SEMARANG- Fakta baru semakin mencuat atas perkara dugaan korupsi pemotongan insentif serta remunerasi pada RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 4,4miliar. Fakta itu mencuat adanya penerimaan uang mencapai Rp 1,2 miliar yang diterima Amat Antono, yang kala itu menjabat Bupati Pekalongan. Hal itu diakuinya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (5/11/2019).
Keterangan itu disampaikan suami dari Wakil Bupati Pekalongan Arini Harimurti, tersebut dalam sidang yang menjerat terdakwa mantan Direktur RSUD Kraton, dr Muhammad Teguh Immanto dan mantan Wadir Adminitrasi Umum dan Keuangan (AUK), Agus Bambang Suryadana. Selain Antono, sidang tersebut juga memeriksa Riski Tesa Malela, Kabag Keuangan RSUD Kraton dan kedua terdakwa.
“Sebagaimana saya sampaikan pada sidang pertama, bahwa saya menerima itu tak tahu persis angkanya, yang lebih paham Tesa,”kata saksi Antono, saat dicecar majelis hakim yang dipimpin, Andi Astara.
Ia juga mengaku sudah mengembalikan uang mencapai Rp 1, 2miliar. Dengan pengembalian sebanyak 2 kali melalui pemberian cash. Dikatakannya pertama sekitar Rp 990 juta dan kedua Rp 300jutaan. Pengembalian itu dengan tanda terima slip pengembalian melalui Tesa. Uang itu diakuinya merupakan uang pribadi. Saat mengawali kesaksiannya, Antono, terlebih dahulu meminta izin majelis hakim. Dikatakannya, setelah mengikuti sidang pertama saat dihadirkan sebagai saksi.
“Saya tak tahu persis jumlah itu, kemudian saya klarifikasi saudara Tesa, kemudina saya punya pertimbangan moral dan kembalikan ke Tesa,”akunya.
Saksi Riski Tesa Malela, dipersidangan juga mengakui pengembalian itu. Dikatakannya, atas pengembalian Antono kemudian ia transfer ke rekening kas RSUD Kraton. Namun kemudian uang seitar Rp 1,2 miliar tersebut diminta transfer ke rekening penitipan kas kejaksaan.
“Jadi dikeluarkan lagi dari rekening RSUD, memang saya tidak konsultasi sejak awal, mungkin kesalahan saya, jadi saya setor ke rekening RSUD, tapi saya sudah lapor pimpinan juga, harusnya memang ke rekening kejaksaan,”kata Riski Tesa, saat dicecar jaksa.
Diakuinya, selain Antono, tidak ada lagi orang yang menggunakan kembalikan uang. Ia menyampaikan, pembagian transfer dilakukan dua transfer tidak memiliki makna tertentu. Menurutnya hal itu merupakan kesiapan dana Antono semata.
“Saya setorkan ke rekening RSUD melalui transfer, awal Rp 990juta dan Rp 300juta. Dasar pengembalian kalau BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saya tidak dikasih penyidik, melainkan catatan nota staf, dokumen asli juga sudah disita,”bebernya.
Sementara itu, saat diperiksa Muhammad Teguh Immanto, mengakui dana sekitar Rp 5miliar disimpan di rekening penampungan tahunya dari Tesa, setelah dipanggil dirinya. Ia juga menegaskan tidak pernah memberikan uang ke Antono maupun kordinir keuangan tersebut. “Uang itu terkumpul ndak tahu, saya tahunya November itu kalau ada uang itu. Saya tahunya ada dana yang dipotong itu 2014, awalnya ada piutang jamkesmas dan askes,”ungkapnya.
Dalam sidang perkara itu, Bupati Pekalongan, Asip Kholbihi, juga pernah mengaku menerima uang sebesar Rp 60juta. Hanya saja uang itu diterimanya melalui Riski Tesa Malela selaku Kabag Keuangan RSUD Kraton, sehingga bukan diterima dari terdakwa. Uang itu sendiri diakuinya belum digunakan dan masih tersimpan dilaci kerjanya. Namun uang itu sudah dikembalikan ke RSUD Kraton. Berdasarkan catatan Tesa yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng, uang yang diterima Asip sebesar Rp 90juta.
“Uang saya terima dari Tesa bukan dari direktur utama RSUD. Catatan Tesa Rp 90juta ndak tahu, yang ada Rp 60juta dan sudah dikembalikan akhir 2016 atau Januari 2017,”kata Asip, saat diperiksa dipersidangan.
Uang itu diakuinya diberikan dua kali, masing-masing Rp 30juta. Uang itu sendiri dikembalikan dirinya melalui ajudan dan diterima terdakwa II, lengkap diberi tanda terima pengembalian.
