KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Kendati hujan sudah turun, sebagian petani di Kabupaten Kebumen masih belum bisa memulai menanam padi. Pasalnya, sebagian besar wilayah saat ini mengalami kesulitan air. Sedangkan irigasinya tidak mengalir.
Koordinator Balai Penyuluh Pertanian Kutowinangun Wiyono pun mengaku banyak menerima aduan dari petani dalam menghadapi musim tanam pertama kali ini. "Keluhannya sama pada air yang dialami merata di seluruh wilayah. Terutama Kebumen Timur," terangnya.
Wilayah seperti Kecamatan Poncowarno, Kutowinangun, Prembun, dan Mirit sama sekali belum tanam. Malah tidak bisa membajak sawah karena kekurangan air.
Atas kondisi tersebut, Anggota DPRD Kebumen H Tongat bersama Wiyono mengecek kondisi Bendung Pedegolan di perbatasan Desa Jlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun, kemarin.
Debit air bendungan yang memiliki cakupan irigasi hingga 8.402 hektare itu belum mencukupi. Begitu juga Bendung Pejengkolan di Poncowarno serta Waduk Wadaslintang yang berada di atasnya.
Tongat mengatakan, situasi ini jelas bukan kabar bagus bagi para petani. "Penekanan kami sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Tongat, politisi PDI Perjuangan yang berangkat dari Dapil VI itu.
Pihaknya pun menepis anggapan tidak tercukupinya air di waduk maupun bendung lantaran diambil untuk kebutuhan PDAM. Menurut Tongat yang sudah mengecek langsung, untuk pengambilan PDAM dari Bendung Pejengkolan, saat ini belum beroperasi, sedangkan dari Bendung Pedegolan memanfaatkan limpasan air di Ungaran.
Kondisi darurat itu sebagian disikapi oleh petani dengan menyedot aliran sungai yang ada menggunakan pompa air. Kendati kondisi airnya terbatas. Kendalanya lagi, biaya operasional dirasa cukup tinggi untuk membeli bahan bakar serta lainnya.
Para petani pun meminta Pemkab menganggarkan biaya operaisonal untuk sedot air di sungai dengan disubsidi atau dibantu. Tongat mendukung usulan tersebut. Jika memungkinkan, lanjutnya, bisa pula dibuatkan hujan buatan, agar wilayah yang membutuhkan air itu dapat mengolah lahan pertaniannya.
Perangkat Desa Mrinen Edi Setyo mengaku telah menyedot menggunakan pompa air selama tiga hari. "Tapi biayanya memang besar. Sehingga butuh dibantu pemerintah," ucapnya.
Salah satu petani di Kecamatan Kutowinangun Solichin (40) mengemukakan jika areal persawahan miliknya hingga kini belum dapat diolah. Pihaknya yang biasa memanfaatkan jasa mesin traktor kini juga belum bisa beroperasi. Ini lantaran alsintan belum bisa berjalan akibat minimnya air. Padahal pihaknya telah melakukan persemaian dengan pengairan memanfaatkan pompa air. "Traktor belum bisa turun, lha sawahnya saja ga ada air," katanya, beberapa waktu lalu.
Solichin mengaku tidak dapat berbuat banyak terkait areal persawahan. Jika harus mengupayakan pompa air tentu akan sangat berat. Praktis, kini pihaknya hanya dapat berharap curah hujan di Kebumen meningkat agar dapat melakukan tanam. "Iya sekarang merawat benih dengan mesin sedot (pompa air) agar tidak kering tanahnya," imbuhnya.
Terpisah, Camat Kutowinangun Bambang Budi Sanyoto saat ditemui wartawan mengakui para petani di wilayahnya kini tengah gundah akibat belum dapat tanam. Masyarakat pun mendesak agar segera ada aliran air dari Waduk Wadaslintang agar dapat melakukan tanam. Pihaknya pun kini sudah mengupayakan koordinasi dengan DPUPR terkait keluh kesah warga. "Sudah bertemu dengan dinas PU (DPUPR Kebumen), tetapi memang Waduk belum memungkinkan untuk dialirkan," katanya.
