Oleh : Fikria Yusuf A.
Di dalam pembagian waris, orang memiliki kebebasan untuk memilih sistem waris mana yang akan digunakan untuk melakukan pembagian waris. Di Indonesia, terdapat beberapa sistem pembagian waris, seperti pembagian waris menurut hukum Perdata, Hukum Islam atau Hukum Adat. Tulisan ini bukan untuk mengesampingkan ketentuan sistem waris yang lain, akan tetapi lebih kepada anjuran kepada orang Islam untuk menggunakan sistem waris Islam. Ketentuan mengenai pembagian waris dalam Islam mengatur secara terperinci mengenai kepemilikan harta peninggalan pewaris, yang mana di aturan hukum kewarisan Islam telah menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan ketentuan mengenai porsi kepemilikan bagian dari masing-masing ahli waris.
Mengenai nilai-nilai keadilan, terdapat beragam pendapat mengenai arti dari keadilan itu sendiri. John Rawls merumuskan keadilan dalam konsep umum adalah nilai-nilai sosial didistribusikan dengan setara, kecuali distribusi tidak setara itu membawa keuntungan bagi semua orang. Artinya setiap orang harus mengambil manfaat dari ketidaksetaraan sosial apa pun. Nilai inti dari teori keadilan John Rawls adalah bahwa keadilan tidak selamanya harus sama rata, akan tetapi perlu menimbang mengenai kesetaraan. Kesetaraan yang dimaksud disini adalah agar semua pihak mendapatkan hak yang sesuai dengan porsi yang semestinya.
Nilai keadilan dalam waris islam tercermin dalam berbagai hal, seperti ketentuan mengenai penentuan porsi kepemilikan. Didalam hukum Islam, terdapat pembedaan bagian untuk laki-laki dan perempuan, sedangkan di dalam Hukum Perdata, bagian untuk laki-laki dan perempuan adalah sama. Nilai keadilan yang tercermin dari ketentuan Hukum Islam tersebut adalah bahwa laki laki memikul tanggung jawab yang kelak akan menjadi kepala keluarga di dalam rumah tangga. Keadilan bukanlah mengenai tentang pembagian yang sama rata, akan tetapi melihat kepada aspek tanggung jawab yang harus dipikul, khususnya dalam hal ini laki laki yang akan menjadi kepala keluarga maupun yang sudah berkeluarga.
Kemudian dalam ketentuan mengenai siapa yang berhak menjadi ahli waris, Hukum Waris Islam mengatur bahwa apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan adalah anak, ayah, ibu, istri yang ditinggalkan atau suami yang ditinggalkan. Sedangkan di dalam Hukum Perdata, apabila semua ahli waris ada, maka yang menjadi ahli waris adalah suami atau istri yang ditinggalkan dan anak-anak sah serta keturunannya.
Hukum Waris Islam memperhatikan tidak hanya suami atau istri yang ditinggalkan dan juga anak pewaris, akan tetapi juga memikirkan mengenai pembagian waris untuk ayah dan ibu dari pewaris karena kita sebagai manusia haruslah tetap berbakti kepada orang tua sampai akhir hayat. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat di dalam Al-Quran, Surat Al Baqarah ayat 215 yang menjelaskan bahwa harta apa saja yang diinfakkan, hendaknya diperuntukan bagi orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Kemudian banyak ayat lain yang pada intinya pentingnya memuliakan orang tua. Oleh karena itu di dalam pembagian waris, ayah dan ibu juga termasuk ke dalam ahli waris.
Dari ketentuan-ketentuan mengenai kewarisan yang diatur dalam hukum waris Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut telah memikirkan mengenai keadilan yang tidak hanya menitikberatkan pada pembagian yang sama rata, akan tetapi melihat kepada tanggung jawab yang akan dipikul. Ketentuan hukum waris Islam juga mengajarkan nilai-nilai kasih sayang bahwa orang tua pun berhak untuk mendapatkan bagian sebagai ahli waris yang sah, mengingat kita sebagai insan manusia telah dibesarkan oleh ayah dan ibu dan memiliki hutang budi untuk terus berbakti kepada orang tua, dan memastikan bahwa kehidupan orang tua pewaris tetap sejahtera selepas pewaris meninggal.
(Penulis: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma, Purwokerto.)