KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Penolakan terhadap Majelis Tafsir Al Quran (MTA) di Kabupaten Kebumen kembali terjadi. Setelah sebelumnya mendapatkan penolakan di Desa Adikarto dan Kemujan Kecamatan Adimulyo, kali ini MTA kembali mendapatkan penolakan dari masyarakat Desa Sidomukti Adimulyo. Penolakan dilaksanakan oleh warga dengan blokade jalan untuk menghalau saat hendak melakukan kajian, Kamis (31/1/2019)
Informasi yang berhasil di himpun Ekspres di lokasi kejadian menyebutkan, masyarakat mulai berkumpul untuk memblokade jalan menuju rumah pasangan suami istri Jumiati dan Budiarjo RT 1 RW 7 desa setempat.
Rumah Budiarjo inilah yang akan digunakan oleh warga MTA untuk melaksanakan kajian. Dalam aksinya warga juga membentangkan poster berisi tulisan penolakan.
Saat ratusan warga MTA berdatangan, ratusan masyarakat Desa Sidomukti melakukan penghadangan. Jumlah masa yang nyaris sama membuat kekuatan dari dua kubu terlihat seimbang. Nyaris terjadi bentrokan antar kedua belah pihak. Beruntung suasana tetap kondusif lantaran dilakukan penjagaan ketat dari aparat kepolisian maupun TNI.
Kepala Desa Sidomukti Suparmin menyampaikan sebelumnya MTA melayangkan surat pemberitahuan kepada pemerintah desa. Ini berkaitan dengan akan adanya kajian yang dilaksanakan di rumah Budiarjo. Usai mendapat surat tersebut dilaksanakanlah musyawarah warga. Dalam musyawarah tersebut mayoritas warga sepakat untuk menolak tempat kajian di desa Sidomukti. “Warga menolak kegiatan kajian MTA karena dikhawatirkan menyebabkan ketidaknyamanan warga," katanya.
Terkait dengan persoalan tersebut, Suparmin menyampaikan akan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun warga Sidomukti tetap tidak berkenan jika di desa dilaksanakan untuk tempat kajian MTA.
Sementara itu salah satu warga Sirun (45) menyampaikan adanya penolakan juga berkaitan dengan perbedaan ajaran MTA dengan masyarakat. Terdapat perbedaan tersebut dikhawatirkan dapat memicu perpecahan di masyarakat. “Kami khawatir saja, jika adanya MTA akan membuat suasana tidak kondusif,” katanya.
Menurutnya selama ini warga sudah melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan kearifan lokal. Itu seperti mitoni, mpuputi, yasinan, tahlilan dan lain sebagainya. “Kami akan terus melakukan penolakan jika MTA akan tetap melakukan kajian di Desa Sidomukti,” ucapnya.
Terpisah, tokoh muda Kebumen Herwin Kunadi menyampaikan, persoalan MTA di Kebumen ini seharusnya tidak perlu terjadi. Konflik, katanya, terjadi karena kedua belah pihak baik masyarakat atau MTA, bersikukuh merekalah yang paling benar. "Kalau masing-masing pihak mau menahan diri, semestinya tidak terjadi seperti ini," katanay ditemui baru-baru ini.
Herwin berharap, kedua belah pihak dapat duduk bersama mencari solusi. Di sisi lain, Herwin menyarankan ada baiknya MTA menahan diri. Apalagi bila warga melakukan penolakan. Yang harus diingat, aparat baik Polri maupun TNI punya otoritas untuk menjamin situasi tenang di masyarakat. "Sekali lagi ini hanya masalah komunikasi.Saya berharap, kedua belah pihak dapat duduk bersama mencari pemecahan masalah," katanya. (mam)
Informasi yang berhasil di himpun Ekspres di lokasi kejadian menyebutkan, masyarakat mulai berkumpul untuk memblokade jalan menuju rumah pasangan suami istri Jumiati dan Budiarjo RT 1 RW 7 desa setempat.
Rumah Budiarjo inilah yang akan digunakan oleh warga MTA untuk melaksanakan kajian. Dalam aksinya warga juga membentangkan poster berisi tulisan penolakan.
Saat ratusan warga MTA berdatangan, ratusan masyarakat Desa Sidomukti melakukan penghadangan. Jumlah masa yang nyaris sama membuat kekuatan dari dua kubu terlihat seimbang. Nyaris terjadi bentrokan antar kedua belah pihak. Beruntung suasana tetap kondusif lantaran dilakukan penjagaan ketat dari aparat kepolisian maupun TNI.
Kepala Desa Sidomukti Suparmin menyampaikan sebelumnya MTA melayangkan surat pemberitahuan kepada pemerintah desa. Ini berkaitan dengan akan adanya kajian yang dilaksanakan di rumah Budiarjo. Usai mendapat surat tersebut dilaksanakanlah musyawarah warga. Dalam musyawarah tersebut mayoritas warga sepakat untuk menolak tempat kajian di desa Sidomukti. “Warga menolak kegiatan kajian MTA karena dikhawatirkan menyebabkan ketidaknyamanan warga," katanya.
Terkait dengan persoalan tersebut, Suparmin menyampaikan akan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun warga Sidomukti tetap tidak berkenan jika di desa dilaksanakan untuk tempat kajian MTA.
Sementara itu salah satu warga Sirun (45) menyampaikan adanya penolakan juga berkaitan dengan perbedaan ajaran MTA dengan masyarakat. Terdapat perbedaan tersebut dikhawatirkan dapat memicu perpecahan di masyarakat. “Kami khawatir saja, jika adanya MTA akan membuat suasana tidak kondusif,” katanya.
Menurutnya selama ini warga sudah melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan kearifan lokal. Itu seperti mitoni, mpuputi, yasinan, tahlilan dan lain sebagainya. “Kami akan terus melakukan penolakan jika MTA akan tetap melakukan kajian di Desa Sidomukti,” ucapnya.
Terpisah, tokoh muda Kebumen Herwin Kunadi menyampaikan, persoalan MTA di Kebumen ini seharusnya tidak perlu terjadi. Konflik, katanya, terjadi karena kedua belah pihak baik masyarakat atau MTA, bersikukuh merekalah yang paling benar. "Kalau masing-masing pihak mau menahan diri, semestinya tidak terjadi seperti ini," katanay ditemui baru-baru ini.
Herwin berharap, kedua belah pihak dapat duduk bersama mencari solusi. Di sisi lain, Herwin menyarankan ada baiknya MTA menahan diri. Apalagi bila warga melakukan penolakan. Yang harus diingat, aparat baik Polri maupun TNI punya otoritas untuk menjamin situasi tenang di masyarakat. "Sekali lagi ini hanya masalah komunikasi.Saya berharap, kedua belah pihak dapat duduk bersama mencari pemecahan masalah," katanya. (mam)