KEBUMEN(kebumenekspres.com)-Adanya penerapan kebijakan pemerintah terkait para siswa untuk belajar di rumah berimbas pada awak angkutan. Para awak angkutan pusing dengan sebab minumnya penumpang. Kebijakan untuk antisipasi pencegahan penyebaran virus corona atau Covid-19 tersebut telah membuat pendapatan jasa angkutan turun drastis. Penurunan pendapatan pun cukup signifikan hingga 400 persen dibandingkan biasanya.
Salah satu pemilik angkutan di Kebumen Jati Purnomo menyampaikan pada hari biasanya pendapatan angkutan berkisar Rp 500 ribu. Namun sejak beberapa hari belakangan ini, perolehan angkutan hanya berada di angka Rp 150 hingga Rp 200 ribu saja. Kondisi ini terjadi sejak adanya kebijakan pengurangan aktivitas masyarakat di luar seperti untuk sekolah.
"Biasanya sopir bisa mengantongi Rp 100 sampai Rp 150 ribu perhari. Namun kini sisa untuk membelian solar hanya Rp 20 ribu. Ini pun untuk dibagi berdua dengan kernet," keluhnya, Jumat (20/3/2020).
Jati juga menyampaikan kondisi kian pelik lantaran kegiatan sewa angkutan atau carter pun menurun drastis. Bukan itu saja, beberapa pesanan sewa yang ada sebelum adanya penetapan kebijakan oleh Bupati Kebumen, pun kini banyak yang dibatalkan.
Ini lantaran adanya ancaman wabah corona. Kegiatan ziarah yang pada musim seperti biasanya ramai, kini banyak yang dibatalkan. "Kami berharap kebijakan dari pemerintah semestinya bisa memberikan solusi untuk seluruhnya, kalau seperti ini kami merugi," tegasnya.
Keluhan yang sama juga disampaikan Ketua Paguyuban Angkutan Gombong-Kebumen Istiarto. Pihaknya mengaku pendapatan menurun drastis lantaran merebaknya ancaman wabah corona, juga lantaran penerapan kebijakan belajar di rumah oleh Pemkab. Padahal hari normal, pihaknya dapat mengantongi pemasukan Rp 600 ribu dengan mendapatkan upah Rp 100 sampai Rp 150 ribu.
"Kebijakan pemerintah untuk istirahat di rumah memang baik, tetapi dampaknya kepada yang kerjanya sebagai driver sangat dirasakan. Pendapatan kami cuma Rp 25 ribu padahal kerja dari jam 6 pagi sampe jam 5 sore. Uang tersebut tak tega untuk dibagi dua dengan kernet. Akhirnya untuk kernet semua," paparnya.
Pihaknya menyampaikan pendapatan angkot kali ini sama sekali tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pendapatan dari pukul 06.00 hingga 17.00 WIB hanya mendapatkan uang Rp 25 saja. Adanya kebijakan ini juga telah membuat para awak angkutan tidak beroperasi. Sekitar 30 persen mobil angkutan tidak beroperasi. “Sangat sepi, ini angkutan tiga tangkep Gombong-Kebumen hanya mendapatkan Rp 170 saja. Rasanya lemas seperti puasa tidak sahur,” ucapnya. (mam
Salah satu pemilik angkutan di Kebumen Jati Purnomo menyampaikan pada hari biasanya pendapatan angkutan berkisar Rp 500 ribu. Namun sejak beberapa hari belakangan ini, perolehan angkutan hanya berada di angka Rp 150 hingga Rp 200 ribu saja. Kondisi ini terjadi sejak adanya kebijakan pengurangan aktivitas masyarakat di luar seperti untuk sekolah.
"Biasanya sopir bisa mengantongi Rp 100 sampai Rp 150 ribu perhari. Namun kini sisa untuk membelian solar hanya Rp 20 ribu. Ini pun untuk dibagi berdua dengan kernet," keluhnya, Jumat (20/3/2020).
Jati juga menyampaikan kondisi kian pelik lantaran kegiatan sewa angkutan atau carter pun menurun drastis. Bukan itu saja, beberapa pesanan sewa yang ada sebelum adanya penetapan kebijakan oleh Bupati Kebumen, pun kini banyak yang dibatalkan.
Ini lantaran adanya ancaman wabah corona. Kegiatan ziarah yang pada musim seperti biasanya ramai, kini banyak yang dibatalkan. "Kami berharap kebijakan dari pemerintah semestinya bisa memberikan solusi untuk seluruhnya, kalau seperti ini kami merugi," tegasnya.
Keluhan yang sama juga disampaikan Ketua Paguyuban Angkutan Gombong-Kebumen Istiarto. Pihaknya mengaku pendapatan menurun drastis lantaran merebaknya ancaman wabah corona, juga lantaran penerapan kebijakan belajar di rumah oleh Pemkab. Padahal hari normal, pihaknya dapat mengantongi pemasukan Rp 600 ribu dengan mendapatkan upah Rp 100 sampai Rp 150 ribu.
"Kebijakan pemerintah untuk istirahat di rumah memang baik, tetapi dampaknya kepada yang kerjanya sebagai driver sangat dirasakan. Pendapatan kami cuma Rp 25 ribu padahal kerja dari jam 6 pagi sampe jam 5 sore. Uang tersebut tak tega untuk dibagi dua dengan kernet. Akhirnya untuk kernet semua," paparnya.
Pihaknya menyampaikan pendapatan angkot kali ini sama sekali tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pendapatan dari pukul 06.00 hingga 17.00 WIB hanya mendapatkan uang Rp 25 saja. Adanya kebijakan ini juga telah membuat para awak angkutan tidak beroperasi. Sekitar 30 persen mobil angkutan tidak beroperasi. “Sangat sepi, ini angkutan tiga tangkep Gombong-Kebumen hanya mendapatkan Rp 170 saja. Rasanya lemas seperti puasa tidak sahur,” ucapnya. (mam