“Waktu itu baru awal-awal menjabat,”ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Komunitas Pemerhati Korupsi (Kompak) Jawa Tengah, Sasetya Bayu Efendi, meminta penyidik Polda Jateng dan JPU Kejati Jateng untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Apalagi, lanjutnya, dalam kasus itu sempat memeriksa Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan aktif hingga yang sudah jadi mantan. Dengan demikian, menurutnya, praktek tersebut sudah lama berlangsung. Untuk itu, pihaknya, meminta jangan sampai terhenti pada tersangka di level rendahan. Pihaknya juga mengancam akan melakukan aksi besar-besaran secara rutin apabila kasusnya tidak berkembang.
“Ini kasusnya kalau cuma tebang pilih ke pelaku rendahan, patut dipertanyakan kinerja penyidiknya. Makanya kami dorong ke pelaku utama bisa diungkap, jaksa juga harus memberikan masukan-masukan ke penyidik agar pelaku aktor intelektualnya bisa diungkap,”tandasnya.
Dikatakannya, dengan masyarakat turut serta mengawal persidangan, maka akan mengetahui fakta sebenarnya.
“Harapannya masyarakat harus mengawal dari awal hingga perkaranya berkekuatan hukum tetap. Dengan begitu bisa diketahui siapa-siapa yang terungkap dipersidangan, namun tidak dikembangkan penyidik,”ungkapnya.
Pada Selasa (17/9) lalu, empat saksi diperiksa secara bergantian, diantaranya Sekda Kabupaten Pekalongan Hj Mukaromah Syakoer, mantan Wakil Bupati Pekalongan, Fadia Arafiq, Ketua DPRD Pekalongan Hj Hindun dan mantan Kepala Cabang Bank Mandiri Peklaongan Sugeng Hariyadi.
Dalam sidang pemeriksaan urutan terakhir, Fadia Arafiq, mengaku selama menjadi Wakil Bupati Pekalongan periode 2011-2016, hanya mempunyai peran mendampingi bupati saat itu, Amat Antono saat rapat maupun peresmian. Bahkan dirinya sama sekali tidak pernah diajak melakukan tinjauan.
Anak dari pedangdut senior Indonesia, A Rafiq, juga mengaku hanya sekali bertemu Riski Tesa Malela saat pemeriksaan kesehatan pada waktu pencalonan diri sebagai Wakil Bupati Pekalongan.
"Saya waktu itu diantar ditunjukkan ruangan. Tesa itu saudaranya Bupati. Saya datang ke kantor, makan siang, terus pulang,"ujar penyanyi yang single lagunya sempat melejit berjudul Cik Cik Bum Bum tahun 2000 itu.
Wanita kelahiran Jakarta, 23 Mei 1978, ini juga mengelak menggunakan fasilitas rumah sakit tersebut untuk pemeriksaannya. Ia menegaskan, selama menjabat dirinya selalu menggunakan fasilitas asuransi dan askes.
"Saya tidak pernah menggunakan fasilitas pemerintah,"ujarnya. (jks)
Keterangan itu disampaikan suami dari Wakil Bupati Pekalongan Arini Harimurti, tersebut dalam sidang yang menjerat terdakwa mantan Direktur RSUD Kraton, dr Muhammad Teguh Immanto dan mantan Wadir Adminitrasi Umum dan Keuangan (AUK), Agus Bambang Suryadana. Selain Antono, sidang tersebut juga memeriksa Riski Tesa Malela, Kabag Keuangan RSUD Kraton dan kedua terdakwa.
“Sebagaimana saya sampaikan pada sidang pertama, bahwa saya menerima itu tak tahu persis angkanya, yang lebih paham Tesa,”kata saksi Antono, saat dicecar majelis hakim yang dipimpin, Andi Astara.
Ia juga mengaku sudah mengembalikan uang mencapai Rp 1, 2miliar. Dengan pengembalian sebanyak 2 kali melalui pemberian cash. Dikatakannya pertama sekitar Rp 990 juta dan kedua Rp 300jutaan. Pengembalian itu dengan tanda terima slip pengembalian melalui Tesa. Uang itu diakuinya merupakan uang pribadi. Saat mengawali kesaksiannya, Antono, terlebih dahulu meminta izin majelis hakim. Dikatakannya, setelah mengikuti sidang pertama saat dihadirkan sebagai saksi.
“Saya tak tahu persis jumlah itu, kemudian saya klarifikasi saudara Tesa, kemudina saya punya pertimbangan moral dan kembalikan ke Tesa,”akunya.
Saksi Riski Tesa Malela, dipersidangan juga mengakui pengembalian itu. Dikatakannya, atas pengembalian Antono kemudian ia transfer ke rekening kas RSUD Kraton. Namun kemudian uang seitar Rp 1,2 miliar tersebut diminta transfer ke rekening penitipan kas kejaksaan.
“Jadi dikeluarkan lagi dari rekening RSUD, memang saya tidak konsultasi sejak awal, mungkin kesalahan saya, jadi saya setor ke rekening RSUD, tapi saya sudah lapor pimpinan juga, harusnya memang ke rekening kejaksaan,”kata Riski Tesa, saat dicecar jaksa.
Diakuinya, selain Antono, tidak ada lagi orang yang menggunakan kembalikan uang. Ia menyampaikan, pembagian transfer dilakukan dua transfer tidak memiliki makna tertentu. Menurutnya hal itu merupakan kesiapan dana Antono semata.
