KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Indikasi hanya akan ada satu pasangan calon (paslon) pada Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) atau Pilbup Kebumen 2020 semakin menguat. Ini setelah hingga saat ini, baru pasangan Arif Sugiyanto-Ristawati Purwaningsih yang "siap" dengan dukungan partai politik.
Sudah begitu, dukungan tersebut bertambah dari hari ke hari. Sejumlah pihak pun meyakini, bakal sulit bagi calon lain mengejar laju pasangan Arif-Rista. Alhasil, wacana pasangan Arif-Rista bakal melawan kotak kosong pun semakin nyata.
Nah, Arif-Rista melawan kotak kosong ini kemudian menjadi polemik bagi sejumlah pihak di Kebumen. Sebagian besar, menyayangkan munculnya paslon tunggal dalam gelaran pilkada.
Terkait hal tersebut, pemerhati kebijakan dan politik di Kebumen, Arif Yuswandono menyampaikan segala sesuatu masih bisa saja terjadi. Mengingat Pilkada Kebumen baru akan digelar pada Desember 2020. "Waktu sebulan masih ada peluang terjadinya dinamika politik dan kejutan yang mengguncang," katanya.
Kalaupun nantinya Arif -Rista "hanya akan berhadapan" dengan kotak kosong, Arif menegaskan bukanlah hal yang baru. Dalam beberapa waktu terakhir, ujarnya, trend calon tunggal dalam Pilkada menunjukkan pertambahan.
Ia lantas menyebutkan, pada Pilkada Serentak 2015 ada 3 paslon tunggal. Jumlah itu meningkat pada Pilkada 2017 menjadi 9. Lalu, pada Pilkada 2018 naik menjadi 12 daerah dengan paslon tunggal. "Untuk Pilkada Serentak 2020 di Jawa Tengah saja diprediksi ada 6 kabupaten /kota dengan paslon tunggal, termasuk Solo dan Kebumen," katanya.
Arif menegaskan, keberadaan paslon tunggal dalam Pilkada adalah sah dan konstitusional, dilindungi undang-undang. "Jadi tidak ada yang salah dan tidak perlu diributkan. Jika ada yang tidak setuju, silakan melakukan upaya konstitusional dengan merubah undang-undang pemilu. Itu cara yang efektif dan elegan, tidak dengan ribut dan berpolemik di media," ujarnya.
Masih kata Arif, Pilkada itu ranah politik, kontestasi dan kompetisi. Siapapun yang berlaga punya keinginan untuk menang, apapun caranya. Dalam Pilkada, kompetisi sudah dimulai sejak perebutan dukungan (rekomendasi) dari parpol maupun perseorangan. Paslon yang mendapatkan dukungan dari banyak parpol tentu lebih berpeluang memenangkan kompetisi.
"Jadi, dalam kasus Pilkada Kebumen, apa yang dilakukan oleh paslon H. Arif Sugiyanto, SH dan Ristawati Purwaningsih adalah bagian dari strategi memenangkan kompetisi," ujarnya.
Jadi, bila nantinya Arif Sugiyanto-Ristawati bisa meraih dukungan atau rekomendasi seluruh parpol, itu bukan kesalahan apalagi kecurangan. "Justru itu adalah prestasi dan buah kerja keras. Justru mereka yang mencela dan beropini miring adalah para pecundang yang gagal mengusung jagoannya untuk mendapatkan rekomendasi," imbuh Arif.
Arif juga menanggapi soal adanya pihak-pihak yang saat ini menyuarakan untuk memilih kotak kosong daripada memilih Arif-Rista.
"Para pembela kotak kosong menurut saya adalah barisan sakit hati yang gagal dan frustrasi. Otak meraka kosong karena diselimuti kebencian dan kedengkian. Tidak sadarkah mereka, jika terus mengkampanyekan kotak kosong, artinya mereka menyerahkan kepemimpinan Kebumen pada orang yang tidak jelas, tidak punya visi dan tidak pernah berjuang," ujar Arif
"Jika Pilkada dimenangkan oleh kotak kosong maka kepemimpinan akan ditunjuk oleh Gubernur dengan pejabat yang tidak jelas. Gubernur bisa saja mengganti dengan siapapun dan kapanpun dia mau, " imbuh dia.
Fakta menunjukkan, ujar Arif, sejumlah Pilkada yang kemudian "dimenangkan kotak kosong" berakhir tak bagus bagi daerah bersangkutan. Sebut saja Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pada Pilkada 2018, pasangan Munafri Afifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) harus mengakui keunggulan kotak kosong. Pasangan Appi-Cicu hanya memperoleh 46,55 persen, kalah dengan kotak kosong yang mendapat 53,45 persen suara.
"Akhirnya apa yang terjadi Makassar dipimpin oleh pelaksana harian dan penjabat walikota. Tidak punya visi dan tanpa arah yang jelas. Bahkan baru dua tahun, sudah terjadi tiga kali pergantian walikota.
