Etika bisnis dipahami sebagai bidang minat etika umum, yang merumuskan etika landasan dan aktivitas manusia dalam kehidupan ekonomi. Konsep ini menetapkan seperangkat aturan menentukan ruang lingkup manajemen dan menunjukkan standar moral perilaku bisnis. Etika bisnis mengkaji prinsip-prinsip moral dan etika serta permasalahan yang timbul dalam kegiatan bisnis, baik yang berkaitan dengan individu maupun seluruh organisasi.
Jika membahas tentang konsep etika bisnis, maka perlu juga membahas tentang faktor yang mempengaruhi. Nilai, norma, dan kultur, adalah hal-hal yang sangat mempengaruhi etika bisnis perusahaan. Kultur atau budaya adalah keunikan yang menandakan identitas suatu wilayah. Pandangan mengenai sesuatu yang etis dan tidak etis dapat berbeda di berbagai wilayah, sehingga penting untuk mengetahui bagaimana penerapannya. Menyadari perbedaan ini penting untuk memahami bagaimana praktik bisnis dapat diterima atau dianggap kontroversial di berbagai belahan dunia.
Perbedaan Kultur
Kultur dapat menciptakan pandangan yang bervariasi, semua tergantung pada kultur yang berlaku pada masing-masing wilayah· Sebagai contoh, penerapan kultur Timur seperti Jepang atau Korea, konsep kehormatan dan menghargai hubungan dalam bisnis sangat diutamakan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa menjaga integritas pribadi dan kepercayaan sangat penting dalam bagaimana bisnis beroperasi. Kepentingan jangka panjang dan mempertahankan hubungan baik sering kali lebih diutamakan daripada sekadar mencari keuntungan maksimal.
Perbedaan terjadi di kultur Barat seperti Amerika Serikat atau Eropa. Di negara-negara Barat, terdapat fokus yang lebih melekat pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi. Etika bisnis di sini sering kali berpusat pada nilai-nilai seperti keadilan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan perlakuan yang adil terhadap semua pihak yang ada di dalam perusahaan.
Salah satu contoh yang sering dibahas dalam konteks global adalah praktik pembayaran suap atau hadiah kepada pejabat pemerintah untuk mempermudah bisnis. Di beberapa negara, praktik ini mungkin dianggap sebagai bagian dari kultur atau cara untuk membangun hubungan yang baik. Namun, di negara-negara lain, terutama kultur Barat, tindakan semacam ini jelas melanggar hukum anti-korupsi dan dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap etika bisnis.
Perbedaan Nilai
Selain perbedaan kultur, selanjutnya yang menjadi pembeda adalah nilai yang berlaku. Beberapa kultur menempatkan nilai yang tinggi pada keberlanjutan dan menjaga ekosistem alam. Bisnis yang memperhatikan dampak terhadap lingkungan dalam proses bisnisnya, dianggap lebih etis, karena mempertimbangkan kelestarian alam.
Di era globalisasi yang ada saat ini, etika bisnis telah bertransformasi menjadi sebuah hal yang memberikan nilai lebih untuk perusahaan. Praktik-praktik seperti hak asasi manusia, larangan terhadap kerja paksa atau mempekerjakan anak di bawah umur, dan pemberlakukan standar keselamatan kerja yang tinggi, semakin diterima secara universal, yang dianggap sebagai bentuk dari tanggung jawab dan komitmen perusahaan.
Kecanggihan teknologi dan penggunaan media sosial juga memainkan peran penting dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas bisnis perusahaan· Informasi tentang praktik bisnis yang tidak etis atau merugikan dapat dengan cepat tersebar luas dan memiliki dampak reputasi negatif.
Karena perbedaan kultur yang ada, bisnis perlu lebih sensitif terhadap apa yang berlaku di wilayah tersebut. Praktik bisnis yang etis secara global hanya bisa diterapkan jika bisnis memiliki sensitivitas dan kepatuhan nilai-nilai. Menerapkan etika pada bisnis berarti bisnis peka terhadap reputasi dan keberlanjutan di masa depan. Pertimbangan akan etis dan tidak etisnya sebuah hal tidak lagi menggunakan standarisasi manusia, melainkan juga ikut memikirkan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan sekitar.
Penulis : Muhamad Arif Yulianto, S.M. - MBA UGM Yogyakarta Researchers