“Saya setorkan ke rekening RSUD melalui transfer, awal Rp 990juta dan Rp 300juta. Dasar pengembalian kalau BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saya tidak dikasih penyidik, melainkan catatan nota staf, dokumen asli juga sudah disita,”bebernya.
Sementara itu, saat diperiksa Muhammad Teguh Immanto, mengakui dana sekitar Rp 5miliar disimpan di rekening penampungan tahunya dari Tesa, setelah dipanggil dirinya. Ia juga menegaskan tidak pernah memberikan uang ke Antono maupun kordinir keuangan tersebut. “Uang itu terkumpul ndak tahu, saya tahunya November itu kalau ada uang itu. Saya tahunya ada dana yang dipotong itu 2014, awalnya ada piutang jamkesmas dan askes,”ungkapnya.
Dalam sidang perkara itu, Bupati Pekalongan, Asip Kholbihi, juga pernah mengaku menerima uang sebesar Rp 60juta. Hanya saja uang itu diterimanya melalui Riski Tesa Malela selaku Kabag Keuangan RSUD Kraton, sehingga bukan diterima dari terdakwa. Uang itu sendiri diakuinya belum digunakan dan masih tersimpan dilaci kerjanya. Namun uang itu sudah dikembalikan ke RSUD Kraton. Berdasarkan catatan Tesa yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng, uang yang diterima Asip sebesar Rp 90juta.
“Uang saya terima dari Tesa bukan dari direktur utama RSUD. Catatan Tesa Rp 90juta ndak tahu, yang ada Rp 60juta dan sudah dikembalikan akhir 2016 atau Januari 2017,”kata Asip, saat diperiksa dipersidangan.
Uang itu diakuinya diberikan dua kali, masing-masing Rp 30juta. Uang itu sendiri dikembalikan dirinya melalui ajudan dan diterima terdakwa II, lengkap diberi tanda terima pengembalian.
“Waktu itu baru awal-awal menjabat,”ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Komunitas Pemerhati Korupsi (Kompak) Jawa Tengah, Sasetya Bayu Efendi, meminta penyidik Polda Jateng dan JPU Kejati Jateng untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Apalagi, lanjutnya, dalam kasus itu sempat memeriksa Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan aktif hingga yang sudah jadi mantan. Dengan demikian, menurutnya, praktek tersebut sudah lama berlangsung. Untuk itu, pihaknya, meminta jangan sampai terhenti pada tersangka di level rendahan. Pihaknya juga mengancam akan melakukan aksi besar-besaran secara rutin apabila kasusnya tidak berkembang.
“Ini kasusnya kalau cuma tebang pilih ke pelaku rendahan, patut dipertanyakan kinerja penyidiknya. Makanya kami dorong ke pelaku utama bisa diungkap, jaksa juga harus memberikan masukan-masukan ke penyidik agar pelaku aktor intelektualnya bisa diungkap,”tandasnya.
Dikatakannya, dengan masyarakat turut serta mengawal persidangan, maka akan mengetahui fakta sebenarnya.
“Harapannya masyarakat harus mengawal dari awal hingga perkaranya berkekuatan hukum tetap. Dengan begitu bisa diketahui siapa-siapa yang terungkap dipersidangan, namun tidak dikembangkan penyidik,”ungkapnya.
Pada Selasa (17/9) lalu, empat saksi diperiksa secara bergantian, diantaranya Sekda Kabupaten Pekalongan Hj Mukaromah Syakoer, mantan Wakil Bupati Pekalongan, Fadia Arafiq, Ketua DPRD Pekalongan Hj Hindun dan mantan Kepala Cabang Bank Mandiri Peklaongan Sugeng Hariyadi.
Dalam sidang pemeriksaan urutan terakhir, Fadia Arafiq, mengaku selama menjadi Wakil Bupati Pekalongan periode 2011-2016, hanya mempunyai peran mendampingi bupati saat itu, Amat Antono saat rapat maupun peresmian. Bahkan dirinya sama sekali tidak pernah diajak melakukan tinjauan.
Anak dari pedangdut senior Indonesia, A Rafiq, juga mengaku hanya sekali bertemu Riski Tesa Malela saat pemeriksaan kesehatan pada waktu pencalonan diri sebagai Wakil Bupati Pekalongan.
"Saya waktu itu diantar ditunjukkan ruangan. Tesa itu saudaranya Bupati. Saya datang ke kantor, makan siang, terus pulang,"ujar penyanyi yang single lagunya sempat melejit berjudul Cik Cik Bum Bum tahun 2000 itu.
Wanita kelahiran Jakarta, 23 Mei 1978, ini juga mengelak menggunakan fasilitas rumah sakit tersebut untuk pemeriksaannya. Ia menegaskan, selama menjabat dirinya selalu menggunakan fasilitas asuransi dan askes.
"Saya tidak pernah menggunakan fasilitas pemerintah,"ujarnya. (jks)