JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegasakan tidak akan menghambat izin Kepala Daerah, yaitu Gubernur, Bupati/Wali Kota yang akan melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.
"Izin akan diberikan setelah Kemendagri melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan sesuai dengan kepentingan masyarakat," kata Tjahjo usai menghadiri Pembukaan Indonesia Development Forum 2019 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, kemarin (22/7).
Mendagri menegaskan, pada prinsipnya Undang-Undang sudah mengatur mengenai izin, Kemendagri tidak akan menghambat, tapi Kemendagri harus koordinasi dengan Sekretariat Negara, Kementerian Luar Negeri, termasuk rombongannya dibatasi lima orang dan termasuk keperluannya untuk apa, apa manfatnya untuk daerah dan masyarakat, karena dia pergi menggunakan anggaran uang rakyat.
Ia pun menekankan agar kepala daerah yang izin ke luar negeri tidak hanya menghadiri acara seremonial saja, melainkan urusan penting yang dapat bermanfaat untuk daerah dan masyarakat.
Mendagri, lanjut dia, tidak menghalangi tidak menghambat, tetapi membatasi. "Pertimbangannya apakah penting pergi ke luar negeri? Jangan sampai undangan seremonial saja. Kalau itu penting, silahkan tidak masalah yang penting jelas. Muncul pertanyaan, kapan kerjanya kepala daerah kalau ke luar negeri terus," timpalnya.
Seperti diketahui Mendagri telah mengeluarkan surat pemberitahuan pengajuan permohonan izin perjalanan dinas ke luar negeri. Surat pemberitahuan SOP tersebut tertuang dalam Nomor 009/5546/SJ yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Surat Nomor 009/5545/SJ yang ditujukan kepada Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.
Dalam surat tertanggal 1 Juli itu disebutkan, bahwa izin, dispensasi, atau konsesi yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan paling lama 10 hari kerja sejak diterimanya permohonan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait kepergian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selama beberapa kali, Tjahjo mengatakan itu juga menjadi pertimbangan Kemendagri menerbitkan SE. Parahnya, ada gubernur yang hampir setiap pekan melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
"Sebagai contoh Pak Anies, dia tidak ada wakil gubernur tapi satu tahun berapa kali dia ke luar negeri? Hampir sebulan ada dua (sampai) tiga kali. Ini ada juga gubernur yang hampir tiap minggu izin ke luar negeri, ada," katanya.
Kepergian Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta ke luar negeri terakhir pada 9 Juli lalu, dengan tujuan ke Kolombia dan New York, guna meghadiri pertemuan wali kota se-dunia dan acara Diaspora Indonesia.
Terpisah, Pakar Ilmu Pemerintahan dan Otonomi Daerah sekaligus Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Sadu Wasistiono mengatakan, pejabat pemerintah di daerah wajib menjalankan amanat dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla terkait pengurangan intensitas perjalanan dinas baik dalam maupun ke luar negeri. Harus dikurangi. Karena pasti ada yang tidak urgen, kata Sadu.
Ditambahkannya, jika harus melakukan perjalanan dinas dalam mau pun luar negeri, Sadu mengimbau agar pejabat pemerintah daerah mengurangi jumlah rombongan yang biasa menyertai. "Ya kadang yang jalan melebihi kebutuhan. Misalnya, gubernur dengan ajudan, masih oke. Tapi, kalau sama kepala biro ajudan enggak perlu. Presiden saja makin sedikit rombongan yang ikut. Masa yang di bawah masih pakai paradigma lama," ucap dia.
Sadu melanjutkan, pejabat daerah diharapkan lebih maksimal menggunakan teknologi informasi digital dalam rangka mengurangi intensitas perjalanan dinas dalam dan luar negeri. Ada pekerjaan yang harus fisik dihadiri, ada yang bisa dikonsultasikan ke ahli IT. Sekarang informasi sudah terbuka kok, banyak hal yang bisa diakses dengan mudah, ujar dia.
Namun, meski tetap harus pergi perjalanan dinas ke luar negeri, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Luar Negeri harus menjadi filter. Menurut Sadu, pejabat pemerintah daerah yang akan pergi wajib untuk memberitahu Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Luar Negeri maksud dan tujuan perjalanan dinas.
"Perjalanan dinas pejabat itu ditangani Kemendagri dan Kemenlu. Jadi bisa disaring. Kalau tidak diizinkan ya tidak bisa ke luar negeri. Harus ada seleksi Kemendagri dan Kemenlu, tidak bisa begitu saja berangkat," tutur dia.
