Pernah Jualan di Stasiun, Ingin Kebumen Lepas dari Kemiskinan
“Miskin saja dihina. Apalagi sudah miskin sekaligus bodoh. Sejak kecil saya ingin melakukan perlawanan yang elegan terhadap mereka yang menghina saya dan keluarga. Saya kira cara yang terbaik ialah melalui pembuktian prestasi tanpa nepotisme. Dan saya sudah dan akan selalu membuktikan dengan cara itu”
------------------------
IMAM, Kebumen
------------------------
KUTIPAN wawancara tersebut diungkapkan secara tegas dan penuh makna oleh seorang anak muda saat ditemui wartawan Kebumen Ekspres, di kediamannya di Kelurahan Panjer, Selasa (30/6). Anak muda yang tatapannya begitu tajam ketika menjelaskan banyak hal seolah ingin menunjukkan bahwa perjuangannya untuk keluar dari keterbatasan ekonomi memang penuh luka dan duka.
Anak muda tersebut baru saja diterima bekerja di Bank Dunia (World Bank) sebagai Content Development Specialist, yang khusus membantu menyiapkan strategi penguatan kapasitas bagi aparatur dan fasilitator desa di Indonesia. Ini guna peningkatan partisipasi masyarakat dan akuntabilitas sosial dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat desa.
Anak muda yang pada 4 Juni lalu menyelesaikan S2 Ilmu Politik di Departemen Ilmu Politik, Universitas UmeƄ, Swedia dengan menulis dua thesis tersebut bernama Agung Widhianto. Dia juga merupakan lulusan S1 Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada tahun 2016.
Agung yang lahir pada Selasa Kliwon, 31 Mei 1994 itu, pada tahun 2019 juga mendirikan Yayasan Pusat Pembelajaran Kepemimpinan dan Kebijakan Pandjer atau Pandjer School. Ini dengan biaya tabungan dari beasiswa S2nya. Penting untuk diketahui, Agung adalah penerima beasiswa Pemerintah Swedia yang dikenal dengan Swedish Institute Study Scholarship tahun 2018.
Agung sendiri merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Ayahnya adalah seorang tukang becak bernama Widhartono. Sementara ibunya adalah penjual daun pisang bernama Mulyati. Ayahnya pernah berdagang di Stasiun Kebumen antara tahun 1996 – 2002 sejak Agung hampir menginjak usia 3 tahun. Namun karena biaya sewa kios semakin mahal sementara jumlah penumpang tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, Sang ayah beralih profesi menjadi tukang becak.
Sang ibu sendiri juga pernah menjadi buruh pabrik tekstil di Bandung saat Agung masih berusia sekitar 3 tahun. Pada tahun 2001 – 2002 sang Ibu berangkat ke Malaysia sebagai buruh migran selama setahun untuk memenuhi biaya hidup. Terutama menyekolahkan Agung yang saat sudah kelas 1 di SD Negeri 5 Panjer.
Kehidupan Agung banyak dihabiskan di Stasiun Kebumen. Sejak SD dia turut membantu kakeknya berjualan minuman dan mie rebus yang letaknya saat itu persis di lorong utara mushala. Sejak kelas 2 hingga 5 SD dia juga menjadi penjaga rak sepatu dan sandal di mushala di waktu Maghrib, dan biasanya dia menerima uang seikhlasnya dari jasanya tersebut.
Sang kakek dari jalur ibu adalah seorang tukang pel di stasiun yang saat ini juga menjadi satu-satunya mbahnya Agung yang masih hidup meski kesehatan beliau sudah memburuk sejak 3 tahun belakangan. Mulai kelas 5 SD Agung bersama ibunya menjadi penjual rames di stasiun setiap pagi dan sore. Ini dilakoninya hingga kelas 3 di SMP Negeri 3 Kebumen.
Selepas lulus SMP pada 2009, dengan tabungan dua gram emas dari hasil jualan rames, Agung berhasil melakukan pendaftaran ulang, karena diterima di SMA Negeri 1 Kebumen yang waktu itu merupakan sekolah favorit di Kabupaten Kebumen. “Dihina itu menyakitkan. Tapi lakukanlah perlawanan yang baik. Temukan bidang kesuksesanmu dengan cara tekuni apa yang Anda sukai. Perjuangkan prinsip hidup Anda dengan sungguh-sungguh. Prinsip hidup saya adalah “lebih banyak memberi, lebih banyak menerima, gengsi itu merugikan dan rayu Tuhan lewat doa’ yang saya gali dari perenungan yang mendalam,“ tutur Agung yang baru genap berusia 26 tahun sebulan yang lalu.
