JAKARTA - Kritik terhadap kinerja Panita Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) terus berdatangan. Sejumlah tokoh dan akademisi menyoroti langkah pansel yang seakan mengabaikan masukan masyarakat terkait rekam jejak capim.
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Razikin meminta pansel bekerja secara profesional dengan mengedepankan prinsip integritas. Menurutnya, hal ini dilakukan agar pansel dapat menjaring capim yang betul-betul memiliki komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi.
"Panitia seleksi harus bekerja penuh integritas, semua pihak harus mengawal kerja pansel. Terlalu mahal ongkos politik-hukumnya jika pansel tidak mampu menghasilkan capim yang diharapkan oleh masyarakat," kata Razikin di Jakarta, Minggu (1/9/2019).
Razikin menambahkan, salah satu cara mengukur komitmen tersebut yakni melalui rekam jejak para capim. Ia pun meminta pansel menengok kembali rekam jejak para kandidat komisioner KPK yang dianggap berbagai pihak bermasalah.
"Pimpinan KPK harus dipastikan adalah orang yang memiliki komitmen tinggi, integritas yang kuat melawan korupsi, salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur komitmen dan integritas salah satunya adalah melalui rekam jejak," kata dia.
Razikin menganggap, protes dari masyarakat terhadap kinerja pansel menjadi hal yang wajar. Karena menurutnya, publik berupaya ikut berpartisipasi agar tidak terdapat pihak-pihak yang ingin melemahkan KPK demi kelancaran agenda pemberantasan korupsi ke depan.
"Masyarakat berharap tidak boleh ada agenda terselubung untuk pembelokan agenda pemberantasan korupsi serta pelemahan KPK, karena korupsi merupakan mara bahaya dan ancaman serius bagi masa depan bangsa, negara dan rakyat Indonesia," tegas dia.
Raizikin menyatakan, dirinya bersama PP Muhammadiyah telah berkomitmen untuk mengawal proses seleksi capim KPK. Lebih lanjut, Razikin berharap, Pansel tidak 'tutup telinga' untuk mendengar masukan dari masyarakat.
"Tentu juga nanti DPR melalui Komisi III memilih Capim KPK mendasarkan pada integritas yang kuat bukan dengan pendekatan transaksional baik transaksi politik, hukum maupun ekonomi," tambahnya.
Kritik serupa juga datang dari Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti. Ia menyinggung soal polisi dan jaksa yang justru ikut dalam seleksi capim KPK ketimbang mengoptimalkan pemberantasan korupsi di institusu masing-masing.
"Jauh lebih baik justru polisi dan jaksa dioptimalkan untuk melakukan pemberantasan di institusinya masing-masing, membangun wajah polisi atau korps kepolisian dalam konteks pemberantasan korupsi," tukas Ray.
Hal ini lantaran, kata dia, pemberantasan korupsi tidak selalu menjadi tanggung jawab KPK. Akan tetapi, dapat disinergikan dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Polri.
Menanggapi kritik yang terus berdatangan, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus memandang Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengambil langkah tepat. Ia khawatir jika nama yang disinyalir memiliki rekam jejak buruk masuk ke dalam daftar 10 peserta untuk diserahkan kepada DPR RI, upaya mencegah pelemahan KPK semakin tidak terkontrol.
"Kita berharap betul kepada presiden untuk memastikan kita tidak sedang memastikan komisioner-komisioner KPK yang akan membuat KPK itu menjadi fotokopinya polisi dan jaksa. Hanya presiden. Kalau itu tidak bisa dijamin oleh Presiden Joko Widodo, maka memang tugas selanjutnya dari publik semakin besar," ucap Lucius.
Di sisi lain, Direktur Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Eddi Hasibuan menyatakan komposisi ke-20 peserta capim yang lolos sejauh ini telah mewakili seluruh institusi yang ada. Ia memandang ini sebagai sinergi antar-aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi.
"Siapapun yang terpilih nanti, tentu PR-nya sangat besar untuk KPK yang akan datang.
Terutama hal pencegahan yang harus dikuatkan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Capim KPK yang ada saat ini harus kita dukung dan apresiasi serta kita kawal bersama," terang Edi.
Edi menilai, pimpinan KPK memang bagusnya diisi oleh sosok yang berasal dari berbagai unsur. Karena akan berdampak pada kuatnya posisi KPK dalam agenda pemberantasan korupsi. "Tentu akan lebih kuat. Saya tidak ingin membicarakan dari ini dan itu dengan latar belakangnya. Tapi justru lebih ke penguatan KPK agar ke depannya, benar-benar bisa memberantas korupsi dengan program pencegahan terbaiknya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Pansel Capim KPK akan menyerahkan 10 nama peserta kepada Presiden Jokowi pada 2 September 2019. Kesepuluh nama tersebut merupakan peserta yang telah lolos tes kesehatan, wawancara, dan uji publik.
"Hari Senin kami akan adakan rapat pada putusan penentuan sepuluh calon pimpinan. Pada Senin jam 15.00 WIB kami Insya Allah akan diterima Presiden untuk menyerahkan nama tersebut," kata Ketua Pansel Yenti Ganarsih.
