SEMARANG-Tanpa sedikitpun memperlihatkan raut wajah penyesalan maupun kesedihan oknum notaris Denpasar Bali yang tinggal di Graha Estetika, Jalan Citra H-18, Banyumanik, Kota Semarang, I Nyoman Adi Rimbawan, 45, tampak santai mengikuti proses putusan perkara dugaan asusila terhadap warga Semarang berinisial TS, yang digelar terbuka untuk umum di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Senin (18/11/2019).
Namun demikian usai di vonis dengan tegas Nyoman menyatakan akan mengajukan banding, hanya saja sikapnya usai di vonis hanya diam sembari tertawa dan tersenyum terus diperlihatkan, bahkan hingga di gelandang ke dalam jerjuji besi tahanan dan diangkut mobil tahanan kejaksaan. Selain itu, terdakwa tampak santai dengan didampingi sejumlah keluarganya dan notaris kondang Semarang, Jane Margaretha Handayani.
Padahal dalam kasus itu, alumnus magister kenotariatan Undip dan Doktor Ilmu Hukum Unisula Semarang tersebut, divonis cukup berat oleh majelis hakim. Yakni divonis pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp 1,5miliar subsidair 4 bulan kurungan. Vonis majelis tersebut memang lebih rendah dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang menuntut terdakwa Nyoman dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1,5miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sekalipun vonisnya tinggi, namun perlakuan spesial tampaknya tetap melekat pada Nyoman, karena selama persidangan hampir selalu bisa mengenakan kemeja batik, sesekali tangan tanpa di borgol. Hal itu berbeda dengan para tahanan perkara pidana umum lainnya, yang selalu mengenakan kemeja putih, rompi orange dan tangan di borgol.
Sidang putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Andi Astara, digelar mulai pukul 13.43, kemudian pukul 14.48 di skor azan Zuhur hingga usai pukul 15.32 WIB. Dalam salah satu pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan hal memberatkan, terdakwa seharusnya sebagai orangtua melindungi korban, namun akibat perbuatannya justru merusak masa depan korban.
Sedangkan keadaan meringankan terdakwa sopan selama proses persidangan, terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena kesempatan yang diberikan saksi Jane Margaretha Handayani, yang mengijinkan terdakwa tinggal di rumahnya dalam beberapa tahun lamanya tanpa ikatan perkawinan.
“Mengadili menyatakan terdakwa I Nyoman terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan kekerasan memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya, sebagai dalam dakwaan alternatif primer penuntut umum,”kata hakim Andi Astara.
Majelis hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara selama 13 tahun penjara dan denda 1,5miliar subsidair 4 bulan kurungan, dan menetapkan tetap ditahan. Dalam pertimbangannya majelis juga memepertimbangkan hasil forensik dan visum yang ditandatangani oleh dokter. Kemudian keberadaan barang bukti, seperti celana dalam, kerancang sampah, bercak sperma, bercak darah, alat sex, sobekan kain dan banyak lagi.
Dari pantauan Jawa Pos Radar Semarang, sidang tersebut dihadiri tiga JPU Kejati Jateng, tiga kuasa hukum terdakwa, tiga majelis hakim dan satu panitera. Didalam ruang sidang setidaknya da 32 pengunjung sidang, mulai awak media, keluarga terdakwa, kusa hukum korban, sejumlah organisasi masyarakat dan dua orang petugas pegawal tahanan dari Polrestabes Semarang dan Kejari Semarang.
Menanggapi putusan itu, salah satu kuasa hukum Nyoman, Mohtar Hadi Wibowo, menilai pertimbangan majelis hakim hanya copy paster dari dakwaan jaksa, sehingga fakta-fakta persidangan tidak dijadikan pertimbangan. Pihaknya memastikan akan banding dalam kasus itu. Selain itu, pihaknya tidak menyakini perbuatan terdakwa pernah dilakukan.
“Fakta persidangan kami lihat, ada ketidak sesuaian antara barang bukti dengan keterangan ahli. Contoh kasur tidak ada potongan utuh, padahal hal sangat prinsip,”jelasnya.
