Kepala Desa Wonosigro, Gombong, Waluyo
KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Seorang oknum pengasuh pesantren di Kecamatan Gombong, sebut saja M, dilaporkan kepada polisi terkait dugaan asusila. Korbannya tak lain santrinya sendiri
Kepala Desa Wonosigro, Gombong, Waluyo kepada awak media tidak menampik adanya dugaan kasus pencabulan yang terjadi di lingkungan pesantren yang berada di desanya. Dugaan pencabulan ini bahkan sempat ramai menjadi perbincangan warga
Dalam beberapa kesempatan pemerintah desa (pemdes) telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menelusuri dugaan kasus tersebut. "Info dari masyarakat sampai ke aparat desa kemudian ke saya. Polsek Gombong juga sudah datang mengklarifikasi," jelasnya, saat ditemui awak media kemarin.
Waluyo mengungkapkan, pengasuh pesantren itu sempat datang ke kantor desa. Saat itu, M mengakui perbuatannya. Ia mengaku khilaf.
Berdasarkan keterangan yang didapat, modus terduga pelaku dalam melancarkan aksi ini dengan memberikan rapalan doa sambil melucuti baju korban. "Pak kyai menyampaikan dia itu khilaf. Intinya santri disebut tapi dibuka bajunya. Dia juga sempat menyampaikan maaf ke saya," terangnya.
Kasus ini terungkap begitu keluarga korban melaporkan tindakan tak senonoh tersebut ke kepolisian. Setidaknya sudah ada dua santriwati yang berani melapor atas aksi bejat oknum pengasuh pesantren tersebut. Masing-masing santriwati berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan, kemudian satunya dari Kecamatan Rowokele, Kebumen.
Dari pantauan di lokasi, pesantren dengan konsep asrama pendidikan Islam (API) tersebut terlihat tidak ada aktivitas maupun kegiatan belajar agama. Komplek pesantren yang berada di pinggir jalan itu tampak sepi dengan pintu utama tertutup rapat.
Informasi dihimpun, pesantren itu berdiri pada 2007 silam. Mayoritas santri merupakan pendatang dari daerah luar. Dari keterangan warga menyebutkan bahwa sosok pengasuh selama ini terkesan tertutup alias kurang berbaur dengan warga. "Iya biasanya ramai. Pak kyai biasanya ngisi pengajian. Sekarang jadi sepi. Santri kelihatannya pada pulang," kata warga yang tak mau disebut nama.
Kasus ini sudah di proses oleh pihak berwajib, Polres Kebumen kini tengah mengusut kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum pengasuh pesantren di Kecamatan Gombong. Polisi pun sudah menjadwalkan agenda visum terhadap saksi korban sebagai rangkaian pengumpulan alat bukti.
Kapolres Kebumen AKBP Burhanudin melalui Kasat Reskrim Polres Kebumen AKP Kadek Pande Apridya Wibisana menyampaikan, visum akan dilakukan setelah saksi korban dipanggil untuk dimintai keterangan. Rencananya, para saksi korban akan dipanggil ke polres pada pekan depan. "Reskrim sudah terima pengaduan. Sudah di tindak lanjut ke unit PPA. Kemudian akan ada klarifikasi. Rencana Senin besok sekalian permintaan visum," terangnya, Senin (28/11/2022)
Kadek menjelaskan, visum dilakukan guna mengetahui apakah saksi korban ini telah mengalami dugaan kekerasan seksual. Sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Setelah alat bukti dan barang bukti terkumpul. Dari hasil visum itu, kata Kadek, menjadi salah satu dasar peningkatan status dari tahap penyelidikan ke penyidikan. "Selanjutnya kami tindak lanjuti ke teradu atau terlapor. Berdasarkan hasil lapangan bisa naik," lanjutnya.
Meski tidak disebutkan korban secara rinci, Kadek mengungkapkan hingga kini sudah ada dua santriwati berusia dewasa yang mengadu ke polres. "Ada dua orang mengadu sekitar tiga hari ini. Itu juga didampingi keluarga" ucapnya.
Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret kiai berinisial M ini mencuat begitu korban berani melaporkan ke aparat kepolisian. Sedangkan dua santriwati selaku pelapor kini sudah dalam pengawasan orang tua, dinas terkait serta pemerhati perlindungan perempuan dan anak.
Terpisah, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Dinsos Kebumen Marlina Indrianingrum membenarkan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pengasuh pesantren di Gombong. Mendapati laporan itu pihaknya juga tidak tinggal diam. Sejauh ini koordinasi lintas sektoral terus dilakukan agar kasus tersebut bisa segera diproses. "Kasus masih diproses dengan polres juga. Sudah koordinasi dengan Kemenag juga," jelas Marlina saat dikonfirmasi.
Marlina mengungkapkan, dalam proses penanganan perkara sempat ada sedikit hambatan karena korban masih takut untuk melapor. Meski begitu, pihaknya akan tetap mengawal kasus tersebut sampai nantinya menemui titik terang. "Korban tidak berani melapor karena pada takut. Masih ada pendampingan dari psikolog," ucapnya.
Tak hanya itu, pihaknya terus memantau dan mendampingi untuk memastikan kondisi psikologi korban. Pendampingan tersebut tidak lain sebagai bagian mengembalikan atau pemulihan mental korban. "Tetap kami dampingi terus bersama psikolog. Urusan wilayah kami memang dengan korban," katanya. (fur)