JAKARTA - Empat hari jelang ditutupnya pendaftaran 4 Juli mendatang, jumlah pendaftar calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) masih minim. Berdasarkan data yang diterima Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK hingga kemarin (30/6/2019), baru 72 orang saja yang mendaftar
Ketua Pansel Capim Yenti Garnasih mengatakan, angka tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai gambaran, pada pendaftaran capim KPK lima tahun lalu, jumlahnya kala itu mencapai 200 orang. "Kemudian dalam perpanjangan pendaftaran menjadi 600 orang saat itu," ujarnya, kemarin (30/6).
Yenti berharap, dalam empat hari ke depan ada gelombang pendaftaran yang deras. Pasalnya, kata dia, budaya di Indonesia kerap memanfaatkan waktu pendaftaran di detik-detik akhir. "Kami harap biasanya hari terakhir, polisi jaksa yang katanya banyak mau ngirim belum ada, jangan-jangan hari terakhir," imbuhnya.
Saat ini, kata dia, pansel masih terus melakukan sosialisasi dan jemput bola. Selain dengan menggelar sosialisasi di delapan daerah beberapa hari lalu, upaya informal juga masih dilakukan. "Saya kemarin ke Medan ketemu teman ngajak-ngajak," tuturnya.
Lantas, bagaimana jika tetap minim? Yenti mengaku tidak bisa berandai-andai apakah akan diperpanjang atau tidak. Sebab, selain kuantitas, aspek kualitas juga perlu dipertimbangkan. Namun jika komposisinya tidak ideal, dia menyebut opsi perpanjangan akan diambil.
"Mau ga mau buka (diperpanjang). Dulu juga seperti ini, kita perpanjang," kata ahli tindak pidana pencucian uang tersebut. Dari ketersediaan waktu, dia menyebut masih ada kesempatan meski mepet.
Untuk di ketahui, 72 pendaftar capim KPK terdiri dari banyak latar belakang. Yang terbanyak adalah dosen dengan jumlah 18, serta unsur pengacara 17 pendaftar. Kemudian ada dari unsur korporasi 9 orang, polri 3 orang, auditor 2 orang, jaksa 1 orang dan 22 orang dari unsur lainnya.
Sementara itu, sejumlah nama potensial menyampaikan alasan terkait keenggananya maju dalam kontestasi Capim KPK. Salah satunya disampaikan Aktivis muda Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Selain tidak puas dengan komposisi Pansel Capim KPK yang ada, dia menyebut sistem rekruitmen tidak cukup ideal.
Dia menjelaskan, ujung dari proses seleksi ada di DPR. Di mana 10 nama yang diajukan pansel akan dipilih oleh DPR. Namun sayangnya, kata dia, proses di DPR tidak murni berbasis kualifikasi. "Pada akhirnya keputusan politik," tuturnya.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Ketua Pansel Yenti Garnasih membenarkan jika proses di DPR membuat ragu sejumlah kalangan. Dia pun kerap mendengar keluhan tersebut. Untuk solusinya, Yenti brencana berkomunikasi dengan DPR untuk membicarakan mekanisme fit and proper test yang sehat. "Ada yang keluhannya dipermalukan di DPR dan sebagainya. Kita mendorong agar fit and proper test lebih substansial (kualitas)," ujarnya.
Yenti menambahkan, perbaikan skema fit and proper test di DPR bukan hanya untuk kepentingan saat ini, melainkan ke depannya. Jika tidak ada perubahan, dia khawatir di masa yang akan datang penolakan-penolakan akan terus terjadi. (far/ful)
Ketua Pansel Capim Yenti Garnasih mengatakan, angka tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai gambaran, pada pendaftaran capim KPK lima tahun lalu, jumlahnya kala itu mencapai 200 orang. "Kemudian dalam perpanjangan pendaftaran menjadi 600 orang saat itu," ujarnya, kemarin (30/6).
Yenti berharap, dalam empat hari ke depan ada gelombang pendaftaran yang deras. Pasalnya, kata dia, budaya di Indonesia kerap memanfaatkan waktu pendaftaran di detik-detik akhir. "Kami harap biasanya hari terakhir, polisi jaksa yang katanya banyak mau ngirim belum ada, jangan-jangan hari terakhir," imbuhnya.
Saat ini, kata dia, pansel masih terus melakukan sosialisasi dan jemput bola. Selain dengan menggelar sosialisasi di delapan daerah beberapa hari lalu, upaya informal juga masih dilakukan. "Saya kemarin ke Medan ketemu teman ngajak-ngajak," tuturnya.
Lantas, bagaimana jika tetap minim? Yenti mengaku tidak bisa berandai-andai apakah akan diperpanjang atau tidak. Sebab, selain kuantitas, aspek kualitas juga perlu dipertimbangkan. Namun jika komposisinya tidak ideal, dia menyebut opsi perpanjangan akan diambil.
"Mau ga mau buka (diperpanjang). Dulu juga seperti ini, kita perpanjang," kata ahli tindak pidana pencucian uang tersebut. Dari ketersediaan waktu, dia menyebut masih ada kesempatan meski mepet.
Untuk di ketahui, 72 pendaftar capim KPK terdiri dari banyak latar belakang. Yang terbanyak adalah dosen dengan jumlah 18, serta unsur pengacara 17 pendaftar. Kemudian ada dari unsur korporasi 9 orang, polri 3 orang, auditor 2 orang, jaksa 1 orang dan 22 orang dari unsur lainnya.
Sementara itu, sejumlah nama potensial menyampaikan alasan terkait keenggananya maju dalam kontestasi Capim KPK. Salah satunya disampaikan Aktivis muda Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Selain tidak puas dengan komposisi Pansel Capim KPK yang ada, dia menyebut sistem rekruitmen tidak cukup ideal.
Dia menjelaskan, ujung dari proses seleksi ada di DPR. Di mana 10 nama yang diajukan pansel akan dipilih oleh DPR. Namun sayangnya, kata dia, proses di DPR tidak murni berbasis kualifikasi. "Pada akhirnya keputusan politik," tuturnya.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Ketua Pansel Yenti Garnasih membenarkan jika proses di DPR membuat ragu sejumlah kalangan. Dia pun kerap mendengar keluhan tersebut. Untuk solusinya, Yenti brencana berkomunikasi dengan DPR untuk membicarakan mekanisme fit and proper test yang sehat. "Ada yang keluhannya dipermalukan di DPR dan sebagainya. Kita mendorong agar fit and proper test lebih substansial (kualitas)," ujarnya.
Yenti menambahkan, perbaikan skema fit and proper test di DPR bukan hanya untuk kepentingan saat ini, melainkan ke depannya. Jika tidak ada perubahan, dia khawatir di masa yang akan datang penolakan-penolakan akan terus terjadi. (far/ful)