Terpisah, Guru Besar Komunikasi Politik Fakultas Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi mengatakan, isu perjalanan dinas bukan isu baru. Menurut dia, ada tiga poin yang perlu diamati dari pesan Jusuf Kalla untuk para pejabat di daerah terkait pengurangan perjalanan dinas dalam dan luar negeri.
"Imbauan Pak JK harusnya bukan karena anggaran defisit atau surplus. Tapi, pejabat yang pergi ke luar untuk perjalanan dinas harus karena ada kepentingan dan harus dilihat urgensinya. Jadi hanya boleh pergi kalau urusan selesai ketika dikunjungi dan dihasilkan manfaat," kata Karim.
Yang perlu diperhatikan berikutnya, lanjut Karim, adalah kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh pejabat daerah sepulang dari perjalanan dinas, terutama yang pergi ke luar negeri.
"Karena menggunakan uang negara, maka ada kewajiban moral yang harus dipenuhi. Pejabat seharusnya mengekspose kepada publik tentang apa yang dilakukan di tempat yang dikunjungi. Pertanggungjawaban perjalanan dinas tidak cukup secara admnistratif saja. Tapi, harus ada pertanggungjawaban publik secara terbuka," paparnya.
Setelah hasil perjalanan dinas luar negeri diekspose ke masyarakat, Karim mengatakan, pejabat yang melakukan perjalanan dinas juga perlu mengaplikasikan apa yang didapat di luar negeri untuk kepentingan masyarakat dan negara. "Harus ada action plan. Apa saja yang didapatkan dan bagaimana dipraktekannya," ucap dia.
Pakai pertimbangan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, perjalanan dinas ke luar negeri masih diperlukan untuk pejabat daerah, agar membawa nama Indonesia dan daerahnya ke pergaulan internasional. "Di luar negeri juga kan bawa nama Indonesia dan nama daerah. Jadi ulah kuuleun (kurang pergaulan) lah," kata Asep.
Namun, Asep mengingatkan perjalanan dinas ke luar negeri yang dilakukan pejabat daerah juga harus selektif, terutama yang menggunakan APBD. "Sepanjang dibiayai yang mengundang enggak masalah. Itu kan bagian promosi juga. Kalau dibebankan pada APBD atau APBN, itu yang dipertimbangkan. Perjalanan dinas tidak masalah kalau bermanfaat kepada negara. Pemilahannya bukan soal perjalananya, tapi manfaatnya apa," terangnya. (lut/ful/fin)
"Izin akan diberikan setelah Kemendagri melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan sesuai dengan kepentingan masyarakat," kata Tjahjo usai menghadiri Pembukaan Indonesia Development Forum 2019 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, kemarin (22/7).
Mendagri menegaskan, pada prinsipnya Undang-Undang sudah mengatur mengenai izin, Kemendagri tidak akan menghambat, tapi Kemendagri harus koordinasi dengan Sekretariat Negara, Kementerian Luar Negeri, termasuk rombongannya dibatasi lima orang dan termasuk keperluannya untuk apa, apa manfatnya untuk daerah dan masyarakat, karena dia pergi menggunakan anggaran uang rakyat.
Ia pun menekankan agar kepala daerah yang izin ke luar negeri tidak hanya menghadiri acara seremonial saja, melainkan urusan penting yang dapat bermanfaat untuk daerah dan masyarakat.
Mendagri, lanjut dia, tidak menghalangi tidak menghambat, tetapi membatasi. "Pertimbangannya apakah penting pergi ke luar negeri? Jangan sampai undangan seremonial saja. Kalau itu penting, silahkan tidak masalah yang penting jelas. Muncul pertanyaan, kapan kerjanya kepala daerah kalau ke luar negeri terus," timpalnya.
Seperti diketahui Mendagri telah mengeluarkan surat pemberitahuan pengajuan permohonan izin perjalanan dinas ke luar negeri. Surat pemberitahuan SOP tersebut tertuang dalam Nomor 009/5546/SJ yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Surat Nomor 009/5545/SJ yang ditujukan kepada Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.
Dalam surat tertanggal 1 Juli itu disebutkan, bahwa izin, dispensasi, atau konsesi yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan paling lama 10 hari kerja sejak diterimanya permohonan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait kepergian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selama beberapa kali, Tjahjo mengatakan itu juga menjadi pertimbangan Kemendagri menerbitkan SE. Parahnya, ada gubernur yang hampir setiap pekan melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
"Sebagai contoh Pak Anies, dia tidak ada wakil gubernur tapi satu tahun berapa kali dia ke luar negeri? Hampir sebulan ada dua (sampai) tiga kali. Ini ada juga gubernur yang hampir tiap minggu izin ke luar negeri, ada," katanya.
