IMAM/EKSPRES |
PS yang merupakan warga RT 1 RW 5 Desa Jatimulyo ini, memproduksi sediaan farmasi (jamu) dari berbagai merk tang berbeda. Beberapa barang yang diproduksi meliputi jamu asam urat, suplemen obat kuat, kolesterol, vitalitas pria dan pegal linu. Obat-obatan yang diproduksi tersebut berbahan temulawak, tepung dan paracetamol. Sediaan farmasi atau jamu tersebut dijual dalam bentuk kapsul dan serbuk.
Penggrebekan, sendiri berawal dari adanya informasi masyarakat, yang menilai produksi tersebut tidak mengantongi izin. Dalam penggrebekan itu, petugas setidaknya berhasil mengamankan sembilan karung obat tradisional dari berbagai macam merk.
Ini terdiri dari ribuan kemasan sachet. Bukan itu saja, rumah tersangka juga didapat belasan rol plastik bungkus dan juga alat pres produksi. Selain itu, juga didapat ratusan kotak kemasan berbahan kertas yang akan digunakan sebagai bungkus sediaan farmasi tersebut.
Kapolres Kebumen AKBP Robertho Pardede dalam jumpa pers di Mapolres setempat, Senin (25/2/2019), mengungkapkan tersangka memproduksi sediaan farmasi dengan mencampur komposisi sendiri.
Hal itu tentunya tidak sesuai dengan standar kesehatan yang ada. Dalam pengakuannya tersangka telah memproduksi selama tiga tahun. Adapun jamu tersebut telah dijual di Magelang. “Ini diedarkan di Magelang setiap tiga bulan sekali," tuturnya, Senin (25/2) saat Konferensi Pers di Polres Kebumen didampingi Kasat Narkoba AKP Mardi dan Kassubag Humas AKP Suparno.
Tersangka mengaku membuat jamu karena memang pernah bekerja di pabrik jamu di kawasan Cilacap. Selain itu tersangka juga mengaku pernah bekerja di tempat percetakan, sehingga dengan mudah memesan bungkus untuk jamu tersebut. "Harga jualnya mulai Rp 8 ribu - Rp 25 ribu tiap rentengnya," jelasnya.
Untuk membedakan antara jamu yang asli dengan yang palsu, lanjut AKBP Robertho Pardede, setidaknya dapat dilihat dari kualitas cetakan bungkusnya. Dimana yang asil akan terlihat jelas, sedangkan yang palsu lebih buram atau kusam. “Akibat perbuatannya tersangka dijerat Pasal 197 junto Pasal 106 subsidair Pasal 196 junto Pasal 98 UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Adapun ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar," ucapnya. (mam)