JAKARTA – Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan waspada hujan lebat sampai akhir Januari. Hujan lebat ini berpotensi membawa bencana hidrometerologi. Seperti banjir, banjir bandang, angin kencang, dan tanah longsor.
Deputi Bidang Meteorologi Mulyono R. Prabowo mengatakan potensi hujan lebat itu berpeluang terjadi dalam rentang 23-30 Januari. Penyebabnya adalah masih terdapat aliran massa udara basah dari Samudera Hindia yang masuk ke wilayah Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, dan NTT. "Bersamaan dengan itu masih kuatnya Monsun Dingin Asia beserta hangatnya suhu muka laut di wilayah perairan Indonesia," jelasnya kemarin. Kondisi tersebut memicu pertumbuhan awan yang cukup tinggi.
BMKG mendeteksi beberapa daerah yang berpotensi mengalami hujan lebat pada 23-26 Januari. Diantaranya adalah seluruh wilayah di Pulau Jawa, Aceh, Lampung, Bali, NTB dan NTT. Kemudian untuk periode 27-30 Januari di daerah-daerah tersebut juga berpotensi masih mengalami curah hujan yang tinggi.
"Tidak hanya hujan lebat. Masyarakat nelayan dan pesisir juga perlu mewaspadai potensi gelombang tinggi 2,5 meter hingga 4 meter," jelasnya. Gelombang tinggi diantaranya terjadi di periran selatan Banten hingga Jawa Tengah. Kemudian terus ke barat hingga Laut Bali. Sementara itu untuk perairan di wilayah Jawa bagian timur berpotensi mengalami gelombang setinggi 4 meter hingga 6 meter.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menghimbau untuk waspada. Perilaku tanggap dan sadar akan potensi bencana agar kerugian yang ditimbulkan bisa diminimalisir. Sebab, tidak dipungkiri Indonesia merupakan daerah rawan bencana.
"Budaya perilaku tanggap bencana merupakan upaya untuk mengantisipasi. Jadi, sangat penting. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah langganan banjir maupun yang berada di sekitar gunung berapi dan rawan gempa, misalnya," ucap Dwikorita saat ditemui di Kantor Kemenko-PMK kemarin.
Khusus potensi banjir dan angin kencang, Dwikorita menyarankan masyarakat untuk memantau kondisi dan peringatan cuaca melalui aplikasi "Info BMKG". Pada aplikasi tersebut tercantum lengkap mengenai intensitas air, kecepatan, dan arah tiup angin. Jadi, masyarakat bisa mengetahui potensi cuaca sehari-hari menimbulkan bencana atau tidak.
Bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan SAR Nasional serta stakeholder kebencanaan lainnya, BMKG berinovasi untuk memberikan pendidikan penanganan bencana ke sekolah di tahun 2019. Kegiatan tersebut merupakan upaya preventif pemerintah untuk membangun dan menanamkan budaya tanggap bencana. Rencananya, kata Dwikorita, tim akan mengunjungi sekolah-sekolah untuk mengajar dan sosialisasi seminggu sekali.
Kegiatan tersebut akan serentak dilakukan di seluruh Indonesia. Tidak hanya banjir. Namun, juga mengajarkan mitigasi bencana gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung berapi. "Teknis pelaksanaan kami serahkan ke dinas masing-masing daerah. Karena mereka yang mengetahui karakter di lapangan. Pemerintah pusat akan memonitoring dan mengevaluasi," ucap Kepala BNPB Doni Monardo. (wan/han)
Deputi Bidang Meteorologi Mulyono R. Prabowo mengatakan potensi hujan lebat itu berpeluang terjadi dalam rentang 23-30 Januari. Penyebabnya adalah masih terdapat aliran massa udara basah dari Samudera Hindia yang masuk ke wilayah Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, dan NTT. "Bersamaan dengan itu masih kuatnya Monsun Dingin Asia beserta hangatnya suhu muka laut di wilayah perairan Indonesia," jelasnya kemarin. Kondisi tersebut memicu pertumbuhan awan yang cukup tinggi.
BMKG mendeteksi beberapa daerah yang berpotensi mengalami hujan lebat pada 23-26 Januari. Diantaranya adalah seluruh wilayah di Pulau Jawa, Aceh, Lampung, Bali, NTB dan NTT. Kemudian untuk periode 27-30 Januari di daerah-daerah tersebut juga berpotensi masih mengalami curah hujan yang tinggi.
"Tidak hanya hujan lebat. Masyarakat nelayan dan pesisir juga perlu mewaspadai potensi gelombang tinggi 2,5 meter hingga 4 meter," jelasnya. Gelombang tinggi diantaranya terjadi di periran selatan Banten hingga Jawa Tengah. Kemudian terus ke barat hingga Laut Bali. Sementara itu untuk perairan di wilayah Jawa bagian timur berpotensi mengalami gelombang setinggi 4 meter hingga 6 meter.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menghimbau untuk waspada. Perilaku tanggap dan sadar akan potensi bencana agar kerugian yang ditimbulkan bisa diminimalisir. Sebab, tidak dipungkiri Indonesia merupakan daerah rawan bencana.
"Budaya perilaku tanggap bencana merupakan upaya untuk mengantisipasi. Jadi, sangat penting. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah langganan banjir maupun yang berada di sekitar gunung berapi dan rawan gempa, misalnya," ucap Dwikorita saat ditemui di Kantor Kemenko-PMK kemarin.
Khusus potensi banjir dan angin kencang, Dwikorita menyarankan masyarakat untuk memantau kondisi dan peringatan cuaca melalui aplikasi "Info BMKG". Pada aplikasi tersebut tercantum lengkap mengenai intensitas air, kecepatan, dan arah tiup angin. Jadi, masyarakat bisa mengetahui potensi cuaca sehari-hari menimbulkan bencana atau tidak.
Bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan SAR Nasional serta stakeholder kebencanaan lainnya, BMKG berinovasi untuk memberikan pendidikan penanganan bencana ke sekolah di tahun 2019. Kegiatan tersebut merupakan upaya preventif pemerintah untuk membangun dan menanamkan budaya tanggap bencana. Rencananya, kata Dwikorita, tim akan mengunjungi sekolah-sekolah untuk mengajar dan sosialisasi seminggu sekali.
Kegiatan tersebut akan serentak dilakukan di seluruh Indonesia. Tidak hanya banjir. Namun, juga mengajarkan mitigasi bencana gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung berapi. "Teknis pelaksanaan kami serahkan ke dinas masing-masing daerah. Karena mereka yang mengetahui karakter di lapangan. Pemerintah pusat akan memonitoring dan mengevaluasi," ucap Kepala BNPB Doni Monardo. (wan/han)