Hanya Bisa Pasrah saat Harapan Hilang Disapu Banjir
Banjir menerjang Kebumen pekan kemarin. Ribuan orang mengungsi serta sejumlah infrastruktur rusak , setelah tak kurang dari 56 desa di 18 kecamatan kebanjiran. Tak hanya itu, banjir juga menyisakan cerita sedih bagi ribuan petani di Kota Beriman. Salah satunya, Kartono, warga Kecamatan Ayah.
-----------------------------
A SAEFURROHMAN, Ayah
------------------------------
Hamparan persawahan di Kecamatan Ayah berubah bak danau setelah banjir merendam. Hilang sudan pemandangan indah tanaman hijau kekuningan. Hilang pula harapan petani memanen tanaman hasil jerih payah mereka.
Sedih itu dirasakan Kartono yang kemarin tengah beraktivitas di sawah. Saat itu, ia tengah berusaha menyelamatkan padinya yang hanya terlihat pucuk daunnya saja akibat direndam banjir 7 hari terakhir.
"Kebanjiran mas, ya mau bagaimana lagi, hanya bisa pasrah sembari nunggu surut, kalau tidak surut ya At Tahiyat Akhir," kata pria warga Dukuh Blangkunang RT 3 RW 1 Desa Jatijajar Kecamatan Ayah.
Ya, Kartono hanya bisa pasrah saat melihat sawah tahunan yang digarapnya masih terendam banjir. Padahal padi yang ditanam tiga bulan lalu sudah siap panen.
Kartono mengatakan, musibah banjir yang merendam sebagian besar sawah garapannya yang seluas 400 ubin. Tak sedikit modal yang dikeluarkan Kartono untuk menggarap sawah. Usai sewa sebesar Rp 3 juta per tahun, juga harus membayar biaya tenaga, pupuk dan bibit yang mahal.
"Ini sawah beli tahunan, setengah bahu (250 ubin) disebelah sana 100 dan 150 ubin, total ya sekitar 500 ubin, selain bayar tenaga juga harga pupuk sekarang mahal,"ujarnya sembari menutupi rasa cemasnya dengan tertawa.
Saat panen, Kartono yang telah menduda selama 5 tahun ini, hanya tinggal bersama sang cucu dan buyutnya di rumah. Saat musim panen, satu titik sawah garapannya bisa menghasilkan padi bersih 5-7 kwintal.
"Anak sudah berkeluarga semua di luar kota, kalau pas panen sawah ini, padi bersih ya bisa sampai 7 kwintal sudah buat bayar tenaga," katanya sembari menunjukan sawahnya yang terendam banjir.
Kendati harus mengalami kenyataan pahit, Kartono menganggap itu sebuah ujian. "Kalau ini tidak surut ya sudah, At Tahiyat Akhir. Ini ujian mental dari Alloh, " ujarnya.
Kartono tak sendiri, nasib sama juga dialami Hadi Suminto (75) warga Kecamatan Ayah ini juga mengalami nasib yang sama. Bahkan hanya bisa berdoa dan pasrah untuk air segera surut dan bisa memanen padi miliknya. "Ini kalau surut, kelihatan lehernya saja sudah bisa panen, kalau terendam begini ya pasti tumbuh tunas," katanya. (*)