KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Pengamat Ekonomi Kreatif, Budaya, Pendidikan Sigit Asmodiwongso menegaskan jangan mengabaikan mitos, oral history dan cerita rakyat yang ada di desa. Ini berkaitan dengan penulisan sejarah desa.
Sekedar informasi kini Pemkab Kebumen melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) tengah dorongan desa untuk Penulisan Sejarah Desa termasuk di RPJMDes.
Sigit menyampaikan fungsi sejarah desa sangat strategis. Ini bisa untuk menggugah rasa memiliki warga yang ujungnya dalah proses pembangunan yang partisipatif. Selain itu penulisan secarah desa juga penting untuk mengetahui potensi desa yang selama ini terkubur.
Namun demikian, menulis sejarah desa tidaklah mudah. Kesulitan terbesarnya adalah pada sumber-sumber primer desa. Dimana bangsa ini sudah terbiasa dengan informasi lisan bukan tulisan. Karena itu dalam penulisan sejarah desa perlu ekstra usahanya.
Kerena tingginya budaya lisan, maka jangan sepelekan cerita rakyat, mitos dan legenda. Ini jangan sampai diabaikan. Meskipun demikan harus jelas dituliskan mana yang fakta dan mana yang mitos. Oral History atau sejarah tutur juga merupakan bagian dari ingatan warga yang perlu dilihat.
“Salah satu kesalahan yang banyak tejadi di desa-desa adalah saat menulis sejarah terpusat pada bagaimana desa itu dibentuk. Oleh tokoh siapa dan kelompok siapa. Lebih parah lagi dalam penulisan sejarah hanya mencari kapan desa itu dibentuk,” tuturnya, Senin (27/3/2023).
Padahal sejatinya, sebuah desa jarang sekali dibentuk dalam satu hari. Ini tentu berbeda dengan sebuah negara atau kabupaten yang rekam jejak administrasinya atau SK pembentukannya jelas. Sebuah desa umumnya dibentuk secara organik dalam waktu yang lama.
“Untuk itu jangan hanya terpusat pada tokoh atau hari jadi desa semata. Dalam penulisan sejarah rekam semua proses yang ada. Ini meliputi sosial, ekonimi, kepercayaan, mata pencaharian dan lainnya,” katanya.
Peristiwa-peristiwa penting, lanjut Sigit, yang terjadi di desa juga musti masuk dalam sejarah desa. Sebagai contoh misalnya sejarah Desa Sempor. Ini seharusnya merekam bagaimana kisah bedol desa yang dilakukan sebagaian warga dan menjadi transmigran.
“Di Kawasan Pesisir Selatan, penulisan Sejarah Desa juga mencakup peristiwa pembangunan jalan JJLS. Dalam hal ini semua peristiwa besar, baik itu kejadian alam, pembangunan dan politik masuk dalam bagian sejarah desa,” jelasnya.
Sekali lagi, tegas Sigit, Dalam penulisan Sejarah Desa jangan hanya terpusat pada desa ini didirikan oleh siapa. Bagaimana mendirikannya atau kelompok apa yang mendirikan. Karena jatuhnya akan menjadi Sejarah Desa yang elitis yang terpusat. “Bukan sejarah desa yang inklusif yang merekam berbagai kejadian serta aspek yang terjadi pada masyarakat biasa,” ucapnya. (mam)