• Berita Terkini

    Kamis, 23 September 2021

    Dr Teguh: Penanganan Kasus PD BPR BKK Belum Tuntas


    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Kejaksaan Negeri Kebumen dalam beberapa hari terakhir mendapat apresiasi lantaran "membuka kembali dan menuntaskan kasus yang lama mengendap" terkait PD BPR BKK Kebumen. 


    Namun demikian, Praktisi Hukum Dr H Teguh Purnomo SH MHum MKn menyebut penanganan kasus ini belum tuntas. Artinya perkembangan terakhir, dimana Majelis Hakim memvonis bersalah terhadap tiga terdakwa awal pekan ini, belum cukup. Atau istilah Teguh, belum final. Namun baru sampai pada tahap pertengahan.


    "Adanya putusan ketiga terdakwa pada perkara PD BPR BKK Kebumen belum menyudahi kasus tersebut. Artinya proses kasus tersebut belum final dan baru sampai pada tahap pertengahaan saja," Dr H Teguh Purnomo SH MHum MKn, kemarin (23/9/2021).


    Sekedar mengingatkan, majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang baru saja memvonis bersalah tiga terdakwa kasus PD BPR BKK Kebumen. Mereka masing-masing, Azam Fatoni dalam kapasitasnya sebagai dewan pengawas PD BPR BKK Kebumen tahun 2011 (vonis 7,5 tahun), Giyatmo sebagai debitur (vonis 8 tahun dan asetnya disita) kemudian Karsimin (manajemen Pemasaran) 7,5 tahun.  


    Informasi tambahan, butuh waktu satu dasawarsa (10 tahun) untuk sampai ke tahap ini. Mengingat, kasus pencairan kredit bermasalah atau kejahatan perbankan ini terjadi pada tahun 2011 silam.


    Meski begitu, Teguh masih berharap pihat berwajib dapat menuntaskan kasus PD BPR BKK Kebumen setuntas-tuntasnya, sampai pada pejabat pembuat kebijakan (Policy Maker) yang ada di belakang tiga terdakwa. Tak hanya nama besar di belakang meja, Teguh juga berpendapat,  pelaku di lapangan dalam proses terjadinya pencairan kreditr bermasalah ini seharusnya juga kena jeratan hukum.


    Bila harapan itu bisa direalisasikan, Dr Teguh, berharap akan  menimbulkan efek jera terhadap pelaku-pelaku kejahatan yang ada. Terutama yang bersangkutan dengan pemerintah.  


    Yang dibutukan saat ini, kata Dr Teguh, kemauan dari aparat hukum terkait. Bila ada kemauan, upaya-upaya hukum dapat dilakukan untuk menuntaskan setuntas-tuntasnya kasus tersebut.


    "Dengan demikian maka nantinya keadilan benar-benar secara substansi dan prosedur akan dienyam oleh para pihak. Ini baik terdakwa maupun masyarakat yang melihat atau mengamati masalah tersebut,” jelasnya.


    Terpisah, Azam Fatoni melalui Kuasa Hukumnya, Aditya Setiawan SH MH merasa perlu meluruskan pemberitaan di Kebumen Ekspres edisi 23 September kemarin. Saat itu, disebutkan, Azam Fatoni menyetujui pencairan kredit PD BPR BKK Kebumen atas suruhan Bupati Kebumen.


    Aditya Setiawan menegaskan, kalimat redaksi Azam Fatoni menyetujui pencairan kredit PD BPR BKK Kebumen atas suruhan Bupati Kebumen tidaklah benar. Yang benar, Azam Fatoni duduk sebagai dewan pengawas atas instruksi dari Bupati.


    Terkait pencairan kredit, Azam menyatakan tidak pernah melakukan intervensi agar kredit segera dicairkan. Termasuk hal-hal bersifat teknis Azam Fatoni tidak ikut campur. Ini dikarenakan memang bukan Tupoksinya sebagai Dewan Pengawas. 


    Singkatnya, tegas Azam, Dewan Pengawas bukan penentu cair atau tidaknya kredit. “Bahkan ada kredit yang akan lunas baru diserahkan ke saya untuk tertanda (TTD) mengetahui,” katanya.


    Bahwa pada saat kredit Giyatmo lunas pada tahun 2011, Azam Fatoni sudah berakhir masa jabatannya sebagai Dewan Pengawas. Sehingga tanggung jawab dirinya sebagai Dewan Pengawas sudah lepas atau bukan tanggungjawabnya lagi. Setelah Purna Tugas jabatan Dewan Pengawas sudah beralih ke orang lain. 


    “Sehingga pada saat penyitaan uang PD BPR BKK Kebumen pada tahun 2015 yang diduga menyebabkan kerugian negara, sudah bukan menjadi tanggungjawab saya dan saya diluar kasus saudara Giyatmo,” tegas dia.

    Kembali mengingatkan, skandal PD BPR BKK Kebumen ini  terjadi pada tahun 2011. Berawal saat PD BPR BKK Kebumen  mencairkan pinjaman kepada Giyatmo senilai Rp 13 miliar. Pinjaman ini ternyata bermasalah.

    Selain melebihi jumlah batas maksimal pemberian kredit (BMPK), uang tersebut diajukan menggunakan tiga nama debitur lain. Namun dalam proses pencairannya, masuk ke rekening Giyatmo.

    Utang kepada PD BPR BKK Kebumen sendiri dilunasi Giyatmo pada tahun 2011. Namun, di tahun 2015, Giyatmo harus berurusan dengan hukum  atas kasus lain. Yakni investasi bodong.  Dalam kasus ini, pengusaha asal Banyumas Hidayat dirugikan Rp 23 miliar. Di tingkat persidangan di PN Kebumen pada tahun 2015, Giyatmo divonis bersalah dan divonis 3,5 tahun. 

    Terungkap pula di pengadilan, uang pengembalian utang Giyatmo kepada PD BPR BKK Kebumen pada tahun 2011 merupakan hasil tindak kejahatan. Oleh karenanya, Majelis Hakim PN Kebumen memerintahkan uang Rp 8,7 miliar di BPR BKK Kebumen disita dan dikembalikan kepada pengusaha asal Banyumas Hidayat.

    Seiring dengan itu, fakta persidangan mengungkap ada tindak pidana lain yang belum tersentuh, yakni kejahatan perbankan. Khususnya soal proses pencairan pinjaman kepada Giyatmo yang jelas-jelas menyalahi prosedur. 

    Namun, tindak lanjut tindak pidana kejahatan perbankan ini baru terjadi pada tahun 2018. Dimana saat itu, Direktur Utama PD BPR BKK Kebumen pada tahun 2011, Budi Santoso, divonis bersalah. Budi Santoso divonis bersalah dan divonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Kebumen

    Hingga kemudian, di tahun 2021, Kejaksaan kembali mengangkat kasus ini dan menetapkan tiga tersangka. Masing-masing Azam Fatoni (dalam kapasitasnya sebagai dewan pengawas PD BPR BKK),  Giyatmo (debitur) dan Karsimin (Manajer Pemasaran).

    Di tahun 2021, Azam Fathoni sudah tidak memegang jabatan Dewan Pengawas PD BPR BKK Kebumen. Ia menjabat Kepala Dinas Pemuda Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Kebumen namun di saat terakhit mengajukan pensiun dini. (mam/cah)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top