jokosantoso/radarsemarang |
Sejumlah saksi yang diperiksa adalah tenaga ahli Taufik di bidang politik, Haris Fikri, Direktur Purnama Putra Wijaya, Wiji Laksono Dwi Anggoro dan Direkrur PT Suraya, Supriyatno.
Dalam sidang agenda pemeriksaan saksi yang dipimpin, Antonius Widijantono tersebut, saksi Harus mengaku sudah kembalikan uang pemberian terdakwa sebesar Rp 10juta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Haris juga mengaku bertemu dengan Wahyu dalam acara Rakernas PAN di Bandung. Dalam pertemuan itu Wahyu menitipkan uang dalam amplop sebesar Rp 600juta, yang akan diperuntukkan untuk Taufik
.
“Persepsi saya, penyerahan uang dari Wahyu untuk pembayaran utang ke Taufik karena ada hutang selama pilkada. Waktu itu, Mas Wahyu hanya menyampaikan untuk terdakwa, ndak dijelaskan dari mana dan untuk apa,” kata Haris yang pada Pemilu kali ini maju sebagai Caleg DPR RI Partai PAN daerah pemilihan Kebumen, Purbalingga Banjarnegara tersebut..
Oleh terdakwa, uang tersebut dipergunakan untuk operasional selama di Bandung sebesar Rp 10juta. Namun uang itu sudah diserahkan ke KPK. Diakui Haris, saat menerima uang dari Wahyu, sama sekali tidak ada tanda terima. Saat Wahyu menitipkan uang hanya mengatakan titip untuk terdakwa.
“Saat itu Wahyu memperlihatkan uangnya totalnya ada 6 ikat totalnya. Uangnya langsung saya serahkan ke Taufik, saya sampaikan ada titipan dari mas Wahyu, kemudian Taufik mengatakan berapa. Saya jawab Rp 600juta,”sebutnya.
Selanjutnya, Taufik memerintahkan Rp 50juta untuk iuran Rakernas. Kemudian terdakwa juga memerintahkan pembayaran lainnya-lainya, sesuai perintah terdakwa dengan nominal Rp 100jutaan lebih.
“Setelah itu sisanya saya serahkan uangnya kepada pak Taufik,”ujarnya.
Sedangkan, saksi Supriyatno, mengaku sebelum DAK turun menyerahkan uang kepada Hadi Gajut. Sesuai informasi yang ia terima, uang tersebut akan diteruskan ke Wahyu Kristanto, sebagai orang yang diperintahkan terdakwa.
“Motivasi saya mau iuran Rp 100juta barang kali dapat proyek, tapi ternyata ndak dapat, karena penawaran kami kalah dengan yang lain,”sebutnya.
Berbeda dengan saksi, Widi Laksono, justru mendapat satu proyek dari DAK yang turun, senilai Rp 3miliar. Saksi sendiri mengaku, iuran untuk turunkan anggaran karena sudah disepakati sesama kontraktor.
Disampaikannya, dalam rapat kontraktor sudah disampaikan belum tentu dapat sekalipun iuran.
“Total anggaran seingat saya Rp 36miliar atau Rp 37miliar, tapi ndak sampai Rp 40 miliar. Kalau uang iuran saya serahkan ke Hadi Gajut, info Tasdi nanti dilanjutkan ke Wahyu, karena yang akan menyerahkan ke Taufik,”katanya.
Atas perbuatan tersebut, Terdakwa Taufik dijerat Pasal 12 huruf aUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP.
Kemudian kedua, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jks)