• Berita Terkini

    Rabu, 24 November 2021

    PH Kembali Bantah Masuk Kategori Korupsi, Perkara Siti Siti Kharisah Masuk Eksepsi


    KEBUMEN(kebumenekspres.com)-Proses persidangan Mantan Kepala Disnakerkop UKM Kebumen Terdakwa Siti Kharisah terus bergulir. Pada Selasa (23/11/2021) kemarin, Sidang dilaksanakan dengan agenda Eksepsi. Persidangan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan  Negeri Semarang.


    Dalam eksepsinya Kuasa Hukum Terdakwa Siti Kharisah yakni Padang Kusumo SH menyampain bahwa berdasarkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP surat dakwaan harus memenuhi syarat formil dan materil dan apabila surat dakwaan tidak memenuhi syarat materil, maka surat dakwaan yang demikian adalah batal demi hukum.


    “Bahwa berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara seksama mengingat di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan,” tuturnya.

    Padang Kusumo juga menegaskan setelah mempelajari Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa dalam perkara a quo, maka sudah seharusnya Surat Dakwaan JPU batal demi hukum. “Surat Dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Sehingga wajib dan harus dinyatakan batal demi hukum,” katanya.


    Selain itu, lanjut Padang,  dalam surat dakwaannya, JPU terkesan memaksakan keadaan yaitu dengan menyebutkan Terdakwa sengaja terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi. Akan tetapi JPU dalam Surat Dakwaannya tidak dapat menguraikan secara cermat dan jelas apa bentuk kesengajaan atau peran terdakwa. 

    “Padahal justru jelas disebutkan dalam dakwaan tentang peran orang lain yang masih Daftar Pencarian Orang (DPO) yaitu telah memalsu tandatangan dan telah mengatur proyek sebagai pelaku dugaan tindak pidana korupsi. Jadi dalam dakwaan malah tampak jelas bahwa Terdakwa hanyalah korban maladministrasi, bukan pelaku tindak pidana korupsi,” tegasnya.


    Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, Padang Kusumo berpendapat,  dakwaan JPU yang mendakwa dengan Pasal 12 huruf i atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat 1, 2, 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak tepat. 

    “Karena Terdakwa tidak pernah ada niat jahat (mens rea) dan tidak pernah ada bukti aliran dan simpanan harta apapun yang diterima Terdakwa terkait dakwaan korupsi, karena memang Terdakwa tidak pernah menerima apapun dari siapapun terkait dugaan korupsi yang didakwakan,” ungkapnya.


    Dalam hal ini Penasehat Hukum Padang Kusumo  memohon  Majelis Hakim menerima Eksepsi dari penasihat hukum Ir Hj Siti Kharisah MM dan menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara: 78/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smg  Batal Demi Hukum. “Kami juga memohon menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Terdakwa Ir Hj Siti Kharisah tidak dilanjutkan dan membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan,” paparnya. 


    Menanggapi hal tersebut Kajari Kebumen Drs Fajar Sukristyawan SH MH melalui Kasi Pidsus Budi Setyawan SH MH menjelaskan bahwasanya proses sidang atas nama terdakwa Siti Kharisah terus bergulir. 

    Pihaknya menyampaikan pada sidang kemarin Penasehat Hukum Terdakwa telah mengajukan eksepsi atau keberatan. Hal tersebut tentunya hal akan dijawab atau JPU akan memberikan pendapatnya berkaitan dengan eksepsi atau keberatan dari penasehat hukum terdakwa. 

    “Dasar hukum eksepsi atau keberatan diatur dalam pasal 145 ayat 1 undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara nya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan,” katanya.

    Dalam hal ini, lanjut Budi, Pasal di atas memberikan batasan secara limitatif terkait dengan alasan atau dasar dalam hal pengajuan keberatan Penasehat Hukum atau Terdakwa atas Surat Dakwaan yang telah diajukan. 

    Dijelaskannya, dalam eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan Surat Dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum karena tidak disusun secara cermat jelas dan lengkap. Kedua Penuntut Umum terkesan memaksakan keadaan yang menyebabkan atau menyebutkan terdapat sengaja terlibat dalam dugaan tindak pidana yang disangkakan dan terdakwa hanyalah korban maladministrasi. Serta tidak pernah ada niat jahat dan tidak pernah ada bukti aliran atau simpanan harta yang diterima terdakwa. 

