KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Bukan keinginan Sarjum (53 tahun) untuk hidup dalam kondisi sulit. Terlebih di masa tuanya saat ini. Namun, apa daya, ia tak seberuntung orang lain yang bisa menikmati masa tuanya dengan baik
Kakek warga RT 01 RW 05 Desa Totogan, Kecamatan Karangsambung itu hidup di gubuk reot. Di tempat ini, Sarjum tinggal bersama dua orang anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Sedihnya, lagi, ia terpaksa tinggal di gubuk bambu karena rumah yang sangat sederhana ditempati istrinya Sutini (38), yang dinyatakan masuk kategori ODGJ (orang dengan gangguan jiwa). Gubuk reot dibangun Mbah Sarjum agar terhindar dari amukan Sutini
Sarjum sendiri bekerja sebagai tukang serabutan. Ia bercerita menikahi istrinya awalnya hanya secara agama atau kawin siri. Ia juga mengetahui jika istrinya pada saat dinikahi sudah dalam kondisi kurang sehat kejiwaannya. Namun tetap menikahi Sutini karena beranggapan nantinya bisa disembuhkan.
"Awalnya kawin siri, istri memang sudah sakit dulunya, tapi saya pikir dengan menikah nanti bisa sembuh. Tapi ternyata tidak malah kondisinya tambah parah, sekarang suka marah dan ngamuk-ngamuk makanya saya buat gubuk untuk tinggal bersama anak saya,"ucapnya ditemui kemarin.
"Kemarin kita dapat laporan dari BPS. Ada salah seorang warga di Desa Totogan yang hidup di gubuk reot dengan kondisi yang memprihatinkan. Hari ini kita langsung cek ke lokasi untuk mengetahui kondisi di lapangan seperti apa? Dan memang memprihatinkan," ujar Bupati.
Bupati pun meminta segera dilakukan penanganan. Ia menawarkan kepada Sarjum agar anaknya di sekolahkan di Pondok Al Kahfi Somalangu. Sedangkan ibunya dibawa ke rumah ODGJ di desa Wadasmalang. Bupati khawatir jika anak terlalu lama hidup dalam kondisi seperti itu akan berpengaruh pada kejiwaan.
"Tadi kita tawarkan agar anak di sekolahkan di pondok, agar dia tahu dunia luar dan punya banyak teman. Karena kalau kelamaan di sini takutnya nanti kejiwaan juga terpengaruh. Karena ini sudah tidak layak, kemudian istrinya nanti dibawa ke Wadasmalang untuk diobati," terang Bupati.
Sementara itu, Kepala Desa Totogan Edi Muhajirin menyatakan, warganya Sarjum, selama ini hanya mendapat bantuan BLT-DD. Dia tidak mendapat bantuan lain seperti PKH dan juga RTLH, karena Sarjum belum masuk DTKS, karena awalnya nikah siri, dan bukan dari warga setempat.
"Dulu awalnya dapat PKH, tapi sekarang tidak karena dia kan pindahan dari dusun luar, bukan asli sini. Kemudian rumah yang ditinggali juga rumah mertua, anaknya ada tiga. Istri Sarjum salah satunya dia anak pertama. Jadi itu rumah masih milik mertua belum dibagi," ujar Edi.
Menurut Edi, bantuan PKH dan RTLH datanya mengacu pusat. Ketika namanya tidak ada, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Namun ia mengaku sudah lama mengusulkan. "Jadi dia hanya dapat bantuan BLT dari Dana Desa. Sudah kita usulkan tapi memang belum masuk," ucapnya.
Kemudian selain Sarjum, Bupati juga menyempatkan diri mengunjungi salah seorang warga lain yang dipasung karena mengidap ODGJ di Desa Totogan RT 03 RW 01. Warga yang dipasung itu bernama Wiwin (25), ia hidup bersama ibunya yang juga ODGJ bernama Nafsiah (60).
"Nafsiah itu punya anak tiga, yang anak pertama tinggal di Wonosobo, kedua tinggal disini sama ibu dan adiknya yang sama-sama ODGJ. Anaknya yang terakhir si Wiwin ini dipasung karena takut keluyuran karena masih muda. Anak yang nomor dua itu yang bekerja sebagai tukang kayu untuk menghidupi mereka," terang Bupati
Dengan kondisi seperti itu Bupati mengaku sangat prihatin. Dia juga meminta pemerintah desa dan Camat untuk melakukan penanganan ketika ada warganya seperti ini. Tak lupa pada kesempatan tersebut, Bupati memberikan beras sekarung isi 25 Kg, dan uang saku, serta baju untuk mereka. (fur)