JAKARTA - Beredar kabar penangkapan enam tersangka kerusuhan 21-22 Mei dan ancaman pembunuhan terhadap empat pejabat negara, yaitu Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, dan stafsus Presiden Gories Mere, hanya sebuah rekayasa. Namun, hal ini dibantah Polri.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, ancaman pembunuhan terhadap empat pejabat negara adalah nyata. Ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh enam tersangka kerusuhan 21-22 Mei bukan sebuah rekayasa.
Polri pun siap mempertanggungjawabkan kebenaran hasil penyelidikan. Sebab para tersangka memang mengakui, menerima perintah untuk membunuh kepada empat pejabat negara dan seorangpimpinan lembaga survei.
"Saya ingin klarifikasi soal adanya isu-isu bahwa penangkapan yang berkaitan dengan senjata, dan keterangan pers dari Kadiv Humas Polri dan Kapuspen TNI soal rencana pembunuhan itu rekayasa. Dan saya tegaskan di sini, jika hasil kerja penyidik itu bisa dipertanggungjawabkan," kata Tito saat konferensi press di Kemenkopolhukam, Selasa (28/5/2019).
Tito menjelaskan, jika setiap tindakan dan hasil penyelidikan bisa diuji di persidangan, guna memastikan kasus tersebut. Dan perlu disampaikan, saat ini dunia peradilan di Indonesia sudah terbuka dan transparan.
"Semua ada pembagian tugasnya, antara penyidik, penuntut, dan peradilan. Jadi, tindakan-tindakan penyelidikan yang dilakukan penyidik nantinya akan diuji di peradilan. Kita terbuka, dan rekan-rekan tahu bahwa peradilan Indonesia ini salah satu peradilan paling terbuka di dunia," tuturnya.
"Nanti, rekan-rekan media bisa duduk di ruang sidang, dan bisa meng-cover live semua. Dan di situ kita akan buktikan di persidangan bahwa Polri tidak terlibat di situ," lanjut Tito tegas.
Lebih jauh, seraya ingin menegaskan bantahannya terhadap isu tersebut, Tito pun mengungkapkan nama-nama tokoh nasional yang diancam akan dibunuh oleh kelompok perusuh 21-22 Mei itu. Tito menyebut, jika Menko Polhukam Wiranto adalah salah satu yang masuk daftar target pengancam.
"(Dari) pemeriksaan resmi, mereka menyampaikan nama Pak Wiranto, Pak Luhut Menko Maritim, ketiga itu Pak Kabin (Budi Gunawan), dan keempat Gories Mere (stafsus Presiden). Selain itu, menargetkan pimpinan lembaga survei yang tak bisa kami sebut namanya," ungkap Tito.
Adapun untuk memastikan keselamatan mereka, diakui Tito, pihaknya sejak awal sudah memberi pengawalan-pengawalan ketat. Dan soal penanganan perkara ini, nama-nama pejabat negara/tokoh ini juga telah disebut para pelaku dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Dasar kami sementara BAP pro justitia. Hasil pemeriksaan kepada tersangka yang kita tangkap. Jadi, bukan karena informasi intelijen, beda," imbuhnya.
Tito menambahkan, saat ini pihaknya memastikan telah berhasil menangkap para pelaku yang diminta melakukan eksekusi pembunuhan berserta, dengan senjata yang akan mereka gunakan. Sementara itu, untuk pihak yang memberi perintah kini masih didalami dan kembangkan.
"Untuk pelaku-pelaku yang disuruh sudah tertangkap semua, dan senjatanya sudah kita tahan, kita dapat 4 senjata. Saat ini kita masih mengembangkan orang yang menyuruh, mungkin tak lama lagi juga kita akan proses hukum," tambah Tito.
Terakhir, saat disinggung soal dalang dari kerusuhan 21-22 Mei lalu. Tito mengatakan, pihaknya saat ini masih mendalami keterangan dari sejumlah tersangka. Selain itu, hubungan antarkelompok perusuh juga masih ditelusuri.
"Kita akan lihat siapa yang menyuruh mereka datang. Sebab tentu yang kita kembangkan adalah mereka yang datang khusus untuk melakukan kerusuhan, bukan yang datang untuk berdemo, aksi damai, seperti dari Sukabumi katanya disuruh berjihad. Jihadnya apa? Jihad kekerasan, perang, itu dalam bahasa mereka. Tapi dalam bahasa hukum artinya melakukan kekerasan dan kejahatan," terangnya.