Agung memang sedang membangun kariernya. Pada 22 Juni 2020, dia diterima bekerja di Bank Dunia, tepatnya di Unit Sosial yang secara luas sedang melaksanakan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD). Bisa dibilang dia adalah konsultan termuda yang diterima bekerja di lembaga bergengsi tersebut sebagai seorang specialist.
Menurut informasi, dia berhasil meyakinkan tim panel seleksi dengan mengalahkan sekian banyak kandidat yang sebagian besar adalah lulusan S3. Sementara dia baru saja menyelesaikan S2. “Saat itu saya melihat informasi lowongan pekerjaan di sebuah situs pada 20 Mei 2020. Saya merasa tertarik karena saya memiliki latar belakang pengalaman dan akademik yang cocok. Akhirnya saya nekat. Saya melamar di posisi tersebut pada 24 Mei 2020. Alhamdulillah pada 17 Juni 2020 saya diundang untuk wawancara secara daring. Pada 22 Juni 2020 saya mendapat email dari Bank Dunia bahwa saya terpilih. Saya langsung beritahu ibu, ayah, dan adik-adik saya. Kami sangat bersyukur”, ungkap Agung menceritakan proses diterimanya di Bank Dunia.
Agung juga menyampaikan sebagai orang miskin, pihaknya memiliki gagasan untuk membantu Kebumen keluar dari peringkat kemiskinan yang akut. Dari 449 desa di Kebumen, Agung saya menghasilkan dan mendampingi sekurang-kurangnya 150 desa yang kepala desanya berusia di bawah 40 tahun. Pihaknya yakin dengan cara tersebut Kebumen bisa lebih baik.
"Bidang saya ada di kepemimpinan dan kebijakan publik, sehingga saya lakukan yang saya mampu. Konkretnya, saya inisiasi sekolah kepemimpinan desa pada 2017. Lalu saya dirikan yayasannya pada 2019, dan secara bertahap saya bersama rekan-rekan sudah mendampingi banyak kepala desa, perangkat desa, dan tokoh-tokoh di desa untuk belajar hal-hal yang lebih substansial dibanding teknis untuk membangun desa. Sejak Agustus 2019 hingga Februari 2020 sejumlah pembelajaran telah dilakukan. Tapi karena masih tahap awal, pembelajaran dilakukan di kediaman saya,” ungkapnya.
Agung juga menyampaikan kini dirinya sedang membangun ruang untuk belajar. Dalam waktu dekat ruangan tersebut akan dapat digunakan untuk belajar. “Alhamdulillah, saat ini saya sedang membangun ruang belajar yang dalam waktu dekat bisa segera dipergunakan untuk pembelajaran,” paparnya.
Agung pada 2010 – 2012 juga pernah menjadi Ketua Komunitas Peduli Anak Kebumen (KOMPAK) dan menjadi representasi Asia dalam Dewan Anak Muda Plan Internasional pada 2012 – 2016. Pihaknya akan mulai bekerja di Bank Dunia pada awal Juli ini. Di sela-sela kesibukannya bekerja, Agung juga berkomitmen untuk tetap menjadi pembicara di berbagai kampus dan forum sebagaimana dia lakukan sejak 2014. Selain itu juga memberdayakan aparatur desa dan masyarakat desa di Kabupaten Kebumen secara suka rela.
Menariknya, sekolah yang diinisiasi Agung bersama rekan-rekan tidak hanya diperuntukkan bagi para aparatur desa untuk belajar tentang kepemimpinan dan kebijakan saja. Melainkan sekolahnya juga mengajarkan kurikulum khusus bagi anggota DPRD atau mereka yang ingin menjadi anggota DPRD dengan harapan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan untuk masyarakat dapat absah secara hukum dan absah secara sosial.
Dengan pembelajaran yang berbobot dan para pengajar yang kompeten, Agung menggratiskan seluruh biaya pembelajaran di sekolahnya. “Kami mampukan para pejabat yang belajar di tempat kami. Kami tak pungut biaya apapun. Karena ini adalah ibadah sosial kami. Tapi ada komitmen antara kami dan para pembelajar. Kami ajarkan segala hal yang menyangkut kepemimpinan dan kebijakan kepada mereka. Sebagai gantinya mereka harus membuktikan bahwa mereka bekerja untuk dan bersama masyarakat, dan bisa memastikan pemenuhan hak-hak warga negara. Sekali saja mereka korupsi atau melukai hati kelompok miskin dan marjinal, kami sendiri yang akan mengantarkan mereka ke penjara,” tegas Agung yang juga seorang pengamat politik sekaligus peneliti di bidang politik keinginan (politics of desire), politik korupsi (politics of corruption), dan kepemimpinan desa (village leadership) itu.
