PALEMBANG – Bonding orangtua dan anak sangat penting agar anak merasa dirinya aman, nyaman, mendapat dukungan dan merasa diakui. Kedekatan orangtua dan anak bisa dibentuk dengan berbagai cara.
Ketua TP PKK Jawa Tengah Siti Atikoh mengatakan, cara untuk mendekatkan hubungan antara orangtua dengan anak bisa dilakukan di meja makan, saat makan bersama keluarga. Hal itu disampaikan Atikoh usai menghadiri acara Gerakan Kembali ke Meja Makan Melalui Sarapan Pagi Bergizi, di Main Dining Hal, Stadion Jakabaring, Palembang, Rabu (5/7/2023).
Kegiatan tersebut merupakan rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30. Kegiatan diawali dengan senam pagi. Atikoh senam bersama Ketua TP PKK Sumatera Selatan Febrita Lustia yang juga istri Gubernur Herman Deru, serta istri Kepala BKKBN RI Dwikisworo Setyowireni.
Atikoh tampak begitu semangat dan lincah mengikuti setiap gerakan instruktur senam. Memang istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ini dikenal sebagai penggiat olahraga di Jawa Tengah.
Usai senam pagi, acara kemudian dilanjutkan dengan kegiatan ‘Kembali ke Meja Makan’. Dalam momen ini, BKKBN RI mengundang sejumlah keluarga untuk ikut serta meramaikan acara. Ada satu aturan yang harus dilakukan, yakni meletakkan gawai atau gadget di tengah meja.
“Ini filosofinya luar biasa karena lewat meja makan ini bisa dikuatkan bonding antara orangtua dan anak,” kata Atikoh usai kegiatan.
Ibu dari Zinedine Alam Ganjar itu mengatakan, ketika makan bersama tersebut komunikasi bisa terjalin. Orangtua secara proaktif menanyakan kondisi sang anak.
“Di situ kita bisa mengidentifikasi apakah anak kita ada masalah di sekolahan, kemudian komunikasi dengan anak juga bisa dibentuk di situ,” ujarnya.
Cucu dari kiai Hisyam Kalijaran menuturkan dari situ kemudian orangtua bisa mengidentifikasi jika sang anak sedang menghadapi masalah. Entah itu bullying atau yang terkait dengan pendidikannya.
“Itu bisa teridentifikasi dari awal. Jadi orangtua bisa treatment-nya dilakukan sejak dini,” tegasnya.
Atikoh mengatakan, kegiatan makan bersama harus diupayakan minimal sehari sekali. Ini tentu kendala yang dihadapi bagi keluarga dengan orangtua pekerja. Hal itu juga diterapkan Atikoh di keluarganya.
“Dari (anak masih) kecil berusaha seperti itu, tapi karena aktivitas masing-masing minimal malam hari, kita (makan) bareng-bareng,” ujarnya.
Tradisi makan bersama ini juga terus dilanjutkan walau sang anak, Alam, kini tengah menempuh studi di Yogyakarta. Minimal, kata Atikoh, setiap akhir pekan ketiganya makan bersama.
“Kita jadi tahu di situ sosialisasi anak di sekolah seperti apa, lingkungannya seperti apa, istilahnya soft skill anak kita seperti apa. Jadi makan di meja makan tidak hanya terkait dengan gizi tapi juga pembentukan karakter,” tandasnya.(*)