istimewa |
Gelaran Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Taman Wijaya Rasa (Kostajasa) tahun buku 2018 terasa berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kegiatan yang berlangsung di halaman Balai Desa Sukomulyo, Rowokele, Sabtu (2/3/2019), mengombinasikan tiga hal, pengelolaan lingkungan, pelestarian seni budaya tradisional dan penanaman nilai-nilai demokrasi.
Ketiga hal itu, melengkapi rutinitas tahunan RAT Kostajasa, yang bagi sebagian anggotanya menjadi ajang silaturahmi tahunan, khususnya di antara mereka yang berasal dari desa dan kecamatan yang berbeda.
Sebanyak 212 dari 279 orang anggota yang mengikuti RAT memang berasal dari 25 desa di 6 kecamatan, yakni: Karanggayam, Karanganyar, Rowokele, Adimulyo, Sruweng dan Buayan.
Seluruh anggota Kostajasa merupakan petani hutan yang bergabung dalam pengelolaan hutan rakyat lestari sesuai skema Forest Stewardship Council (FSC). Sertifikat internasional pengelolaan hutan rakyat lestari dari FSC sudah diraih untuk 2 periode 5 tahunan.
“Tahun ini kami harus maju untuk kembali mendapatkan Sertifikat Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari skema FSC untuk periode ketiga,” jelas Ketua Kostajasa Sunarto FM menjelaskan kegiatan Kostajasa dari sisi pengelolaan lingkungan.
Sementara Ripan dan Westhi Wigaringtyas selaku manajemen Kostajasa, menjelaskan bahwa sejak RAT tahun buku 2016 Kostajasa memberikan selingan hiburan dan doorprize.
“Kami ingin ikut serta melestarikan seni budaya tradisional yang ada di wilayah kerja Kostajasa,” terang Ripan.
Westhi menambahkan bahwa pada setiap desa yang ada KTH (Kelompok Tani Hutan) di 25 desa dan 6 kecamatan dampingan Kostajasa memiliki seni tradisional. "Kalau di desa lokasi RAT tidak ada, kami mengambil dari tetangga desanya,” imbuhnya.
Ketua Kostajasa Sunarto FM juga mengaskan, bila menggunakan hiburan seni tradisional menjadi pegangannya sesuai hasil rapat pengurus dan manajemen Kostajasa. "Kalau bukan kita-kita yang nanggap (menyelenggarakan tontonan), siapa lagi?” katanya.
Dalam RAT kali ini, yang mendapat giliran ditampilkan adalah Calung Banyumasan Sri Margo Mulyo dari Dusun Temetes Desa Wonoharjo, Rowokele. Kelompok kesenian yang didirikan almarhum Sunarto sejak tahun 1970-an itu kini dipimpin menantunya, Wartoyo.
Berbagai inovasi dilakukan Wartoyo agar bisa mengikuti perkembangan jaman. Misalnya dengan penambahan alat keyboard/organ. "Bukan berarti meninggalkan ciri khas lagu-lagu calung itu sendiri, melainkan untuk menambah variasi agar bisa lebih menarik generasi milenial," terang Wartoyo.
Saat sambutan-sambutan dimulai, penayagan (penabuh gamelan calung) mengiringi pejabat yang akan memberi sambutan dengan penggalan gending Eling-eling Banyumasan.
Demikian juga selesai pejabat memberikan sambutan.
Sambutan disampaikan Kepala Desa Sukomulyo Wikan, Kasi Tapem Kecamatan Rowokele Sunarko, Kabid UM dan Hubin Disnakerkopkukm Kabupaten Kebumen Akhmad Sudiyono dan Penyuluh Kehutanan Lapangan wilayah Rowokele R. Trio Mijil P.
Sambutan dari Sunarko yang mewakili Camat Rowokele menjadi menarik, karena mengingatkan pelaksanaan pemilu yang sudah dekat.
"Mengingatkan kalau sebentar lagi akan dilakukan pemilu, untuk menggunakan hak pilihnya sebaik mungkin. Ada lima kartu yang dicoblos nantinya, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," jelasnya.
Lebih menarik lagi dalam RAT Kostajasa juga diawasi petugas Panwascam Rowokele. Memastikan bahwa kegiatan tersebut benar-benar tidak dimanfaatkan peserta pemilu untuk melakukan kampanye.
Sementara di sela-sela acara RAT Kostajasa, sinden Nyi Tumpuk melantunkan dengan jernih tembang seperti: Eling-eling Banyumasan, Pantai Logending, Caping Gunung dan Gudril yang diikuti dengan tarian gemulai Nyi Sarni dan Ni Yani sebagai lenggernya.(*/cah)