KEBUMEN(kebumenekspres.com)-Pembangunan Jalan Soekarno-Hatta Kebumen kini masih dalam proses. Kendati demikian lebarnya trotoar serta keindahan dan kerapian penataan sudah dapat dirasakan oleh masyarakat. Selain terdapat beberapa kursi tempat duduk, terpasang pula beberapa tiang lampu nan indah.
Jalan Soekarno-Hatta mulai digunakan untuk berwisata oleh masyarakat. Terlihat terkadang beberapa komunitas asik berkumpul atau tongkrong di kawasan tersebut. Kawasan itu sangat berpotensi sekali menjadi destiasi wisata baru.
Untuk itu diperlukan kerjasama pemerintah, komunitas, budayawan dan pemilik toko atau perkantoran. Selain itu perlu juga dipikirkan fasilitas publik. Misalnya toilet, pojok informasi, fasilitas difabel dan lainnya. Tidak kalah pentingnya yakni tempat area parkir kendaraan. Sehingga kendaraan tidak terparkir dipinggir jalan.
Hal tersebut disampaikan oleh peminat wisata kota Sigit Tri Prabowo. Dimana pembenahan Jalan Soekarno-Hatta memberi peluang munculnya ruang publik yang sekaligus menjadi ruang kreatif dan budaya. Selain itu juga destinasi wisata baru.
“Ini sangat baik dan sangat penting. Kawasan tersebut juga merupakan bagian dari wajah Kota Kebumen. Di kawasan itu juga terdapat Icon Kabupaten Kebumen yakni Tugu Lawet,” tuturnya, Rabu (2/11/2022).
Disampaikan juga selain lampu dan pedestrian (pejalan kaki), baliho dan fasad (bagian luar) toko sebaiknya juga dibenahi. Secara visual semua elemen harus berada dalam satu tema. Sehingga tertata dengan baik. “Bisa saja setiap akhir minggu area parkir bank dan perkantoran disulap menjadi galeri seni atau panggung musik,” ungkapnya.
Sedangkan untuk kantong parkir ditata. Sehingga tidak tidak mengganggu hak pejalan kaki. Selain itu juga tidak membuat lalulintas tersendat. Dengan demikian semua lancar. Ini baik lalu lintas atau pejalan kaki.
Dalam kesempatan tersebut Sigit juga menegaskan sebaiknya, hindari penyebutan Malioboro van Kebumen. Sebab hal ini dapat menimbulkan kesan mengekor. Alangkah baiknya jika menggunakan istilah lain yang ada hubungannya dengan khasanah Kebumen. “Sebagai bagian branding kota, hindari penyebutan Malioboro van Kebumen. Kesannya menjadi pengekor. Lebih bagus “Pelesiran Tumenggungan” atau istilah lokal lainnya,” ucapnya. (mam)