KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Bertahun-tahun Jembatan Kali Kethek yang menjadi penghubung Desa Sidoagung dan Desa Purwodeso Sruweng kondisinya cukup memprihatinkan. Jembatan sepanjang 20 meter tersebut rusak parah dan cukup membahayakan bagi warga yang melintas.
Kondisi itu berlangsung dari tahun 2019 lalu. Hingga kini belum dilaksanakan perbaikan. Warga secara swadaya melakukan perbaikan dengan mengunakan balok kayu. Namun hal tersebut tidak bertahan lama.
Sudaryanto Warga Desa Sidoagung saat ditemui mengaku aktifitasnya cukup terganggu dengan adanya jembatan rusak di desanya. Padahal, jembatan tersebut merupakan akses utama warga.
Menurutnya, karena lama tidak ada penanganan untuk perbaikan jembatan, akhirnya warga secara swadaya membuat jembatan darurat dari kayu. Namun, jembatan darurat tersebut tidak bertahan lama, dan rusak lagi. Tidak sedikit, warga yang terpeleset saat melewati jembatan yang licin tersebut.
“Kemarin ada warga yang jatuh terpeleset dan masuk ke kali bersama motornya. Warga pun berdatangan untuk menolong. Harapannya ya segera diperbaiki agar tidak kejadian seperti itu lagi,” paparnya, Rabu (26/7/2023).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Saryono yang berharap jembatan tersebut bisa segeran diperbaiki. Terlebih, jembatan ini merupakan jalur utama warga, untuk akses pendidikan dan ekonomi.
Menurutnya, jembatan ini rusak selama bertahun-tahun dan belum ada perhatian sama sekali dari pemerintah. Ia juga mengaku takut, saat melintasi jembatan, tapi mau bagaimana lagi, jembatan ini adalah satu-satunya akses, yang apabila harus memutar bisa memakan waktu lebih lama. “Ya takut, ya bagaimana lagi, wong ini jalan pintasnya,” ungkapnya.
Sementara itu Kaur Perencanaan Desa Sidoagung Pujiyanto menuturkan jembatan Kali Kethek ini roboh akibat abrasi sejak tahun 2019 lalu. Sebelumnya, pihak desa bersama masyarakat sudah tiga kali melakukan swadaya untuk pembangunan jembatan darurat, agar bisa untuk dilintasi.
Namun, kondisi saat ini sudah rusak kembali, karena marerial yang digunakan berbahan kayu, yang akan lapuk termakan usia. Menurutnya, kendala yang dihadapi adalah mahalnya material bangunan, menyebabkan kurangnya anggaran dana desa untuk melakukan perbaikan jembatan.
“Dari tahun 2019 sampai pertengahan tahun 2023, untuk penanganan penanggulangan bencana tetap kita anggarkan, hanya saja tidak mencukupi untuk pembangunan jembatan secara utuh,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan, dari dinas terkait juga telah melakukan survei, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan BPD, untuk menganggarkan perbaikan menggunakan dana Desa di tahun 2024.
Harapannya, karena besarnya anggaran untuk pembangunan agar ada sharing anggaran dari pemerintah kabupaten maupun provinsi. Sehingga, dana desa untuk kesejahteraan masyarakat tidak terkuras habis hanya untuk membangun jembatan.
“Paling tidak habis Rp 500 juta, harapan kami supaya ada sharing dari pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi, sehingga dana desa tidak terkuras habis hanya untuk pembangunan jembatan,” ucapnya. (mam)