Seperti diketahui, Polri telah merilis enam tersangka terkait kepemilikan senpi ilegal, termasuk ada yang terlibat rencana pembunuhan tokoh nasional berinisial HK alias Iwan, AZ, IF, TJ, AD, dan AF alias Fifi. Mereka memiliki peran berbeda.
Di bagian lain, selain menerima upah jika sukses menghabisi empat penjabat negara dan seorang pimpinan lembaga survei, hidup keluarga pembunuh bayaran akan ditanggung si pemberi perintah.
Hal tersebut terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap enam pembunuh bayaran yang ditangkap saat aksi kerusuhan 21-22 Mei. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan polisi juga mengetahui leader atau pemimpin operasi.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan, tersangka HK adalah leader para perusuh aksi 21-22 Mei lalu. Dia yang merupakan pemilik uang Rp150 juta untuk membeli senjata guna aksi pembunuhan yang sudah direncanakan.
"(Uang) Rp 150 juta itu buat beli senjata. Baru Rp 50 juta dapat senjata, sisanya untuk beli senpi laras panjang. Kalau laras pendek kan ada empat. Jadi, uang ratusan juta rupiah itu bukan honor untuk HK," kata Dedi Kemenkopolhukam, Selasa (28/5).
Dedi menegaskan, terkait soal honornya atau upah itu sendiri diakuinya akan diberikan lagi pasca-rusuh. Sesuai yang dijanjikan pihak yang memerintah, uang diberikan usai HK berhasil lakukan aksinya, salah satunya membunuh 4 pejabat negara.
"Ada honor untuk aksi dikasih lagi, dan ada janji juga pokoknya kalau kamu berhasil mengeksekusi satu di antara empat nama (pejabat negara). Tapi, satu dulu yang harus dieksekusi dulu, yang lembaga survei itu loh. Kalau misalnya kamu dapat itu, hajar dulu yang lembaga survei, nanti baru dikasih uang dan seluruh keluarganya ditanggung," terang Dedi mengulangi perintah yang diterima HK.
Adapun soal nominal upah yang diterima HK jika berhasil mengeksekusi target, Dedi mengakui belum mengetahui. Termasuk soal siapa aktor itelektualnya.
"Enam kan ada leader-nya, di situ kan ada aktor intelektual yang mendesain semua itu. Di atas ada pendana juga yang kasih uang Rp 150 juta tapi dalam bentuk dolar Singapura, kasih ke aktor intelektual, kasih kan ke ini nih (ke para tersangka)," jelasnya. (mhf/gw/fin)
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, ancaman pembunuhan terhadap empat pejabat negara adalah nyata. Ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh enam tersangka kerusuhan 21-22 Mei bukan sebuah rekayasa.
Polri pun siap mempertanggungjawabkan kebenaran hasil penyelidikan. Sebab para tersangka memang mengakui, menerima perintah untuk membunuh kepada empat pejabat negara dan seorangpimpinan lembaga survei.
"Saya ingin klarifikasi soal adanya isu-isu bahwa penangkapan yang berkaitan dengan senjata, dan keterangan pers dari Kadiv Humas Polri dan Kapuspen TNI soal rencana pembunuhan itu rekayasa. Dan saya tegaskan di sini, jika hasil kerja penyidik itu bisa dipertanggungjawabkan," kata Tito saat konferensi press di Kemenkopolhukam, Selasa (28/5/2019).
Tito menjelaskan, jika setiap tindakan dan hasil penyelidikan bisa diuji di persidangan, guna memastikan kasus tersebut. Dan perlu disampaikan, saat ini dunia peradilan di Indonesia sudah terbuka dan transparan.
"Semua ada pembagian tugasnya, antara penyidik, penuntut, dan peradilan. Jadi, tindakan-tindakan penyelidikan yang dilakukan penyidik nantinya akan diuji di peradilan. Kita terbuka, dan rekan-rekan tahu bahwa peradilan Indonesia ini salah satu peradilan paling terbuka di dunia," tuturnya.
"Nanti, rekan-rekan media bisa duduk di ruang sidang, dan bisa meng-cover live semua. Dan di situ kita akan buktikan di persidangan bahwa Polri tidak terlibat di situ," lanjut Tito tegas.
Lebih jauh, seraya ingin menegaskan bantahannya terhadap isu tersebut, Tito pun mengungkapkan nama-nama tokoh nasional yang diancam akan dibunuh oleh kelompok perusuh 21-22 Mei itu. Tito menyebut, jika Menko Polhukam Wiranto adalah salah satu yang masuk daftar target pengancam.