“Miskin saja dihina. Apalagi sudah miskin sekaligus bodoh. Sejak kecil saya ingin melakukan perlawanan yang elegan terhadap mereka yang menghina saya dan keluarga. Saya kira cara yang terbaik ialah melalui pembuktian prestasi tanpa nepotisme. Dan saya sudah dan akan selalu membuktikan dengan cara itu”
------------------------
IMAM, Kebumen
------------------------
KUTIPAN wawancara tersebut diungkapkan secara tegas dan penuh makna oleh seorang anak muda saat ditemui wartawan Kebumen Ekspres, di kediamannya di Kelurahan Panjer, Selasa (30/6). Anak muda yang tatapannya begitu tajam ketika menjelaskan banyak hal seolah ingin menunjukkan bahwa perjuangannya untuk keluar dari keterbatasan ekonomi memang penuh luka dan duka.
Anak muda tersebut baru saja diterima bekerja di Bank Dunia (World Bank) sebagai Content Development Specialist, yang khusus membantu menyiapkan strategi penguatan kapasitas bagi aparatur dan fasilitator desa di Indonesia. Ini guna peningkatan partisipasi masyarakat dan akuntabilitas sosial dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat desa.
Anak muda yang pada 4 Juni lalu menyelesaikan S2 Ilmu Politik di Departemen Ilmu Politik, Universitas UmeƄ, Swedia dengan menulis dua thesis tersebut bernama Agung Widhianto. Dia juga merupakan lulusan S1 Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada tahun 2016.
Agung yang lahir pada Selasa Kliwon, 31 Mei 1994 itu, pada tahun 2019 juga mendirikan Yayasan Pusat Pembelajaran Kepemimpinan dan Kebijakan Pandjer atau Pandjer School. Ini dengan biaya tabungan dari beasiswa S2nya. Penting untuk diketahui, Agung adalah penerima beasiswa Pemerintah Swedia yang dikenal dengan Swedish Institute Study Scholarship tahun 2018.
Agung sendiri merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Ayahnya adalah seorang tukang becak bernama Widhartono. Sementara ibunya adalah penjual daun pisang bernama Mulyati. Ayahnya pernah berdagang di Stasiun Kebumen antara tahun 1996 – 2002 sejak Agung hampir menginjak usia 3 tahun. Namun karena biaya sewa kios semakin mahal sementara jumlah penumpang tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, Sang ayah beralih profesi menjadi tukang becak.
Sang ibu sendiri juga pernah menjadi buruh pabrik tekstil di Bandung saat Agung masih berusia sekitar 3 tahun. Pada tahun 2001 – 2002 sang Ibu berangkat ke Malaysia sebagai buruh migran selama setahun untuk memenuhi biaya hidup. Terutama menyekolahkan Agung yang saat sudah kelas 1 di SD Negeri 5 Panjer.
Kehidupan Agung banyak dihabiskan di Stasiun Kebumen. Sejak SD dia turut membantu kakeknya berjualan minuman dan mie rebus yang letaknya saat itu persis di lorong utara mushala. Sejak kelas 2 hingga 5 SD dia juga menjadi penjaga rak sepatu dan sandal di mushala di waktu Maghrib, dan biasanya dia menerima uang seikhlasnya dari jasanya tersebut.
Sang kakek dari jalur ibu adalah seorang tukang pel di stasiun yang saat ini juga menjadi satu-satunya mbahnya Agung yang masih hidup meski kesehatan beliau sudah memburuk sejak 3 tahun belakangan. Mulai kelas 5 SD Agung bersama ibunya menjadi penjual rames di stasiun setiap pagi dan sore. Ini dilakoninya hingga kelas 3 di SMP Negeri 3 Kebumen.
Selepas lulus SMP pada 2009, dengan tabungan dua gram emas dari hasil jualan rames, Agung berhasil melakukan pendaftaran ulang, karena diterima di SMA Negeri 1 Kebumen yang waktu itu merupakan sekolah favorit di Kabupaten Kebumen. “Dihina itu menyakitkan. Tapi lakukanlah perlawanan yang baik. Temukan bidang kesuksesanmu dengan cara tekuni apa yang Anda sukai. Perjuangkan prinsip hidup Anda dengan sungguh-sungguh. Prinsip hidup saya adalah “lebih banyak memberi, lebih banyak menerima, gengsi itu merugikan dan rayu Tuhan lewat doa’ yang saya gali dari perenungan yang mendalam,“ tutur Agung yang baru genap berusia 26 tahun sebulan yang lalu.