Yenti pun mengaku tidak akan mengumumkan kesepuluh nama tersebut mlainkan jika diminta oleh Presiden Jokowi. "Pansel tidak mengumumkannya sepanjang tidak diminta oleh presiden," tandasnya. (riz/gw/fin)
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Razikin meminta pansel bekerja secara profesional dengan mengedepankan prinsip integritas. Menurutnya, hal ini dilakukan agar pansel dapat menjaring capim yang betul-betul memiliki komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi.
"Panitia seleksi harus bekerja penuh integritas, semua pihak harus mengawal kerja pansel. Terlalu mahal ongkos politik-hukumnya jika pansel tidak mampu menghasilkan capim yang diharapkan oleh masyarakat," kata Razikin di Jakarta, Minggu (1/9/2019).
Razikin menambahkan, salah satu cara mengukur komitmen tersebut yakni melalui rekam jejak para capim. Ia pun meminta pansel menengok kembali rekam jejak para kandidat komisioner KPK yang dianggap berbagai pihak bermasalah.
"Pimpinan KPK harus dipastikan adalah orang yang memiliki komitmen tinggi, integritas yang kuat melawan korupsi, salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur komitmen dan integritas salah satunya adalah melalui rekam jejak," kata dia.
Razikin menganggap, protes dari masyarakat terhadap kinerja pansel menjadi hal yang wajar. Karena menurutnya, publik berupaya ikut berpartisipasi agar tidak terdapat pihak-pihak yang ingin melemahkan KPK demi kelancaran agenda pemberantasan korupsi ke depan.
"Masyarakat berharap tidak boleh ada agenda terselubung untuk pembelokan agenda pemberantasan korupsi serta pelemahan KPK, karena korupsi merupakan mara bahaya dan ancaman serius bagi masa depan bangsa, negara dan rakyat Indonesia," tegas dia.
Raizikin menyatakan, dirinya bersama PP Muhammadiyah telah berkomitmen untuk mengawal proses seleksi capim KPK. Lebih lanjut, Razikin berharap, Pansel tidak 'tutup telinga' untuk mendengar masukan dari masyarakat.
"Tentu juga nanti DPR melalui Komisi III memilih Capim KPK mendasarkan pada integritas yang kuat bukan dengan pendekatan transaksional baik transaksi politik, hukum maupun ekonomi," tambahnya.
Kritik serupa juga datang dari Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti. Ia menyinggung soal polisi dan jaksa yang justru ikut dalam seleksi capim KPK ketimbang mengoptimalkan pemberantasan korupsi di institusu masing-masing.
"Jauh lebih baik justru polisi dan jaksa dioptimalkan untuk melakukan pemberantasan di institusinya masing-masing, membangun wajah polisi atau korps kepolisian dalam konteks pemberantasan korupsi," tukas Ray.
Hal ini lantaran, kata dia, pemberantasan korupsi tidak selalu menjadi tanggung jawab KPK. Akan tetapi, dapat disinergikan dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Polri.
Menanggapi kritik yang terus berdatangan, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus memandang Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengambil langkah tepat. Ia khawatir jika nama yang disinyalir memiliki rekam jejak buruk masuk ke dalam daftar 10 peserta untuk diserahkan kepada DPR RI, upaya mencegah pelemahan KPK semakin tidak terkontrol.
"Kita berharap betul kepada presiden untuk memastikan kita tidak sedang memastikan komisioner-komisioner KPK yang akan membuat KPK itu menjadi fotokopinya polisi dan jaksa. Hanya presiden. Kalau itu tidak bisa dijamin oleh Presiden Joko Widodo, maka memang tugas selanjutnya dari publik semakin besar," ucap Lucius.
Di sisi lain, Direktur Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Eddi Hasibuan menyatakan komposisi ke-20 peserta capim yang lolos sejauh ini telah mewakili seluruh institusi yang ada. Ia memandang ini sebagai sinergi antar-aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi.
"Siapapun yang terpilih nanti, tentu PR-nya sangat besar untuk KPK yang akan datang.
Terutama hal pencegahan yang harus dikuatkan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Capim KPK yang ada saat ini harus kita dukung dan apresiasi serta kita kawal bersama," terang Edi.
Edi menilai, pimpinan KPK memang bagusnya diisi oleh sosok yang berasal dari berbagai unsur. Karena akan berdampak pada kuatnya posisi KPK dalam agenda pemberantasan korupsi. "Tentu akan lebih kuat. Saya tidak ingin membicarakan dari ini dan itu dengan latar belakangnya. Tapi justru lebih ke penguatan KPK agar ke depannya, benar-benar bisa memberantas korupsi dengan program pencegahan terbaiknya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Pansel Capim KPK akan menyerahkan 10 nama peserta kepada Presiden Jokowi pada 2 September 2019. Kesepuluh nama tersebut merupakan peserta yang telah lolos tes kesehatan, wawancara, dan uji publik.
"Hari Senin kami akan adakan rapat pada putusan penentuan sepuluh calon pimpinan. Pada Senin jam 15.00 WIB kami Insya Allah akan diterima Presiden untuk menyerahkan nama tersebut," kata Ketua Pansel Yenti Ganarsih.
Yenti pun mengaku tidak akan mengumumkan kesepuluh nama tersebut mlainkan jika diminta oleh Presiden Jokowi. "Pansel tidak mengumumkannya sepanjang tidak diminta oleh presiden," tandasnya. (riz/gw/fin)