SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menandatangani MoU dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Kesepakatan tersebut terkait sinergi optimalisasi pajak pusat dan daerah, khususnya terkait program Satu Data Indonesia.
"Kami dengan Pak Gubernur baru saja menandatangani MoU, yaitu mensinergikan data antara kami dan pemerintah provinsi. Tujuannya, satu untuk pengoptimalisasian penerimaan. Karena, bagi kami yang mengelola pajak pusat, maupun beliau yang mengelola pajak daerah, pasti menginginkan pajaknya optimal," kata Dirjen Pajak, Suryo Utomo, di kantor Gubernur Jawa Tengah, Jumat (14/4/2023).
Suryo menjelaskan, cara pengoptimalan penerimaan pajak adalah dengan sinergi data. Selain itu, juga kerja sama antar pelaku, karena objek dan subjek pajak yang dikelola hampir sama. Oleh karena itu, dibutuhkan satu platform untuk berkomunikasi dengan wajib pajak.
"Di sisi lain peningkatan kapasitas kemampuan dari para pelaku. Kami dan juga anggota beliau yang ada di Jawa Tengah, bagaimana sih betul-betul meningkatkan penerimaan pajak di masing-masing institusi. Terima kasih kepada Gubernur, hari ini kami bisa menyelenggarakan kesepakatan dan tujuan besarnya adalah meningkatkan penerimaan. Dan satu lagi, bagaimana data kami dengan data beliau ini bisa bersinergi, saling bicara lah data itu, karena sangat penting fungsi data untuk pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing institusi," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, butuh dorongan kuat dari seluruh pemegang kepentingan yang berkaitan dengan Satu Data Indonesia. Ia mencontohkan, dalam konteks perpajakan sebisa mungkin dikelola secara bersama antara pusat dan daerah. Misalnya, di tingkat provinsi ada pajak kendaraan bermotor dan tingkat kabupaten/kota ada pajak restoran, hotel, dan PBB.
"Satu Data Indonesia ini bisa diterjemahkan dalam konteks perpajakan. Kalau itu bisa, kami kelola bareng, bisa jadi satu. Apakah basisnya pakai NPWP, apakah Dukcapil, NIK, bisa kami jadikan satu. Kemudian masyarakat akan kami kasih tahu, kondisimu seperti ini. Kalau ada masalah dengan pajak, maka caranya akan seperti ini," katanya.
Melalui pola itu, lanjut Ganjar, masyarakat belajar bagaimana transparansi itu dilakukan dan mereka semua punya tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia.
"Kalau itu bisa dilakukan maka akan enak. Semuanya bisa dilakukan dengan sangat transparan," ungkapnya.
Ganjar menambahkan, paltform atau MoU yang ditandatangani tersebut diharapkan menjadi spirit bersama untuk menarik pajak dengan baik dan benar. Juga bagaimana mengurangi potensi-potensi ketidakbenaran yang akan muncul. Akhirnya masyarakat akan punya keyakinan dan kesadaran bahwa ia adalah wajib pajak yang baik, tidak ada yang ditutup-tutupi, dan semua bisa transparan.
"Inilah yang kami dorong agar problem Satu Data Indonesia terkait beberapa sektor salah satunya di sektor perpajakan ini bisa kami muluskan. Ya kalau bisa dari atas semua jalan maka akan bagus, tapi kalau tidak ya sudah. istilahnya gerakan usaha, dari bawah menuju ke atas. Sehingga nanti ada best practice yang bisa dijadikan contoh, sehingga yang lain mau meniru karena untuk kebaikan semuanya," kata Ganjar.(*)