KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Upah Minimum Provinsi untuk tahun 2021 akan ditetapkan dan diumumkan pada 31 Oktober mendatang. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor : M/11/HK.04/X/2020.
Surat tersebut tertanggal 26 Oktober 2020 tersebut tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Covid-19. Surat ditanda tangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Dalam surat disampaikan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa Pandemi Corona dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan Nilai Upah Minimum Tahun 2020. Melaksanakan penetapan Upah Minimum setelah tahun 2021 sesuai ketetuan peraturan perundang-undangan. Menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020.
Menangapi adanya surat tersebut, Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kebumen, Akif Fatwal Amin berharap pekerja dapat bertemu dan berkomunikasi langsung dengan Bupati Kebumen. Hal ini penting untuk membicarakan bagaimana menyikapi adanya surat tersebut. “Ini kan juga berkaitan dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK). Dimana hal tersebut berpengaruh kepada nasib buruh di Kebumen,” tuturnya, Selasa (27/10).
Disampaikan pula, nasib para buruh tentunya berkaitan erat dengan besaran UMK. Dimana UMK menjadi standarisasi gaji para buruh. Kendati masih terdapat perusahaan yang belum merapkan UMK, namun jika UMKnya kecil tentunya nasib buruh semakin memprihatinkan. “Ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yakni para buruh dan pekerja,” jelasnya.
Akif menyampaikan adanya pertemuan tersebut, menjadi sangat penting. Hal ini untuk meminimalisasi buruh menyampaikan asiprasinya dengan cara lain. Misalnya dengan menggelar aksi demonstrasi dengan turun ke jalan. “Kami berharap dapat bertemu dan berkomunikasi secara langsung. Ini guna menghindari buruh melaksanakan unjuk rasa dengan turun langsung ke jalan,” katanya.
Meski pun aksi unjuk rasa merupakan tindakan yang legal, lanjut Akif, namun hal tersebut rawan ditumpangi oleh “Penumpang Gelap”. Aksi dapat berubah menjadi anarkis jika terdapat provokator dan penumpang gelap. Padahal peserta aksi sendiri sudah meninggalkan lokasinya. Ini pula yang terjadi pada aksi demonstrasi beberapa waktu lalu. “Terdapat beberapa cara untuk menyinkronkan antara Menteri Ketenagakerjaan dengan masing-masing kepala daerah,” ucapnya, (mam)