KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Sejumlah warga Desa Sitiadi Kecamatan Puring kembali mendatangi Mapolres Kebumen, Senin (14/12/2020). Kedatangannya kali ini didampingi kuasa hukum dalam rangka melaporkan Kades Sitiadi Paryudi. Ini atas dugaan Pungutan Liar (Pungli) dan Pemerasan.
Laporan yang disampaikan terkait dugaan Pungli dan pemerasan tersebut, dengan korban mencapai puluhan orang. Diperkirakan total mencapai lebih dari Rp. 150 juta.
Salah satu perwakilan warga setempat Nur Ismail Anas menyampaikan dugaan pemerasan dan pungutan liar dilakukan kepada warga. Bahkan karena hal tersebut hingga kini ada beberapa warga yang belum bisa membayar biaya untuk balik nama tanah. Selain itu sertifikatnya juga masih ditahan. “Ada banyak korban. Ya tadi kita telah laporkan. Adapun kejadiannya di Agustus 2019," tutur Anas.
Lebih lanjut, disampaikan salah satu kasus yang dilaporkan oleh pihaknya tersebut menimpa warga bernama Puji Winarko dan Sunaryo. Keduanya hendak balik nama tanah atas tanah yang dihibahkan oleh orang tuanya. Keduanya menyampaikan kepada Kades Paryudi terkait balik nama tersebut.
"Dari hasil pengukuran tanah, keduanya ditarik biaya sebesar Rp 12 juta oleh Paryudi. Katanya sih untuk biaya balik nama. Karena keduanya keberatan, akhirnya terjadilah nego. Kemudian keduanya memberikan uang sebesar Rp. 8 juta kepada Paryudi. Uang tersebut sudah diberikan," terangnya.
Kemudian, kata Anas, pada tanggal 14 November 2020 sekitar jam 17.55 WIB ada seorang Kadus bernama Kasidi datang menemui Puji Winarko dan Sunaryo. Ini dengan maksud mengembalikan uang Rp 8 juta tersebut. Namun ditolak oleh keduanya. "Uang Rp 8 juta yang mau dikembalikan itu ditolak. Ini karena akan kita laporkan. Saat itu saya sendiri menjadi saksi. Saya hitung duitnya, ada Rp 8 juta. Waktu itu kita foto kemudian kita kembalikan," paparnya.
Bukan itu saja, Anas memaparkan, selain kasus tersebut, masih ada lagi kasus dugaan Pungli dan pemerasan lainnya. Ini meliputi pungutan kepada warga yang masuk pabrik pemotongan ayam di desa setempat, serta kasus program Prona. Dalam hal itu, awalnya korban dimintai uang sebesar Rp 600 ribu. Namun setelah sertifikat tanah jadi, korban dimintai uang sebesar Rp 3,7 juta.
"Karena merasa keberatan orang tersebut hanya sanggup membayar Rp 600 ribu. Sisanya belum dibayarkan. Yang dilaporkan tadi korbannya banyak, ada puluhan. Ada yang baru bisa membayar Rp 600 ribu, sertifikat tanahnya ditahan. Prona kan seharusnya gratis. Ndak ada biaya sama sekali. Ada lagi yang ditarik Rp 10 juta dan sertifikatnya ditahan sebelum membayarnya. Bahkan informasinya, kata Kadus Kasijo ini, kalau Rp. 10 juta ini ndak dibayar-bayar maka akan ada bunganya," ungkapnya.
Anas miminta kepada Polres Kebumen untuk bergerak cepat memproses kasus tersebut agar warga yang terdampak dapat segera mendapat kepastian hukum terkait sederet kasus yang dilaporkan tersebut. "Kita minta Polres untuk cepat memproses kasus ini dan menindak yang bersangkutan supaya warga tidak resah," jelasnya.
Dihubungi terpisah Kades Paryudi mengaku sudah mendengar informasi laporan tersebut. Kendati demikian pihaknya belum tahu persis hal apa yang dilaporkan. Kades Paryudi menyampaikan, Negera Indonesia adalah negara hukum. Pihaknya mengajak semua masyarakat untuk sama-sama saling menghormati hukum. "Iya sudah mendengar informasi tersebut. Namun belum tahu persis kepastiannya. Marilah bersama-sama saling menghormati proses hukum," ucapnya. (mam)