KEBUMEN(kebumenekspres.com)-Bagi Kaum Milenial dan Generasi Z (Gen Z), Umbi Gadung mungkin akan terdengar asing. Pasalnya kini sudah mulai jarang masyarakat yang mau mengolah Gadung yang merupakan umbi beracun menjadi makanan kripik. Disisi lain kebanyakan Kaum Milenial dan Generasi Z lebih mengenal atau memilih makanan siap saji.
Meski sudah mulai jarang, namun Turah (51) warga Desa Jemur Pejagoan hingga kini masih dapat mengolah gadung. Untuk menjadi sebuah kripik yang dapat dikonsumsi, pengolahan Gadung dari umbi memakan waktu yang cukup panjang.
Gadung sendiri mempunyai nama latin Dioscorea hispida. Ini merupakan sejenis tumbuhan berumbi dari suku uwi-uwian dapat dipakai sebagai tanaman pangan. Gadung menghasilkan umbi yang mengandung racun. Jika tidak diolah dengan benar dapat mengakibatkan pusing dan muntah.
Meski beracun, Gadung sendiri mempunyai banyak manfaat. Diantaranya kaya akan nutrisinya. Umbi Gadung mengandung karbohidrat, serat, protein dan vitamin. Karbohidrat dalam Gadung menjadikannya sumber energi yang baik.
Turah menyampaikan, jika diolah dengan baik, tanaman Gadung sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang lumayan. Namun demikian jarang sekali yang mau menanam Gadung secara serius. Umumnya tanaman Gadung dibiarkan tumbuh liar di pekarangan. Tanaman jarang dirawat dan akan tumbuh dengan sendirinya.
Padahal di beberapa daerah di Indonesia, Gadung sudah mulai di budidaya secara intensif. Tanaman dirawat, sehingga tumbuh dengan baik dan menghasilkan umbi yang banyak.
“Untuk mengolah agar siap konsumsi memang membutuhkan waktu panjang. Jika salah dalam penaganan dapat membuat keracunan. Sebab racunnya belum tawar atau netral,” tuturnya, Jumat (6/10).
Dijelaskannya, tahap pertama pengolahan, umbi Gadung dikupas terlebih dahulu. Setelah itu umbi dipotong tipis-tipis. Potongan tersebut kemudian dilumuri dengan abu kayu. Sebab jika menggunakan abu bambu akan berwarna hitam. Setelah itu potongan-potongan yang telah dilumuri abu dan ditempatkan dalam satu wadah yang atasnya diberi pemberat selama satu malam. Pada tumpukan gadung juga dikasih daun Dadap (godong tawa).
Ini dimaksudkan agar air beracun yang terdapat di dalam umbi akan keluar. Proses selanjutnya yakni penjemuran. Irisan gadung tersebut dijemur hingga benar-benar kering. Setelah kering, potongan direndam selama empat hari. Air rendaman harus sesering mungkin diganti hingga jernih. Lebih baik lagi jika potongan-potongan Gadung tersebut direndam pada air yang mengalir.
“Setelah itu direndam selama empat hari, potongan tersebut kemudian di kukus hingga matang. Ini sudah dapat dikonsumsi dan tidak lagi beracun. Namun jika ingin menjadi kripik, setelah di kukus potongan Gadung tersebut dijemur hingga kering. Setelah kering dapat disimpan atau digoreng,” ucapnya. (mam)