FOTOILUSTRASI |
Salah satu wali murid di Wilayah Kecamatan Gombong, TH (42) mengaku keberatan dengan adanya pugutan dari pihak Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta di wilayah tersebut. Pasalnya banyak sekali pungutan. Sehingga bila ditotal bisa mencapai Rp 5 juta.
Padahal dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seharusnya tidak lagi ada pungutan. "Total Pembayaran bisa mencapai Rp 5 juta, Mas," tuturnya, Selasa (27/8/2019).
Sejumlah pungutan tersebut meliputi SPP Rp 225 ribu, uang kenang-kenangan dipatok Rp 400 ribu, kegiatan kemah Rp 100 ribu, perpisahan Rp 150 ribu, LKS 4 Buku Rp 125 ribu, bayar TUC Rp 100 ribu. Selain itu terdapat pula sumbangan lainnya.
Isu pungutan sekolah yang selalu muncul setiap tahun, ditanggapi serius oleh Pengawas SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Warjan SPd SH MM.
Pihaknya menegaskan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Ini mendasari pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
"Mengacu pada pemahaman tersebut maka satuan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) negeri dilarang untuk melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Namun begitu, satuan pendidikan dasar dapat menerima sumbangan," tegasnya.
Mendasari Permen, jelas Warjan, pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan. Baik berupa uang dan atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Sedangkan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan atau barang jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
"Yang perlu digarisbawahi jika satuan pendidikan ingin meminta sumbangan hendaknya bersifat sukarela. Yakni tidak ada unsur paksaan, tidak mengikat, tidak ditentukan ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya," katanya.
Warjan menilai, persoalan mengenai biaya sekolah ini karena adanya tiga faktor yaitu pihak sekolah dan komite kurang memahami isi Permendikbud Nomor 44 tahun 2012. Kedua Komite sekolah kurang dapat menempatkan sebagai mediator untuk menjembatani antara kepentingan orang tua siswa dan sekolah. Dimana ada kesan, komite justru memposisikan dirinya seakan sub ordinasi dari sekolah sehingga nilai tawar terhadap sekolah rendah. "Kalau saja komite sekolah dapat menjembatani kedua kepentingan dengana baik maka tidak akan terjadi gejolak orang tua atas biaya sekolah," jelas Warjan.
Permasalahan ketiga, lanjut Warjan, berkenaan Dewan Pendidikan yang kurang memerankan fungsinya dengan baik. Seharusnya, dewan pendidikan memberikan pertimbangan kepada dinas dalam hal ini mengantisipasi pungutan biaya pendidikan. "Realitanya, keberadaan Dewan Pendidikan justru menjadi pertanyaan bagi masyarakat tentang fungsi dan kiprahnya dalam mengatasi permasalahan dunia pendidikan,” ucapnya. (mam)