JAKARTA – Teror bakar kendaraan di Semarang dan sekitarnya diduga dilakukan kelompok profesional dan terlatih. Sasaran mereka bukan materi, melainkan menciptakan keresahan masyarakat.
Indikasi tersebut disampaikan kriminolog Universitas Diponegoro Dr Nurochaeti kemarin (6/2). Perempuan yang akrab disapa Eti itu menyebutkan, kelompok teror tersebut bukan orang sembarangan. Dia juga meyakini aksi itu tidak hanya dilakukan satu atau dua orang. Tapi, terorganisasi secara profesional dan melibatkan aktor intelektual. ”Sudah berapa lokasi dan korban yang ditimbulkan. Tidak mungkin hanya perorangan. Sebab, efeknya bisa dibilang masif,’’ katanya.
Selain itu, lanjut Eti, pelaku tidak mendapat keuntungan sama sekali dari aksinya. Sebab, para korban tidak kehilangan barang. Mereka hanya mengalami kerugian akibat kendaraan terbakar. Dia menduga, ada kesepakatan tertentu antara pelaku dan aktor intelektual kelompok tersebut.
Dosen spesialis kriminologi, penologi, dan viktimologi itu menjelaskan, sulit mencari bukti bahwa teror tersebut memiliki hubungan dengan unsur politik. Namun, dia yakin aksi-aksi itu sengaja dilakukan untuk memperkeruh suasana menjelang pemilu. Secara kuantitas, kata dia, teror tersebut menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Sasarannya bukan hanya pemilik kendaraan, melainkan juga meneror masyarakat yang lebih luas. Peran polisi sangat sentral untuk meredam situasi agar kembali kondusif,” ujarnya.
Sementara itu, hingga kemarin polisi belum mampu membekuk satu pun pelaku teror. Padahal, sudah lebih dari sebulan teror bakar kendaraan itu berlangsung secara beruntun di Semarang dan daerah sekitarnya. Polisi berdalih masih mendalami 17 insiden teror yang terjadi di Kota Semarang. Apa hasilnya? Berdasar hasil analisis polisi, semua aksi pembakaran berlangsung di kecamatan perbatasan. Yakni, Ngaliyan, Tugu, Pedurungan, dan Banyumanik.
Lokasi yang diincar adalah permukiman padat penduduk yang memiliki lebih dari satu akses keluar-masuk. ”Tidak pernah melancarkan aksinya di perumahan elite atau realestat,” ucap Kapolrestabes Semarang Kombespol Abiyoso Senno Aji kemarin. Meski modusnya sama, lanjut Abiyoso, lokasi kejadian diduga dipilih secara acak. Kebanyakan kendaraan bermotor yang menjadi sasaran diparkir di teras rumah berpagar.
Abiyoso belum bisa memastikan motif di balik aksi pembakaran itu. Dia mengatakan bahwa jajarannya baru mengantongi petunjuk dari rekaman CCTV (closed circuit television) di dua TKP. Yakni, Jalan Gaharu Utara Dalam VI, Banyumanik, dan Jalan Menoreh Timur II, Gajahmungkur. Alumnus Akademi Kepolisian 1992 tersebut mengakui, peneror termasuk bernyali dan terlatih.
Di bagian lain, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono mengatakan bahwa aksi teror tersebut bertujuan menciptakan keresahan masyarakat. ”Laporan dari Wadir Intelkam, tidak ada motif ekonomi maupun dendam pribadi. Kami simpulkan ini murni upaya menciptakan keresahan di tengah masyarakat,” tegas Condro kemarin dini hari. Apa ada kaitannya dengan pemilihan umum? Condro membantah. ”Ini murni perbuatan kriminal,” tegasnya.
Berdasar penelusuran Jawa Pos, para korban tidak memiliki latar belakang partai politik. Mereka rata-rata masyarakat biasa yang berasal dari kalangan ekonomi kelas menengah. Di Puspogiwang I, misalnya. Korban bernama Sunarto adalah penjual bakso di Kabupaten Grobogan.
Korban lain bernama Alexander Gumilang, warga Perumahan Beringin Asri III, Ngaliyan, juga bukan tokoh parpol. Dia berprofesi sebagai pengacara. Sedangkan Adiyantoro, warga Menoreh Timur II yang tiga motornya hangus dibakar, bekerja sebagai pegawai di Universitas Negeri Semarang.
Di sisi lain, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Syahardiantono menyatakan, Polri masih meraba-raba siapa aktor di balik teror pembakaran kendaraan. ”Tim khusus Bareskrim, Polda Jateng, dan polres masih menganalisis semua. CCTV, keterangan saksi, hingga bukti apa pun yang layak,” jelasnya.
Kesimpulan sementara belum merujuk pada pelaku teror. Namun, melihat kesamaan modus operandinya, Polri menduga pelaku merupakan satu kelompok yang sama. ”Bukan kelompok terpisah,” paparnya. Polisi juga meyakini bahwa teror tersebut direncanakan matang dengan tujuan tidak meninggalkan jejak atau bekas.
