JAKARTA – Payung hukum untuk merealisasikan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government secara terintegrasi akhirnya terwujud. Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE.
Perpres tersebut mengatur mekanisme untuk mengintegrasikan sistem e-government yang dimiliki lembaga, kementerian, dan pemerintah daerah. Dengan begitu, e-government tidak terpisah-pisah seperti saat ini.
Penggunaan sistem e-government yang terpisah mengakibatkan pembengkakan anggaran mencapai triliunan rupiah. Berdasarkan hasil kajian Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Nasional tahun 2016, dalam kurun waktu 20l4 – 2016 saja, total belanja pemerintah untuk perangkat lunak (aplikasi) dan perangkat keras mencapai Rp 12,7 triliun. Artinya, rata-rata belanja TIK pemerintah setiap tahun mencapai Rp 4,23 triliun.
Selain itu, ditemukan juga fakta jika 65 persen dari belanja perangkat aplikasi digunakan untuk membangun aplikasi yang sama antar instansi pemerintah. Padahal, berdasarkan survei infrastruktur Pusat Data (data center) tahun 20l8, terdapat 2.700 Pusat Data di 630 Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Artinya, rata-rata setiap instansi memiliki 4 pusat data. Fakta itu mengindikasikan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah di dalam pengembangan SPBE. Dengan terintegrasinya e-government secara nasional, anggaran belanja TIK diharapkan bisa terpangkas.
Selain itu, penggunaan e-government secara terintegrasi dapat meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Baik dalam pengelolaan keuangan negara, akuntabilitas kinerja, persepsi korupsi, dan pelayanan publik. Pada akhir 2025, pemerintah berharap bisa mencapai keterpaduan SPBE (e-government).
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengapresiasi pengesahan perpres itu. Menurut dia, perpres bisa membantu mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan modern. Sebab, semua pelayanan birokrasi akan berbasis digital. "Itu sangat bagus dalam rangka mewujudkan good governance,” ujarnya kemarin (12/10). Menurut dia, sistem digital yang terintegrasi bisa mengurangi penyimpangan yang selama ini bisa terjadi di berbagai sektor.
Dengan perpres itu, kata dia, masyarakat bisa menuntut tata kelola pemerintahan yang baik. Pasalnya, masyarakat bisa langsung memantau pelayanan publik yang ada di setiap birokrasi pemerintahan. "Kan masyarakat nantinya bisa berpartisipasi, bisa melihat sejauh mana kinerja pemerintah di birokrasi," imbuhnya. Selama ini, menurut Trubus, birokrasi pemerintahan termasuk yang menjadi sorotan publik. Sebab, penyimpangan dalam proses pelayanan publik masih bermunculan. (far/oni)
Perpres tersebut mengatur mekanisme untuk mengintegrasikan sistem e-government yang dimiliki lembaga, kementerian, dan pemerintah daerah. Dengan begitu, e-government tidak terpisah-pisah seperti saat ini.
Penggunaan sistem e-government yang terpisah mengakibatkan pembengkakan anggaran mencapai triliunan rupiah. Berdasarkan hasil kajian Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Nasional tahun 2016, dalam kurun waktu 20l4 – 2016 saja, total belanja pemerintah untuk perangkat lunak (aplikasi) dan perangkat keras mencapai Rp 12,7 triliun. Artinya, rata-rata belanja TIK pemerintah setiap tahun mencapai Rp 4,23 triliun.
Selain itu, ditemukan juga fakta jika 65 persen dari belanja perangkat aplikasi digunakan untuk membangun aplikasi yang sama antar instansi pemerintah. Padahal, berdasarkan survei infrastruktur Pusat Data (data center) tahun 20l8, terdapat 2.700 Pusat Data di 630 Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Artinya, rata-rata setiap instansi memiliki 4 pusat data. Fakta itu mengindikasikan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah di dalam pengembangan SPBE. Dengan terintegrasinya e-government secara nasional, anggaran belanja TIK diharapkan bisa terpangkas.
Selain itu, penggunaan e-government secara terintegrasi dapat meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Baik dalam pengelolaan keuangan negara, akuntabilitas kinerja, persepsi korupsi, dan pelayanan publik. Pada akhir 2025, pemerintah berharap bisa mencapai keterpaduan SPBE (e-government).
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengapresiasi pengesahan perpres itu. Menurut dia, perpres bisa membantu mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan modern. Sebab, semua pelayanan birokrasi akan berbasis digital. "Itu sangat bagus dalam rangka mewujudkan good governance,” ujarnya kemarin (12/10). Menurut dia, sistem digital yang terintegrasi bisa mengurangi penyimpangan yang selama ini bisa terjadi di berbagai sektor.
Dengan perpres itu, kata dia, masyarakat bisa menuntut tata kelola pemerintahan yang baik. Pasalnya, masyarakat bisa langsung memantau pelayanan publik yang ada di setiap birokrasi pemerintahan. "Kan masyarakat nantinya bisa berpartisipasi, bisa melihat sejauh mana kinerja pemerintah di birokrasi," imbuhnya. Selama ini, menurut Trubus, birokrasi pemerintahan termasuk yang menjadi sorotan publik. Sebab, penyimpangan dalam proses pelayanan publik masih bermunculan. (far/oni)