Bambang menjelaskan, berdasarkan keterangan yang diperolehnya ambang batas Waduk Wadaslintang untuk dapat mengalir jika sudah mecapai 200 juta kubik. Kendati demikian, curah hujan yang belum maksimal menyebabkan debit air di waduk tersebut belum optimal. Untuk itu, pihaknya meminta kepada petani agar mengupayakan pompa air untuk melakukan tanam padi. (fur/mam)
Koordinator Balai Penyuluh Pertanian Kutowinangun Wiyono pun mengaku banyak menerima aduan dari petani dalam menghadapi musim tanam pertama kali ini. "Keluhannya sama pada air yang dialami merata di seluruh wilayah. Terutama Kebumen Timur," terangnya.
Wilayah seperti Kecamatan Poncowarno, Kutowinangun, Prembun, dan Mirit sama sekali belum tanam. Malah tidak bisa membajak sawah karena kekurangan air.
Atas kondisi tersebut, Anggota DPRD Kebumen H Tongat bersama Wiyono mengecek kondisi Bendung Pedegolan di perbatasan Desa Jlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun, kemarin.
Debit air bendungan yang memiliki cakupan irigasi hingga 8.402 hektare itu belum mencukupi. Begitu juga Bendung Pejengkolan di Poncowarno serta Waduk Wadaslintang yang berada di atasnya.
Tongat mengatakan, situasi ini jelas bukan kabar bagus bagi para petani. "Penekanan kami sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Tongat, politisi PDI Perjuangan yang berangkat dari Dapil VI itu.
Pihaknya pun menepis anggapan tidak tercukupinya air di waduk maupun bendung lantaran diambil untuk kebutuhan PDAM. Menurut Tongat yang sudah mengecek langsung, untuk pengambilan PDAM dari Bendung Pejengkolan, saat ini belum beroperasi, sedangkan dari Bendung Pedegolan memanfaatkan limpasan air di Ungaran.
Kondisi darurat itu sebagian disikapi oleh petani dengan menyedot aliran sungai yang ada menggunakan pompa air. Kendati kondisi airnya terbatas. Kendalanya lagi, biaya operasional dirasa cukup tinggi untuk membeli bahan bakar serta lainnya.
Para petani pun meminta Pemkab menganggarkan biaya operaisonal untuk sedot air di sungai dengan disubsidi atau dibantu. Tongat mendukung usulan tersebut. Jika memungkinkan, lanjutnya, bisa pula dibuatkan hujan buatan, agar wilayah yang membutuhkan air itu dapat mengolah lahan pertaniannya.
Perangkat Desa Mrinen Edi Setyo mengaku telah menyedot menggunakan pompa air selama tiga hari. "Tapi biayanya memang besar. Sehingga butuh dibantu pemerintah," ucapnya.
Salah satu petani di Kecamatan Kutowinangun Solichin (40) mengemukakan jika areal persawahan miliknya hingga kini belum dapat diolah. Pihaknya yang biasa memanfaatkan jasa mesin traktor kini juga belum bisa beroperasi. Ini lantaran alsintan belum bisa berjalan akibat minimnya air. Padahal pihaknya telah melakukan persemaian dengan pengairan memanfaatkan pompa air. "Traktor belum bisa turun, lha sawahnya saja ga ada air," katanya, beberapa waktu lalu.
Solichin mengaku tidak dapat berbuat banyak terkait areal persawahan. Jika harus mengupayakan pompa air tentu akan sangat berat. Praktis, kini pihaknya hanya dapat berharap curah hujan di Kebumen meningkat agar dapat melakukan tanam. "Iya sekarang merawat benih dengan mesin sedot (pompa air) agar tidak kering tanahnya," imbuhnya.
Terpisah, Camat Kutowinangun Bambang Budi Sanyoto saat ditemui wartawan mengakui para petani di wilayahnya kini tengah gundah akibat belum dapat tanam. Masyarakat pun mendesak agar segera ada aliran air dari Waduk Wadaslintang agar dapat melakukan tanam. Pihaknya pun kini sudah mengupayakan koordinasi dengan DPUPR terkait keluh kesah warga. "Sudah bertemu dengan dinas PU (DPUPR Kebumen), tetapi memang Waduk belum memungkinkan untuk dialirkan," katanya.
Bambang menjelaskan, berdasarkan keterangan yang diperolehnya ambang batas Waduk Wadaslintang untuk dapat mengalir jika sudah mecapai 200 juta kubik. Kendati demikian, curah hujan yang belum maksimal menyebabkan debit air di waduk tersebut belum optimal. Untuk itu, pihaknya meminta kepada petani agar mengupayakan pompa air untuk melakukan tanam padi. (fur/mam)