FOTO A SAEFUROHMAN/EKSPRES |
KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Elemen masyarakat yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong atau PERPAG, menggelar aksi unjuk rasa, Senin (26/9/2022). Dalam aksinya, massa menuntut pemerintah segera mencabut HGB PT Semen Gombong dan memberikan pengelolaan kawasan karst Gombong kepada warga.
Massa datang dengan sedikitnya 9 unit kendaraan truk dan mobil serta 24 kendaraan roda dua. Mereka berasal dari lima desa di Kecamatan Buayan, masing-masing Desa Nagoraji, Harjodowo, Sikayu, Karangsari, dan Banyumudal. Massa yang berjumlah ratusan itu lantas menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemkab Kebumen. Dari tempat itu, mereka bergerak menuju Kantor DPRD Kabupaten Kebumen.
Di tempat ini, massa kecewa karena tak ada satupun anggota dewan yang menemui. Mereka hanya ditemui Sekwan DPRD Kebumen, Sri Kuntarti dan beberapa staf pelayanan dan humas.
Kepada peserta unjuk rasa, Sri Kuntarti menyampaikan bahwa saat ini anggota DPRD Kebumen sedang melakukan reses. Pihaknya juga tak mengetahui dan tidak mendapat surat pemberitahuan adanya aksi damai dari Perpag.
"Mohon maaf semuanya, saat ini para anggota DPRD Kebumen sedang tidak ada di kantor, karena sedang melakukan kegiatan reses, kami juga sebelumnya tidak ada surat pemberitahuan akan adanya aksi damai ini," katanya sembari mendapat sahutan keras oleh para peserta demo.
Sementara itu, Wakil Ketua Perpag, Warisman kepada awak media mengatakan, mereka meminta pemerintah mengambil sikap soal Pemanfaatan lahan HGB PT Semen Gombong yang menjadi polemik sejak sekitar 1993 itu
Menurutnya, lahan milik pemerintah yang di Hak Gunakan kepada PT Semen Gombong akan berakhir pada 2027 mendatang. Mendengar ada rencana perpanjangan HGB oleh PT Semen Gombong inilah yang mendasari warga masyarakat unjuk rasa. Warga menilai jika lahan Karst Gombong dijadikan pabrik semen mereka akan kehilangan sumber mata air yang ada di dalam pegunungan karst tersebut.
Masih kata dia, pelepasan tanah untuk pabrik semen yang dilakukan pertengahan dekade 1990, tidak berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pemanfaatan lahan HGB oleh warga dikenai sewa, untuk membayar pajak bumi dan bangunan. Karena itu, Perpag meminta kepada pemerintah agar tidak memperpanjang HGB yang akan berakhir 2027.
"Pada tahun 2016 sudah dinyatakan bahwa Amdal PT Semen Gombong tidak layak, adanya itu seharusnya pemerintah ambil tindakan tapi ternyata tidak ada, dulu itu awalnya kawasan bentang alam karst, jaman bupati Buyar Winarso dijadikan kawasan budidaya dan disitu diakui sebagai kawasan milik PT Semen, padahal tidak punya, PT Semen hanya ganti rugi, kalau PT Semen beli berarti harusnya ada bukti jual beli," jelasnya.
Mencuatnya kembali konflik di kawasan karst gombong ini, Warisman menjelaskan, pada awal tahun lalu, PT Semen Gombong menyebar surat edaran kepada masyarakat, ia menyatakan surat itu berisikan larangan masyarakat untuk tidak menggarap lahan, karena lahan tersebut akan digarap PT Semen sendiri. "PT Semen menyuruh masyarakat kalau mau menggarap itu nyewa, RP 300 ribu per ubin, aksi sekarang ini kami hanya meminta pemerintah untuk tidak memperpanjang HGB milik PT Semen Gombong," katanya sembari menyebutkan pihaknya masih belum mendapatkan kepastian setelah audiensi dengan BPN Kebumen dan Provinsi.
Sementara itu, aksi yang berlangsung sampai kurang lebih pukul 14.30 WIB itu berjalan dengan tertib. Setidaknya 260 personel dengan dibackup dari unsur TNI dan Satpol PP diterjunkan mengamankan aksi unjuk rasa yang dipusatkan di Alun-alun Kebumen itu. Kapolres Kebumen AKBP Burhanuddin saat memimpin jalannya pengawalan mengungkapkan, penyampaian pendapat dimuka umum dilindungi Undang-Undang. Tugas kepolisian melakukan pengamanan dan pengawalan agar berjalan kondusif selama penyampaian pendapat yang kurang lebih diikuti 500 peserta demo.
"Keberadaan kami untuk mengamankan aksi dari rekan-rekan. Kami menjamin penyampaian pendapat berjalan dengan tertib. Sampaikan dengan bijak dan kepala dingin. Harapan kita lancar dan tertib," kata Kapolres.
Sebelumnya, Perpag sudah menemui Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Sabtu akhir pekan lalu. Dalam kesempatan itu, Bupati mengatakan akan mempelajari mengenai mekanisme sesuai peraturan yang ada, agar benang kusutnya bisa terurai. Ia pun akan melakukan koordinasi dengan BPN untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kita akan pelajari dulu, yang pasti Bupati akan menerapkan aturan yang ada. Kita juga akan melakukan koordinasi dengan BPN untuk bisa mencari titik temu dalam penyelesaian sengketa agraria tersebut. Historisnya kita pelajari karena ini persoalan sudah lama, sejak tahun 1990 an," terang Bupati yang pada Senin kemarin tak bisa menemui warga karena sedang tugas ke Jakarta
Bupati menegaskan, bahwa pemberian HGB ranahnya ada di BPN, pihaknya tidak punya hak untuk memberhentikan atau memperpanjang. Namun yang pastinya akan hadir menyikapi setiap keresahan yang terjadi di masyarakat, agar ditemukan jalan keluar yang baik, adil, dan bisa dimengerti oleh semua. (fur)