Agung memang sedang membangun kariernya. Pada 22 Juni 2020, dia diterima bekerja di Bank Dunia, tepatnya di Unit Sosial yang secara luas sedang melaksanakan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD). Bisa dibilang dia adalah konsultan termuda yang diterima bekerja di lembaga bergengsi tersebut sebagai seorang specialist.
Menurut informasi, dia berhasil meyakinkan tim panel seleksi dengan mengalahkan sekian banyak kandidat yang sebagian besar adalah lulusan S3. Sementara dia baru saja menyelesaikan S2. “Saat itu saya melihat informasi lowongan pekerjaan di sebuah situs pada 20 Mei 2020. Saya merasa tertarik karena saya memiliki latar belakang pengalaman dan akademik yang cocok. Akhirnya saya nekat. Saya melamar di posisi tersebut pada 24 Mei 2020. Alhamdulillah pada 17 Juni 2020 saya diundang untuk wawancara secara daring. Pada 22 Juni 2020 saya mendapat email dari Bank Dunia bahwa saya terpilih. Saya langsung beritahu ibu, ayah, dan adik-adik saya. Kami sangat bersyukur”, ungkap Agung menceritakan proses diterimanya di Bank Dunia.
Agung juga menyampaikan sebagai orang miskin, pihaknya memiliki gagasan untuk membantu Kebumen keluar dari peringkat kemiskinan yang akut. Dari 449 desa di Kebumen, Agung saya menghasilkan dan mendampingi sekurang-kurangnya 150 desa yang kepala desanya berusia di bawah 40 tahun. Pihaknya yakin dengan cara tersebut Kebumen bisa lebih baik.
"Bidang saya ada di kepemimpinan dan kebijakan publik, sehingga saya lakukan yang saya mampu. Konkretnya, saya inisiasi sekolah kepemimpinan desa pada 2017. Lalu saya dirikan yayasannya pada 2019, dan secara bertahap saya bersama rekan-rekan sudah mendampingi banyak kepala desa, perangkat desa, dan tokoh-tokoh di desa untuk belajar hal-hal yang lebih substansial dibanding teknis untuk membangun desa. Sejak Agustus 2019 hingga Februari 2020 sejumlah pembelajaran telah dilakukan. Tapi karena masih tahap awal, pembelajaran dilakukan di kediaman saya,” ungkapnya.
Agung juga menyampaikan kini dirinya sedang membangun ruang untuk belajar. Dalam waktu dekat ruangan tersebut akan dapat digunakan untuk belajar. “Alhamdulillah, saat ini saya sedang membangun ruang belajar yang dalam waktu dekat bisa segera dipergunakan untuk pembelajaran,” paparnya.
Agung pada 2010 – 2012 juga pernah menjadi Ketua Komunitas Peduli Anak Kebumen (KOMPAK) dan menjadi representasi Asia dalam Dewan Anak Muda Plan Internasional pada 2012 – 2016. Pihaknya akan mulai bekerja di Bank Dunia pada awal Juli ini. Di sela-sela kesibukannya bekerja, Agung juga berkomitmen untuk tetap menjadi pembicara di berbagai kampus dan forum sebagaimana dia lakukan sejak 2014. Selain itu juga memberdayakan aparatur desa dan masyarakat desa di Kabupaten Kebumen secara suka rela.
Menariknya, sekolah yang diinisiasi Agung bersama rekan-rekan tidak hanya diperuntukkan bagi para aparatur desa untuk belajar tentang kepemimpinan dan kebijakan saja. Melainkan sekolahnya juga mengajarkan kurikulum khusus bagi anggota DPRD atau mereka yang ingin menjadi anggota DPRD dengan harapan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan untuk masyarakat dapat absah secara hukum dan absah secara sosial.
Dengan pembelajaran yang berbobot dan para pengajar yang kompeten, Agung menggratiskan seluruh biaya pembelajaran di sekolahnya. “Kami mampukan para pejabat yang belajar di tempat kami. Kami tak pungut biaya apapun. Karena ini adalah ibadah sosial kami. Tapi ada komitmen antara kami dan para pembelajar. Kami ajarkan segala hal yang menyangkut kepemimpinan dan kebijakan kepada mereka. Sebagai gantinya mereka harus membuktikan bahwa mereka bekerja untuk dan bersama masyarakat, dan bisa memastikan pemenuhan hak-hak warga negara. Sekali saja mereka korupsi atau melukai hati kelompok miskin dan marjinal, kami sendiri yang akan mengantarkan mereka ke penjara,” tegas Agung yang juga seorang pengamat politik sekaligus peneliti di bidang politik keinginan (politics of desire), politik korupsi (politics of corruption), dan kepemimpinan desa (village leadership) itu.