KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Elemen masyarakat yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong atau PERPAG, menggelar aksi unjuk rasa, Senin (26/9/2022). Dalam aksinya, massa menuntut pemerintah segera mencabut HGB PT Semen Gombong dan memberikan pengelolaan kawasan karst Gombong kepada warga.
Apa kata warga soal aksi ini?
Catatan koran ini, pemanfaatan lahan HGB PT Semen Gombong telah menjadi polemik sejak 1993 silam. Warga meminta pemerintah mengambil sikap soal Pemanfaatan lahan HGB PT Semen Gombong .
Versi warga, lahan milik pemerintah yang di Hak Gunakan kepada PT Semen Gombong akan berakhir pada 2027 mendatang. Mendengar ada rencana perpanjangan HGB oleh PT Semen Gombong inilah yang mendasari warga masyarakat unjuk rasa.
Warga menilai jika lahan Karst Gombong dijadikan pabrik semen mereka akan kehilangan sumber mata air yang ada di dalam pegunungan karst tersebut. Pelepasan tanah untuk pabrik semen yang dilakukan pertengahan dekade 1990, disebut tidak berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Pemanfaatan lahan HGB oleh warga dikenai sewa, untuk membayar pajak bumi dan bangunan. Karena itu, Perpag meminta kepada pemerintah agar tidak memperpanjang HGB yang akan berakhir 2027.
Ketua Perpag, Nanang Triaji mengatakan, dalam kesempatan aksi damai ini pihaknya ingin meminta Bupati Kebumen sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria menjalankan fungsinya segera mengakhiri konflik di area kawasan karst gombong.
"Syarat penyelesaian konflik di kawasan karst gombong adalah pencabutan HBG, setelah HGB dicabut kemudian diajukan ke Pak bupati sebagai Ketua Gugus Reforma Agraria, kemudian untuk mengusulkan sebagai tanah objek reforma agraria, pencabutan HGB itu melalui penelitian yang dilakukan gugus tugas reforma agraria," ujarnya
Massa datang dengan sedikitnya 9 unit kendaraan truk dan mobil serta 24 kendaraan roda dua. Mereka berasal dari lima desa di Kecamatan Buayan, masing-masing Desa Nagoraji, Harjodowo, Sikayu, Karangsari, dan Banyumudal.
Salah seorang warga yang ditemui mengaku rela meninggalkan aktivitasnya untuk menyuarakan kelestarian lingkungan. Mereka rela menjual hasil pertaniannya untuk ongkos datang berunjuk rasa.
"Bayar Rp 15 ribu mas untuk ongkos truk pulang pergi, ini saya jual daun So dulu, kalau ikut demo sudah sering, ke Semarang juga saya ikut ya sama iuran juga, kami berharap perjuangan kami ini bermanfaat untuk anak cucu," kata Sartimah (57) diamini Sarwin, warga Desa Sikayu Kecamatan Buayan sembari beristirahat menyantap bekalnya berteduh dibawah pohon beringin kompleks Alun-alun Kebumen.
Usai melaksanakan istirahat dan sholat warga melanjutkan orasinya kembali di depan Kantor Pemkab Kebumen. Lagi-lagi peserta unjuk rasa tidak mendapatkan tanggapan dari Pemkab. Hingga pukul 13.00 WIB, mereka hanya ditemui oleh Asisten 2 dan Asisten 3 Bupati. Namun hanya melihat dan tidak menanggapi sepatah kata. Hingga sekitar pukul 14.21 WIB massa membubarkan diri.(fur)
.