Dalam perkara ini, terdakwa I Nyoman Adi Rimbawan mendapat pengawalan dan perhatian dari sejumlah lembaga dan ormas. Di antaranya, Komnas Perlindungan Anak Kota Semarang yang dipimpin John Richard Latuihamallo, Koalisi Masyarakat Peduli Anak dan Perempuan (Kompar) dipimpin Saraswati, Karangtaruna Kartini Kota Semarang dipimpin Okky Andaniswari serta LRC-KJHAM dipimpin Kepala Divisi Bantuan Hukum Nihayatul Mukaromah. Ada juga dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan dari Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dipimpin Sri Nurherwati. Kemudian ada juga group Sekar Taji dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni. (jks)
Namun demikian usai di vonis dengan tegas Nyoman menyatakan akan mengajukan banding, hanya saja sikapnya usai di vonis hanya diam sembari tertawa dan tersenyum terus diperlihatkan, bahkan hingga di gelandang ke dalam jerjuji besi tahanan dan diangkut mobil tahanan kejaksaan. Selain itu, terdakwa tampak santai dengan didampingi sejumlah keluarganya dan notaris kondang Semarang, Jane Margaretha Handayani.
Padahal dalam kasus itu, alumnus magister kenotariatan Undip dan Doktor Ilmu Hukum Unisula Semarang tersebut, divonis cukup berat oleh majelis hakim. Yakni divonis pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp 1,5miliar subsidair 4 bulan kurungan. Vonis majelis tersebut memang lebih rendah dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang menuntut terdakwa Nyoman dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1,5miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sekalipun vonisnya tinggi, namun perlakuan spesial tampaknya tetap melekat pada Nyoman, karena selama persidangan hampir selalu bisa mengenakan kemeja batik, sesekali tangan tanpa di borgol. Hal itu berbeda dengan para tahanan perkara pidana umum lainnya, yang selalu mengenakan kemeja putih, rompi orange dan tangan di borgol.
Sidang putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Andi Astara, digelar mulai pukul 13.43, kemudian pukul 14.48 di skor azan Zuhur hingga usai pukul 15.32 WIB. Dalam salah satu pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan hal memberatkan, terdakwa seharusnya sebagai orangtua melindungi korban, namun akibat perbuatannya justru merusak masa depan korban.
Sedangkan keadaan meringankan terdakwa sopan selama proses persidangan, terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena kesempatan yang diberikan saksi Jane Margaretha Handayani, yang mengijinkan terdakwa tinggal di rumahnya dalam beberapa tahun lamanya tanpa ikatan perkawinan.
“Mengadili menyatakan terdakwa I Nyoman terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan kekerasan memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya, sebagai dalam dakwaan alternatif primer penuntut umum,”kata hakim Andi Astara.
Majelis hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara selama 13 tahun penjara dan denda 1,5miliar subsidair 4 bulan kurungan, dan menetapkan tetap ditahan. Dalam pertimbangannya majelis juga memepertimbangkan hasil forensik dan visum yang ditandatangani oleh dokter. Kemudian keberadaan barang bukti, seperti celana dalam, kerancang sampah, bercak sperma, bercak darah, alat sex, sobekan kain dan banyak lagi.
Dari pantauan Jawa Pos Radar Semarang, sidang tersebut dihadiri tiga JPU Kejati Jateng, tiga kuasa hukum terdakwa, tiga majelis hakim dan satu panitera. Didalam ruang sidang setidaknya da 32 pengunjung sidang, mulai awak media, keluarga terdakwa, kusa hukum korban, sejumlah organisasi masyarakat dan dua orang petugas pegawal tahanan dari Polrestabes Semarang dan Kejari Semarang.
Menanggapi putusan itu, salah satu kuasa hukum Nyoman, Mohtar Hadi Wibowo, menilai pertimbangan majelis hakim hanya copy paster dari dakwaan jaksa, sehingga fakta-fakta persidangan tidak dijadikan pertimbangan. Pihaknya memastikan akan banding dalam kasus itu. Selain itu, pihaknya tidak menyakini perbuatan terdakwa pernah dilakukan.
“Fakta persidangan kami lihat, ada ketidak sesuaian antara barang bukti dengan keterangan ahli. Contoh kasur tidak ada potongan utuh, padahal hal sangat prinsip,”jelasnya.
Dalam perkara ini, terdakwa I Nyoman Adi Rimbawan mendapat pengawalan dan perhatian dari sejumlah lembaga dan ormas. Di antaranya, Komnas Perlindungan Anak Kota Semarang yang dipimpin John Richard Latuihamallo, Koalisi Masyarakat Peduli Anak dan Perempuan (Kompar) dipimpin Saraswati, Karangtaruna Kartini Kota Semarang dipimpin Okky Andaniswari serta LRC-KJHAM dipimpin Kepala Divisi Bantuan Hukum Nihayatul Mukaromah. Ada juga dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan dari Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dipimpin Sri Nurherwati. Kemudian ada juga group Sekar Taji dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni. (jks)