Jadi Satu-satunya Asal Kebumen, Ajak Warga Cintai Dunia Seni Rupa
Artjog merupakan pameran senirupa kontemporer tahunan yang diadakan di Yogyakarta. Sejak digulirkan pada tahun 2008 silam, perhelatan ini menjadi salah satu pameran papan atas yang menampilkan karya-karya terseleksi dan mengangkat tema yang sangat kontekstual. Seniman dan karya yang berhak tampil mesti mennjalani proses kuratorial yang sangat ketat. Siapa sangka bahwa salah satu kurator di balik perhelatan itu adalah gadis muda asal Kebumen.
-------------------------------
IMAM, Kebumen
--------------------------------
Dia adalah Karen Hardini (26), putri pasangan Djoko Hartono dan Supriyatini dari Sruweng. Dalam Artjog kali ini Karen bertugas meng-kurasi karya Riyan Kresnandi yang berjudul Reconnected Access Memory (RAM) Museum.
Ini adalah karya senirupa berbentuk ruang digital yang memadukan game online sebagai museum maya yang menelusuri produk seni “bermasalah” pasca orde baru. Karya ini secara brilian menfaatkan kecanggihan teknologi untuk membedah paradoks kebebasan era reformasi yang ternyata menciptakan “ruang penindasan” bagi karya seni.
Karen sendiri kini tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) di bidang Kajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Alumnus Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Yogyakarta itu memang sejak kecil telah bergelut dengan dunia menggambar.
“Saya memang lebih tertarik pada aspek sosial budaya dari senirupa. Karya seni selalu lahir dari situasi lingkungan dan tentu berdampak pula pada lingkungan. Karena itulah saya memutuskan untuk menekuni bidang kajian senirupa, bukan menjadi seorang pelukis penuh waktu,” ujar alumni SMA Negeri Gombong tersebut, Rabu (31/8) kemarin.
Selain terlibat di Artjog, Karen juga menjadi salah satu curator di Sangkring Gallery. Salah satu galeri penting di Yogyakarta yang rutin memamerkan karya-karya berkualitas. Di sini dia bertugas mengkaji dan menyusun catatan kuratorial atas karya-karya yang dipamerkan.
Di sela kesibukannya, ternyata Karen masih menyempatkan diri mengajar senirupa kepada anak-anak. Meski demikian ternyata dia memiliki catatan kritis tentang kegiatan ini, terutama untuk orang tua yang terobsesi mendorong putra-putrinya menjadi juara lomba.
“Semestinya kita memfasilitasi anak agar suka menggambar, tak harus pintar menggambar. Dengan menggambar anak akan menjadi lebih dekat dengan lingkungan memiliki kepekaan tinggi. Untuk anak-anak berkebutuhan khusus bahkan menggambar dapat menjadi terapi yang efektif,” ujar mantan Pengurus Senat Mahasiswa ini.
Terkait dengan dunia senirupa di Kebumen, Karen mengakui memang ada banyak pekerjaan rumah yang harus di buat. Selain minimnya fasilitas, apresiasi dari masyarakat juga mesti terus ditumbuhkan.
“Jujur saja banyak perupa muda bertalenta yang memilih berkarya di kota lain seperti Yogyakarta. Di sini tersedia fasilitas dan ruang berkarya yang memadai. Publik pun memiliki kesadaran apresiasi yang tinggi. Belum lagi adanya ekosistem seni yang supportif sehingga seniman dapat semakin mengembangkan talentanya,” ucapnya.
Karena itulah Karen sangat terbuka jika ada perupa Kebumen yang memiliki keinginan berkolaborasi untuk kemajuan dunia seni. Hal ini ditunjukkan dengan antusiasmenya saat mendampingi para perupa dari Komunitas Kebumen Menggambar mengadakan kunjungan belajar di Artjog dan Sangkring Gallery .