Kepergian Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta ke luar negeri terakhir pada 9 Juli lalu, dengan tujuan ke Kolombia dan New York, guna meghadiri pertemuan wali kota se-dunia dan acara Diaspora Indonesia.
Terpisah, Pakar Ilmu Pemerintahan dan Otonomi Daerah sekaligus Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Sadu Wasistiono mengatakan, pejabat pemerintah di daerah wajib menjalankan amanat dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla terkait pengurangan intensitas perjalanan dinas baik dalam maupun ke luar negeri. Harus dikurangi. Karena pasti ada yang tidak urgen, kata Sadu.
Ditambahkannya, jika harus melakukan perjalanan dinas dalam mau pun luar negeri, Sadu mengimbau agar pejabat pemerintah daerah mengurangi jumlah rombongan yang biasa menyertai. "Ya kadang yang jalan melebihi kebutuhan. Misalnya, gubernur dengan ajudan, masih oke. Tapi, kalau sama kepala biro ajudan enggak perlu. Presiden saja makin sedikit rombongan yang ikut. Masa yang di bawah masih pakai paradigma lama," ucap dia.
Sadu melanjutkan, pejabat daerah diharapkan lebih maksimal menggunakan teknologi informasi digital dalam rangka mengurangi intensitas perjalanan dinas dalam dan luar negeri. Ada pekerjaan yang harus fisik dihadiri, ada yang bisa dikonsultasikan ke ahli IT. Sekarang informasi sudah terbuka kok, banyak hal yang bisa diakses dengan mudah, ujar dia.
Namun, meski tetap harus pergi perjalanan dinas ke luar negeri, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Luar Negeri harus menjadi filter. Menurut Sadu, pejabat pemerintah daerah yang akan pergi wajib untuk memberitahu Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Luar Negeri maksud dan tujuan perjalanan dinas.
"Perjalanan dinas pejabat itu ditangani Kemendagri dan Kemenlu. Jadi bisa disaring. Kalau tidak diizinkan ya tidak bisa ke luar negeri. Harus ada seleksi Kemendagri dan Kemenlu, tidak bisa begitu saja berangkat," tutur dia.
Terpisah, Guru Besar Komunikasi Politik Fakultas Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi mengatakan, isu perjalanan dinas bukan isu baru. Menurut dia, ada tiga poin yang perlu diamati dari pesan Jusuf Kalla untuk para pejabat di daerah terkait pengurangan perjalanan dinas dalam dan luar negeri.
"Imbauan Pak JK harusnya bukan karena anggaran defisit atau surplus. Tapi, pejabat yang pergi ke luar untuk perjalanan dinas harus karena ada kepentingan dan harus dilihat urgensinya. Jadi hanya boleh pergi kalau urusan selesai ketika dikunjungi dan dihasilkan manfaat," kata Karim.
Yang perlu diperhatikan berikutnya, lanjut Karim, adalah kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh pejabat daerah sepulang dari perjalanan dinas, terutama yang pergi ke luar negeri.
"Karena menggunakan uang negara, maka ada kewajiban moral yang harus dipenuhi. Pejabat seharusnya mengekspose kepada publik tentang apa yang dilakukan di tempat yang dikunjungi. Pertanggungjawaban perjalanan dinas tidak cukup secara admnistratif saja. Tapi, harus ada pertanggungjawaban publik secara terbuka," paparnya.
Setelah hasil perjalanan dinas luar negeri diekspose ke masyarakat, Karim mengatakan, pejabat yang melakukan perjalanan dinas juga perlu mengaplikasikan apa yang didapat di luar negeri untuk kepentingan masyarakat dan negara. "Harus ada action plan. Apa saja yang didapatkan dan bagaimana dipraktekannya," ucap dia.
Pakai pertimbangan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, perjalanan dinas ke luar negeri masih diperlukan untuk pejabat daerah, agar membawa nama Indonesia dan daerahnya ke pergaulan internasional. "Di luar negeri juga kan bawa nama Indonesia dan nama daerah. Jadi ulah kuuleun (kurang pergaulan) lah," kata Asep.
Namun, Asep mengingatkan perjalanan dinas ke luar negeri yang dilakukan pejabat daerah juga harus selektif, terutama yang menggunakan APBD. "Sepanjang dibiayai yang mengundang enggak masalah. Itu kan bagian promosi juga. Kalau dibebankan pada APBD atau APBN, itu yang dipertimbangkan. Perjalanan dinas tidak masalah kalau bermanfaat kepada negara. Pemilahannya bukan soal perjalananya, tapi manfaatnya apa," terangnya. (lut/ful/fin)