KEBUMEN(kebumenekspres.com)-Penambangan pasir di Sungai Lukulo tepatnya Desa Tanggulangun Klirong kian marak. Hal ini memicu erosi di kawasan bantaran sungai. Akibatnya sekitar 7,6 hetar tanah milik warga hilang.
Kondisi penambang pasir diperparah dengan menggunakan mesin blower. Mesin blower tersebut berfungsi untuk mempermudah pengambilan pasir di dasar Sungai Lukulo.
Rodin (46) pekerja tambak udang mengemukakan aktivitas penambang pasir semakin marak. Akibatnya, ada 10 kolam tambak udang rusak bahkan lenyap dan berubah menjadi sungai.
“Dulu disini itu terdapat sekitar 10 kolam udang. Sekarang lihat sendiri sudah rusak bahkan lenyap dan telah berubah menjadi sungai,” tuturnya, Jumat (2/9/2022).
Senada dengan Rodin, salah seorang warga Dusun Tuaburu Desa Tanggulangin Marso (60) mengatakan tanahnya seluas 1.233 meter persegi yang dulunya berupa sawah kini telah hilang menjadi sungai. Hasil dari bidang tanah berupa sawah yang dulu dalam satu tahun bisa panen dua kali kini tinggal kenangan.
“Dulu bisa menikmati hasil dua kali panen setahun. Sekarang sudah jadi sungai. Sekarang saya pengangguran tidak lagi bisa bertani. Hasil pertanian hilang, aset tanah saya juga lenyap,” jelasnya.
Selain Marso masih banyak lagi warga yang bidang tanahnya hilang akibat aktivitas penambangan pasir liar. Pemerintah Desa Tanggulangin mencatat, sebanyak 7,65 hektare lahan warga sudah hilang menjadi sungai. Pemerintah desa sudah menghapuskan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) untuk 55 bidang tanah yang sudah menjadi sungai.
Beberapa diantaranya yakni Dimyati alm 200 ubin hilang, Salimi alm 2.846 meter persegi, Darsin warga Pandanlor 872 meter persegi, Pariyem alm 585 meter persegi, Martoyo warga Ayamputih 2.342 meter persegi, Marsukris 661 meter persegi, dan Wasikun 4100 meter persegi.
Marso dan warga pemilik tanah lainnya berharap pemerintah daerah turun tangan, melihat langsung dan mentertibkan penambang pasir yang semakin nekat beraktivitas mengambil pasir Sungai Lukulo.
Kepala Dusun IV Tuaburu (Kadus) Desa Tanggulangin Purwadi saat ditemui menjelaskan makin banyaknya jumlah penambang membuat kerusakan lingkungan semakin parah.
"Selain kerusakan lingkungan tanah warga juga hilang. Dalam catatan ada 16.835 meter atau 1,7 hektar, 11 SPPT hilang. Dan 10 kolam udang milik petambak udang hilang,” katanya.
Meski sudah berulang kali dilarang pemerintah desa, karena tidak memiliki izin dan merusak lingkungan, tapi para penambang pasir masih nekat beraktivitas.
Menurut Purwadi, sebenarnya warga sekitar sungai dan pemilik tanah tidak suka dengan aktivitas penambangan pasir di sungai terlebih kini mereka yang awalnya mengambil pasir secara manual telah beralih menggunakan mesin blower.
“Kerusakan yang diakibatkan semakin parah mas, kalau dibiarkan akan semakin banyak yang dirugikan. Jalan akses warga mencari rumput, bertani dan menambak akan hilang juga,” tambahnya.
Sementara itu Kepala Desa Tanggulangin Kasimin mengatakan para penambangan pasir sulit dikendalikan. Pemerintah desa sudah sering memberikan himbauan dan teguran. Bahkan, berbagai upaya desa sudah dilakukan dengan membuat Peraturan Desa (Perdes) dan memasang papan larangan mengambil pasir.
“Tetap saja tidak digubris. Sudah berulang kali saya datangi, tapi masih ngotot nambang pasir. Malah kadang main kucing-kucingan,” paparnya.
Dijelaskan Kasimin, penambangan pasir di desanya sudah terjadi sejak dulu, namun mulai tahun 2013 sampai dengan sekarang aktivitas penambangan semakin banyak. Banyak para penambang datang dari luar Desa Tanggulangin, bahkan penambang dari Cilacap. (mam)