KEBUME(kebumenekspres.com)N-Tim Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah akan mendatangi Kebumen. Ini untuk menghitung kerugian keuangan negara pada dugaan penyimpangan atau penyalahgunaan penyaluran dana kredit PD BPR BKK Kebumen Tahun 2011 kepada Debitur atas nama H Giyatmo SKep Ners.
BPKP Jawa Tengah akan berada di Kebumen mulai hari ini, Senin (1/3/2021). Ini akan berlangsung selama 12 hari yakni hingga 12 Maret 2021 mendatang. Tim BPKP Jawa Tengah terdiri dari lima orang. Tim terdiri dari Pengendali, Ketua Tim dan Anggota.
Tim tersebut akan bertugas secara khusus memastikan adanya uang negara yang hilang . Selain itu juga untuk menakar siapa nantinya yang akan bertanggungjawab atas kerugian keuangan negara yang timbul. Tim BPKP akan didampingi langsung oleh Ketua Tim Penyidik sekaligus Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Kebumen Budi Setyawan SH MH.
Budi Setyawan menyampaikan perlu diketahui kredit atas nama tersangka H Giyatmo merupakan kredit yang tidak layak untuk dicairkan. Ini lantaran kelengkapan berkas dan administrasi kreditnya tidak memenuhi. Kendati demikian PD BPR BKK Kebumen tetap mencairkan dana sebesar Rp 13 Miliar tersebut.
Pencairan dilaksanakan sebelum semua proses atau prosedur pencairan kredit sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) Kredit dilaksanakan. “Dengan demikian tindakan tersebut jelas merupakan bentuk perbuatan melawan hukum secara menyeluruh,” tutur Budi yang juga peraih beasiswa unggulan dari Kemendiknas Pada Program Magister ilmu Hukum Undip Tahun 2010 itu, Minggu (28/2).
Dijelaskannya, Tim BPKP Jawa Tengah akan melakukan penghitungan kerugian keuangan negara sesuai dengan standar akuntansi atau auditor negara. Ini dalam menentukan besarnya kerugian keuangan negara. Selain itu sebelumnya memang telah ada temuan dari BI dan OJK Jawa Tengah berupa bentuk pelanggaran atas pencairan kredit tersebut. “Nantinya akan jelas semuanya. Siapa yang bertanggungjawab atas kerugian negara yang ditimbulkan tersebut,” ucapnya.
Terpisah, Pemerhati Perbankan Nuredi Yuniarso mempertanyakan soal dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PD BPR BKK Kebumen. Nuredi yang telah 25 tahun bepengalaman di Bank BRI menyampaikan dalam hal ini harus dipastikan benar apakah ada kerugian negara dan berapa besarnya dan bagaimana itu bisa terjadi.
"Apakah pihak BKK salah?. Kalau melanggar prosedur iya. Tapi di sisi lain hutang debitur atas nama Giyatmo dan kawan-kawan sudah lunas. Artinya masih adakah kerugian negara?,” tuturnya, Minggu (28/2).
Dalam hal tersebut, sebelumnya tidak ada kerugian negera. Sebab Giyatmo dan kawan-kawan sudah melunasinya. Baru setelah Kejari menjadi eksekutor menarik kembali Rp 8.7 miliar dari BKK munculah potensi kerugian negara. “Terus siapa yang harus mengembalikan Rp 8.7 miliar ke BKK?. Kalau Giyatmo yang harus mengembalikan Rp 8.7 miliar artinya BKK ngasih hutang baru ke Giyatmo. dan Terus dasarnya apa? Kalau bisnis apa?, kalau ngasih utang malah salah besar,” katanya.
Nuredi menegaskan namun bila dalam proses kredit ada suap menyuap atau setor menyetor agar kreditnya cair, hal ini masuk perkara tipikor. Karena ada unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang terjadi antara BKK sebagai milik daerah atau negara denga swasta. “Kredit besar di bank kecil seperti BKK tentunya mudah dilihat oleh pemilik, dekom, auditor maupun OJK atau auditor lain. Dan pasti review dokumennya akan menjadi prioritas,” ucapnya.
Seperti diberitakan, Kejaksaan Negeri Kebumen telah menetapkan dua orang tersangka yakni Kasimin dan Giyatmo. Kasus tersebut berkaitan dengan pencairan Kredit di PD BPR BKK Kebumen sebesar Rp 13 miliar pada tahun 2011 silam.
Persoalan tersebut berawal saat Giyatmo dan kawan-kawan pinjam uang kredit ke PD BKK Kebumen sekitar Rp 13 miliar. diiketahui pemberian kredit melanggar kebijakan perkreditan. Ini dalam proses awal sampai diputus/disetujui dan dicairkan tidak sesuai prosedur.
Terkait kredit tersebut Giyatmo sudah membayar kembali kreditnya . Adapun uang pembayaran kredit sebesar Rp 8.7 miliar diantaranya, adalah uang Hidayat yang diperoleh Giyatmo dengan penggelapan.
Dalam kasus penggelapan tersebut Giyatmo sendiri sudah diadili dan sudah dihukum. Tapi ada kewajiban mengembalikan uang hidayat Rp 8.7 milir. Kejari selaku eksekutor menarik uang Rp 8.7 miliar dari BKK . Padahal sebenarnya uang itu sudah dipakai untuk melunasi kreditnya.(mam)