KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Permohonan Praperadilan atas nama tersangka atau terdakwa Agung Prabowo di Pengadilan Negeri Kebumen gugur. Ini berdasar pada Putusan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Kebumen Nomor 01/Prapid/2021/PN.Kbm tanggal 17 November 2021.
Agung Prabowo merupakan salah satu terdakwa pada dugaan penyimpangan RTLH di Desa Bagung Prembun. Dalam hal ini tersangka atau terdakwa Agung Prabowo yang juga mantan Plt Sekretaris Desa (Sekdes) Bagung Kecamatan Prembun itu mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Kebumen. Adapun yang dimintakan terkait dengan peradilan tersebut yakni berkaitan dengan kewenangan penyidikan oleh Jaksa.
Selain itu juga penetapan pemohon sebagai tersangka, penahanan pemohon selaku tersangka yang dilakukan oleh termohon dan pengeledahan rumah pemohon serta penyitaan benda milik pemohon berupa satu unit mobil Avanza.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kebumen Drs Fajar Sukristyawan SH MH melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Budi Setyawan menjelaskan Putusan Pengadilan Negeri Kebumen menyatakan permohonan Praperadilan gugur.
“Perkara atas nama pemohon oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kebumen telah dinyatakan lengkap atau P21 pada 3 Desember 2021. Kemudian Jaksa penyidik telah melakukan pengiriman tersangka dan barang bukti dalam perkara dimaksud pada 6 Desember 2021,” tuturnya, Jumat (17/12/2021).
Sehingga, lanjut budi, sejak 6 Desember 2021 terhadap perkara pemohon telah memasuki tahapan penuntutan. Hal tersebut dibuktikan dengan telah diterbitkannya Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk penyelesaian perkara tindak pidana tanggal 6 Desember 2021 dan memohon juga dilakukan penahanan di rumah tahanan negara selama 20 hari sejak 6 Desember 2021 sampai dengan 25 Desember 2021.
“Kemudian perkara pokok atas nama pemohon telah dilakukan pelimpahan berkas perkara dan barang bukti oleh termohon selaku penuntut umum. Ini berdasarkan surat pengantar Kepala Kejaksaan Negeri Kebumen tanggal 6 Desember 2021 dan juga surat pelimpahan perkara dengan acara pemeriksaan biasa ke pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang,” katanya.
Dijelaskannya, atas pelimpahan pokok perkara pemohon tersebut, kemudian telah terbit penetapan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 90/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Smg tanggal 7 Desember 2021. “Maka sejak 7 Desember 2021 kewenangan pemeriksaan perkara tersebut berada di pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang,” jelasnya.
Selanjutnya, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang telah menetapkan hari sidang atas nama pemohon praperadilan pada hari Kamis 16 Desember 2021. Oleh karena itu permohonan praperadilan dari pemohon telah gugur. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 82 ayat 1 huruf d. Yakni dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada peraturan dilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.
Budi yang juga merupakan aktivis mahasiswa/Presiden BEM Undip Semarang 2007 itu menegaskan karakteristik dari objek praperadilan adalah pemeriksaan terhadap persoalan yang seharusnya telah diselesaikan atau diputus sebelum adanya pemeriksaan pokok perkaranya. Maka logis apabila permohonan praperadilan dianggap gugur ketika pemeriksaan pokok perkara telah dilimpahkan kepada pengadilan negeri yang berwenang mengadili. Adapun dalam perkara atas nama pemohon yaitu menjadi kewenangan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang.
“hal tersebut guna menghindari dualisme pemeriksaan yaitu pemeriksaan pengajuan atau permohonan praperadilan dan pemeriksaan pokok perkara oleh Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili,” jelasnya.
Setelah berkas perkara telah dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum pada pengadilan Negeri dan telah dilakukan registrasi oleh Pengadilan Negeri, maka tanggungjawab yuridis dari pemeriksaan pokok perkara telah beralih dari Jaksa Penuntut Umum kepada Pengadilan Negeri. “Maka sudah selayaknya praperadilan dinyatakan gugur setelah mendapatkan nomor registrasi perkara dan mulai disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang yaitu pada Kamis 16 Desember 2021,” bebernya.
Ditegaskannya, Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 102/PUU-XIII/2015 tanggal 2 November 2016, yaitu permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan peradilan.
Terkait dengan dalil pemohon yang menyatakan Kejaksaan Negeri Kebumen tergesa-gesa dalam penanganan perkara adalah tidak tepat dan harus dinyatakan ditolak. Hal yang tepat dan sesuai adalah Kejaksaan Negeri Kebumen telah bertindak secara profesional dalam penanganan perkara. “Hal tersebut sesuai dengan asas peradilan dilakukan dengan sederhana cepat dan biaya ringan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 angka 4 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman,” katanya.
Dalam proses persidangan pada perkara pidana sudah seharusnya dilakukan secara cepat untuk mencapai pelaksanaan asas kepastian hukum tanpa mengorbankan asas keadilan. Kesegaran dalam proses penyelesaian perkara merupakan kewajiban negara dalam hal ini adalah kewajiban aparat penegak hukum.
Disampaikan pula percepatan penanganan perkara merupakan hak tersangka dan bertujuan untuk melindungi adanya kewenangan dan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan oleh aparat penegak hukum dalam menunda-nunda penyelesaian perkara.
Lamanya penyelesaian perkara berdampak pada lamanya penahanan yang merupakan perampasan hak atas kemerdekaan tersangka atau terdakwa. Pemeriksaan yang berlarut-larut akan menimbulkan kerugian bagi tersangka atau terdakwa yang diperiksa yaitu berdampak pada penundaan akses keadilan bagi tersangka atau terdakwa. “Hal tersebut sesuai dengan adikku hukum yaitu keadilan yang tertunda adalah keadilan yang diingkari,” jelasnya.
Dalam penanganan perkara oleh pemohon praperadilan tersebut Kejaksaan Negeri Kebumen telah menerapkan Pasal 50 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh Penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum dan tersangka atau terdakwa berhak untuk segera diadili oleh pengadilan.
Penjelasan Pasal 50 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu diberikan hak kepada tersangka atau terdakwa dalam hal ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seseorang yang disangka melakukan tindak pidana.
Terutama mereka yang dikenakan penahanan jangan sampai lama tidak mendapatkan pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum. Adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar dan perlakuan lainnya yang bersifat penyalahgunaan wewenang. Hal tersebut juga untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan secara sederhana cepat dan biaya ringan.
Budi menambahkan, adapun kesimpulan dari praperadilan tersebut yaitu bahwa berdasarkan dalil-dalil atau alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan dalil atau alasan yang diajukan oleh pemohon dalam permohonan praperadilan adalah tidak benar secara hukum oleh karena itu sudah sepantasnya untuk ditolak seluruhnya.
“Putusan praperadilan pada pokoknya yaitu menerima kesimpulan termohon untuk seluruhnya, menolak permohonan praperadilan pemohon atau permohonan praperadilan dinyatakan gugur,” ucapnya.(mam)