Kebumen. Dampaknya, seluruh terdakwa korupsi hanya dituntut kurang dari 5 tahun kurungan penjara. Ini membuat masyakarat menduga-menduga bahwa KPK sebenarnya sedang "bermain-main" dengan menunjukkan "pertunjukan politik" berbungkus hukum," katanya.
Sebelumnya, Ketua Pusat Anti Korupsi (Pukat) Dr Zainal Arifin Mochtar mendorong KPK menuntaskan perkara korupsi di Kebumen. KPK diminta mengesampingkan alasan lain yang tidak berkaitan langsung dengan hukum yang ditangani. Seperti misalnya kekhawatiran akan terjadi kelumpuhan pemerintahan akibat banyaknya penyelenggara negara yang menjadi tersangka.
Pada satu kesempatan, Jaksa KPK, Fitroh Roh Cahyanto menyatakan KPK murni berjalan dalam koridor hukum dalam setiap perkara yang ditangani. Yang harus dipahami, katanya, penanganan perkara membutuhkan proses alias waktu, apalagi personel KPK juga terbatas. "Yang pasti, tidak ada istilah intervensi atau semacamnya dalam penanganan perkara," tegas Fitroh.(cah)