    “Pendapat Penuntut Umum atas keberatan atau eksepsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa surat dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum adalah sangat tidak berdasar. Penuntut umum dalam melakukan penyusunan Surat Dakwaan telah mempedomani pasal 143 ayat 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” jelasnya.

    Dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum telah memberi tanggal dan tanda tangan serta berisi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal agama dan pekerjaan. “Uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan,” paparnya.

    Selanjutnya Pnuntut Umum mempedomani pasal tersebut secara rinci. Dimana atas identitas terdakwa tersebut terdapat telah membenarkannya oleh karena itu syarat formil surat dakwaan telah terpenuhi secara sah dan benar menurut hukum. 

    “Penuntut umum akan membahas terkait dengan pokok-pokok keberatan penasehat hukum terdakwa antara lain keberatan pertama yaitu uraian perbuatan dan unsur yang sama dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua,” jelasnya.

    Pendapat Penuntut Umum bahwa bentuk surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam pemeriksaan sidang ini adalah dakwaan alternatif yaitu kesatu melanggar pasal 12 huruf i undang-undang tindak pidana korupsi atau kedua melanggar pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi. 

    “Bahwa dalam penyusunan surat dakwaan baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum menyusun secara urut berdasarkan waktu atau proses kejadian tindak pidana,” ungkapnya.

    Hal tersebut disusun dengan cara mendudukkan posisi terdakwa tentang dasar Hukum yang menyebutkan tentang kapasitas atau jabatan terdakwa dikaitkan dengan tugas pokok fungsi dan kewenangannya dan selanjutnya disusun dengan cara mengurutkan proses atau kejadian tindak pidananya. 

    Dalam Penyusunan Surat Dakwaan kesatu atau dakwaan alternatif kedua telah disusun dengan memberikan uraian perbuatan dan uraian unsur yang berbeda adapun perbedaan tersebut terlihat secara jelas dalam halaman ke 5 halaman ke 6 halaman ke- 1 dan halaman ke 12 dalam Surat Dakwaan. “Dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwasanya Penasehat Hukum Terdakwa belum membaca Surat Dakwaan secara utuh atau rinci tentang Surat Dakwaan,” tegasnya.

    Disampaikan pula tujuan Penasehat Hukum Terdakwa yang menyatakan Surat Dakwaan hanya menyalin ulang atau copy paste dalam Surat Dakwaan sebagaimana uraian dalam dakwaan kesatu dengan uraian dalam dakwaan alternatif kedua adalah tidak benar dan tidak berdasar.  “Selain itu atas keberatan Penasehat Hukum Terdakwa dalam keberatan pertama tidak terbukti tidak benar dan tidak berdasar menurut hukum maka keberatan tersebut haruslah ditolak,” ungkapnya. 

    Budi juga menegaskan dalam hal guna menyatakan atau membuktikan terlibat atau tidaknya terdakwa dalam perkara tersebut, maka  hal tersebut sudah termasuk dalam pokok perkara dan bukan merupakan dasar atau alasan pengajuan keberatan telah secara limitatif diatur dalam pasal 145 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. “Oleh karena itu keberadaan tersebut harus ditolak,” terangnya.. 

    Adapun guna menyatakan atau membuktikan ada atau tidaknya niat jahat terdakwa dalam perkara tersebut dan membuktikan ada atau tidaknya aliran atau simpanan harta yang diterima terdakwa dalam perkara ini, maka hal tersebut sudah termasuk dalam pokok perkara dan bukan merupakan dasar atau alasan pengajuan keberatan yang telah secara limitatif diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. “Oleh karena itu keberadaan juga harus ditolak,” paparnya. 

    Maka dalam kesimpulannya, lanjut Budi, Penuntut Umum meminta kepada Majelis Hakim yang Mulia untuk menjatuhkan putusan sela dalam perkara tersebut, yaitu menyatakan menolak eksepsi atau keberatan penasihat hukum terdakwa. “Selain itu menyatakan Surat Dakwaan dapat diterima dan menangguhkan biaya perkara dalam putusan akhir pada perkara ini,” ucapnya. (mam)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top