"(Dari) pemeriksaan resmi, mereka menyampaikan nama Pak Wiranto, Pak Luhut Menko Maritim, ketiga itu Pak Kabin (Budi Gunawan), dan keempat Gories Mere (stafsus Presiden). Selain itu, menargetkan pimpinan lembaga survei yang tak bisa kami sebut namanya," ungkap Tito.
Adapun untuk memastikan keselamatan mereka, diakui Tito, pihaknya sejak awal sudah memberi pengawalan-pengawalan ketat. Dan soal penanganan perkara ini, nama-nama pejabat negara/tokoh ini juga telah disebut para pelaku dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Dasar kami sementara BAP pro justitia. Hasil pemeriksaan kepada tersangka yang kita tangkap. Jadi, bukan karena informasi intelijen, beda," imbuhnya.
Tito menambahkan, saat ini pihaknya memastikan telah berhasil menangkap para pelaku yang diminta melakukan eksekusi pembunuhan berserta, dengan senjata yang akan mereka gunakan. Sementara itu, untuk pihak yang memberi perintah kini masih didalami dan kembangkan.
"Untuk pelaku-pelaku yang disuruh sudah tertangkap semua, dan senjatanya sudah kita tahan, kita dapat 4 senjata. Saat ini kita masih mengembangkan orang yang menyuruh, mungkin tak lama lagi juga kita akan proses hukum," tambah Tito.
Terakhir, saat disinggung soal dalang dari kerusuhan 21-22 Mei lalu. Tito mengatakan, pihaknya saat ini masih mendalami keterangan dari sejumlah tersangka. Selain itu, hubungan antarkelompok perusuh juga masih ditelusuri.
"Kita akan lihat siapa yang menyuruh mereka datang. Sebab tentu yang kita kembangkan adalah mereka yang datang khusus untuk melakukan kerusuhan, bukan yang datang untuk berdemo, aksi damai, seperti dari Sukabumi katanya disuruh berjihad. Jihadnya apa? Jihad kekerasan, perang, itu dalam bahasa mereka. Tapi dalam bahasa hukum artinya melakukan kekerasan dan kejahatan," terangnya.
Seperti diketahui, Polri telah merilis enam tersangka terkait kepemilikan senpi ilegal, termasuk ada yang terlibat rencana pembunuhan tokoh nasional berinisial HK alias Iwan, AZ, IF, TJ, AD, dan AF alias Fifi. Mereka memiliki peran berbeda.
Di bagian lain, selain menerima upah jika sukses menghabisi empat penjabat negara dan seorang pimpinan lembaga survei, hidup keluarga pembunuh bayaran akan ditanggung si pemberi perintah.
Hal tersebut terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap enam pembunuh bayaran yang ditangkap saat aksi kerusuhan 21-22 Mei. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan polisi juga mengetahui leader atau pemimpin operasi.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan, tersangka HK adalah leader para perusuh aksi 21-22 Mei lalu. Dia yang merupakan pemilik uang Rp150 juta untuk membeli senjata guna aksi pembunuhan yang sudah direncanakan.
"(Uang) Rp 150 juta itu buat beli senjata. Baru Rp 50 juta dapat senjata, sisanya untuk beli senpi laras panjang. Kalau laras pendek kan ada empat. Jadi, uang ratusan juta rupiah itu bukan honor untuk HK," kata Dedi Kemenkopolhukam, Selasa (28/5).
Dedi menegaskan, terkait soal honornya atau upah itu sendiri diakuinya akan diberikan lagi pasca-rusuh. Sesuai yang dijanjikan pihak yang memerintah, uang diberikan usai HK berhasil lakukan aksinya, salah satunya membunuh 4 pejabat negara.
"Ada honor untuk aksi dikasih lagi, dan ada janji juga pokoknya kalau kamu berhasil mengeksekusi satu di antara empat nama (pejabat negara). Tapi, satu dulu yang harus dieksekusi dulu, yang lembaga survei itu loh. Kalau misalnya kamu dapat itu, hajar dulu yang lembaga survei, nanti baru dikasih uang dan seluruh keluarganya ditanggung," terang Dedi mengulangi perintah yang diterima HK.
Adapun soal nominal upah yang diterima HK jika berhasil mengeksekusi target, Dedi mengakui belum mengetahui. Termasuk soal siapa aktor itelektualnya.
"Enam kan ada leader-nya, di situ kan ada aktor intelektual yang mendesain semua itu. Di atas ada pendana juga yang kasih uang Rp 150 juta tapi dalam bentuk dolar Singapura, kasih ke aktor intelektual, kasih kan ke ini nih (ke para tersangka)," jelasnya. (mhf/gw/fin)