"Apakah masyarakat Kebumen mau daerahnya diacak-acak oleh penjabat yang mengisi kursi kepemimpinan. Mau jadi apa nantinya daerah yang sudah termiskin di Jawa Tengah ini. Tentu masih mending dipimpin oleh paslon yang serius berlaga, berjuang, memiliki visi misi jelas, meski mereka paslon tunggal," pungkas Arif.(cah)
Sudah begitu, dukungan tersebut bertambah dari hari ke hari. Sejumlah pihak pun meyakini, bakal sulit bagi calon lain mengejar laju pasangan Arif-Rista. Alhasil, wacana pasangan Arif-Rista bakal melawan kotak kosong pun semakin nyata.
Nah, Arif-Rista melawan kotak kosong ini kemudian menjadi polemik bagi sejumlah pihak di Kebumen. Sebagian besar, menyayangkan munculnya paslon tunggal dalam gelaran pilkada.
Terkait hal tersebut, pemerhati kebijakan dan politik di Kebumen, Arif Yuswandono menyampaikan segala sesuatu masih bisa saja terjadi. Mengingat Pilkada Kebumen baru akan digelar pada Desember 2020. "Waktu sebulan masih ada peluang terjadinya dinamika politik dan kejutan yang mengguncang," katanya.
Kalaupun nantinya Arif -Rista "hanya akan berhadapan" dengan kotak kosong, Arif menegaskan bukanlah hal yang baru. Dalam beberapa waktu terakhir, ujarnya, trend calon tunggal dalam Pilkada menunjukkan pertambahan.
Ia lantas menyebutkan, pada Pilkada Serentak 2015 ada 3 paslon tunggal. Jumlah itu meningkat pada Pilkada 2017 menjadi 9. Lalu, pada Pilkada 2018 naik menjadi 12 daerah dengan paslon tunggal. "Untuk Pilkada Serentak 2020 di Jawa Tengah saja diprediksi ada 6 kabupaten /kota dengan paslon tunggal, termasuk Solo dan Kebumen," katanya.
Arif menegaskan, keberadaan paslon tunggal dalam Pilkada adalah sah dan konstitusional, dilindungi undang-undang. "Jadi tidak ada yang salah dan tidak perlu diributkan. Jika ada yang tidak setuju, silakan melakukan upaya konstitusional dengan merubah undang-undang pemilu. Itu cara yang efektif dan elegan, tidak dengan ribut dan berpolemik di media," ujarnya.
Masih kata Arif, Pilkada itu ranah politik, kontestasi dan kompetisi. Siapapun yang berlaga punya keinginan untuk menang, apapun caranya. Dalam Pilkada, kompetisi sudah dimulai sejak perebutan dukungan (rekomendasi) dari parpol maupun perseorangan. Paslon yang mendapatkan dukungan dari banyak parpol tentu lebih berpeluang memenangkan kompetisi.
"Jadi, dalam kasus Pilkada Kebumen, apa yang dilakukan oleh paslon H. Arif Sugiyanto, SH dan Ristawati Purwaningsih adalah bagian dari strategi memenangkan kompetisi," ujarnya.
Jadi, bila nantinya Arif Sugiyanto-Ristawati bisa meraih dukungan atau rekomendasi seluruh parpol, itu bukan kesalahan apalagi kecurangan. "Justru itu adalah prestasi dan buah kerja keras. Justru mereka yang mencela dan beropini miring adalah para pecundang yang gagal mengusung jagoannya untuk mendapatkan rekomendasi," imbuh Arif.
Arif juga menanggapi soal adanya pihak-pihak yang saat ini menyuarakan untuk memilih kotak kosong daripada memilih Arif-Rista.
"Para pembela kotak kosong menurut saya adalah barisan sakit hati yang gagal dan frustrasi. Otak meraka kosong karena diselimuti kebencian dan kedengkian. Tidak sadarkah mereka, jika terus mengkampanyekan kotak kosong, artinya mereka menyerahkan kepemimpinan Kebumen pada orang yang tidak jelas, tidak punya visi dan tidak pernah berjuang," ujar Arif
"Jika Pilkada dimenangkan oleh kotak kosong maka kepemimpinan akan ditunjuk oleh Gubernur dengan pejabat yang tidak jelas. Gubernur bisa saja mengganti dengan siapapun dan kapanpun dia mau, " imbuh dia.
Fakta menunjukkan, ujar Arif, sejumlah Pilkada yang kemudian "dimenangkan kotak kosong" berakhir tak bagus bagi daerah bersangkutan. Sebut saja Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pada Pilkada 2018, pasangan Munafri Afifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) harus mengakui keunggulan kotak kosong. Pasangan Appi-Cicu hanya memperoleh 46,55 persen, kalah dengan kotak kosong yang mendapat 53,45 persen suara.
"Akhirnya apa yang terjadi Makassar dipimpin oleh pelaksana harian dan penjabat walikota. Tidak punya visi dan tanpa arah yang jelas. Bahkan baru dua tahun, sudah terjadi tiga kali pergantian walikota.
"Apakah masyarakat Kebumen mau daerahnya diacak-acak oleh penjabat yang mengisi kursi kepemimpinan. Mau jadi apa nantinya daerah yang sudah termiskin di Jawa Tengah ini. Tentu masih mending dipimpin oleh paslon yang serius berlaga, berjuang, memiliki visi misi jelas, meski mereka paslon tunggal," pungkas Arif.(cah)