”Maka, penyidik tentu harus menemukan jejak yang coba dihilangkan itu,” terangnya. Dia menuturkan, Polri menggandeng TNI untuk melakukan upaya preventif. ”Mencegah agar kejadian tidak terulang, pengungkapan dan pencegahan harus seimbang,” papar mantan Kapolres Pasuruan tersebut. (han/idr/c7/oni)
Indikasi tersebut disampaikan kriminolog Universitas Diponegoro Dr Nurochaeti kemarin (6/2). Perempuan yang akrab disapa Eti itu menyebutkan, kelompok teror tersebut bukan orang sembarangan. Dia juga meyakini aksi itu tidak hanya dilakukan satu atau dua orang. Tapi, terorganisasi secara profesional dan melibatkan aktor intelektual. ”Sudah berapa lokasi dan korban yang ditimbulkan. Tidak mungkin hanya perorangan. Sebab, efeknya bisa dibilang masif,’’ katanya.
Selain itu, lanjut Eti, pelaku tidak mendapat keuntungan sama sekali dari aksinya. Sebab, para korban tidak kehilangan barang. Mereka hanya mengalami kerugian akibat kendaraan terbakar. Dia menduga, ada kesepakatan tertentu antara pelaku dan aktor intelektual kelompok tersebut.
Dosen spesialis kriminologi, penologi, dan viktimologi itu menjelaskan, sulit mencari bukti bahwa teror tersebut memiliki hubungan dengan unsur politik. Namun, dia yakin aksi-aksi itu sengaja dilakukan untuk memperkeruh suasana menjelang pemilu. Secara kuantitas, kata dia, teror tersebut menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Sasarannya bukan hanya pemilik kendaraan, melainkan juga meneror masyarakat yang lebih luas. Peran polisi sangat sentral untuk meredam situasi agar kembali kondusif,” ujarnya.
Sementara itu, hingga kemarin polisi belum mampu membekuk satu pun pelaku teror. Padahal, sudah lebih dari sebulan teror bakar kendaraan itu berlangsung secara beruntun di Semarang dan daerah sekitarnya. Polisi berdalih masih mendalami 17 insiden teror yang terjadi di Kota Semarang. Apa hasilnya? Berdasar hasil analisis polisi, semua aksi pembakaran berlangsung di kecamatan perbatasan. Yakni, Ngaliyan, Tugu, Pedurungan, dan Banyumanik.
Lokasi yang diincar adalah permukiman padat penduduk yang memiliki lebih dari satu akses keluar-masuk. ”Tidak pernah melancarkan aksinya di perumahan elite atau realestat,” ucap Kapolrestabes Semarang Kombespol Abiyoso Senno Aji kemarin. Meski modusnya sama, lanjut Abiyoso, lokasi kejadian diduga dipilih secara acak. Kebanyakan kendaraan bermotor yang menjadi sasaran diparkir di teras rumah berpagar.
Abiyoso belum bisa memastikan motif di balik aksi pembakaran itu. Dia mengatakan bahwa jajarannya baru mengantongi petunjuk dari rekaman CCTV (closed circuit television) di dua TKP. Yakni, Jalan Gaharu Utara Dalam VI, Banyumanik, dan Jalan Menoreh Timur II, Gajahmungkur. Alumnus Akademi Kepolisian 1992 tersebut mengakui, peneror termasuk bernyali dan terlatih.
Di bagian lain, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono mengatakan bahwa aksi teror tersebut bertujuan menciptakan keresahan masyarakat. ”Laporan dari Wadir Intelkam, tidak ada motif ekonomi maupun dendam pribadi. Kami simpulkan ini murni upaya menciptakan keresahan di tengah masyarakat,” tegas Condro kemarin dini hari. Apa ada kaitannya dengan pemilihan umum? Condro membantah. ”Ini murni perbuatan kriminal,” tegasnya.
Berdasar penelusuran Jawa Pos, para korban tidak memiliki latar belakang partai politik. Mereka rata-rata masyarakat biasa yang berasal dari kalangan ekonomi kelas menengah. Di Puspogiwang I, misalnya. Korban bernama Sunarto adalah penjual bakso di Kabupaten Grobogan.
Korban lain bernama Alexander Gumilang, warga Perumahan Beringin Asri III, Ngaliyan, juga bukan tokoh parpol. Dia berprofesi sebagai pengacara. Sedangkan Adiyantoro, warga Menoreh Timur II yang tiga motornya hangus dibakar, bekerja sebagai pegawai di Universitas Negeri Semarang.
Di sisi lain, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Syahardiantono menyatakan, Polri masih meraba-raba siapa aktor di balik teror pembakaran kendaraan. ”Tim khusus Bareskrim, Polda Jateng, dan polres masih menganalisis semua. CCTV, keterangan saksi, hingga bukti apa pun yang layak,” jelasnya.
Kesimpulan sementara belum merujuk pada pelaku teror. Namun, melihat kesamaan modus operandinya, Polri menduga pelaku merupakan satu kelompok yang sama. ”Bukan kelompok terpisah,” paparnya. Polisi juga meyakini bahwa teror tersebut direncanakan matang dengan tujuan tidak meninggalkan jejak atau bekas.
”Maka, penyidik tentu harus menemukan jejak yang coba dihilangkan itu,” terangnya. Dia menuturkan, Polri menggandeng TNI untuk melakukan upaya preventif. ”Mencegah agar kejadian tidak terulang, pengungkapan dan pencegahan harus seimbang,” papar mantan Kapolres Pasuruan tersebut. (han/idr/c7/oni)